>>> SINGAPOREPOOLS <<<
ANGKA MAIN : 1 8 5 7
Top 2D : 01 18 27 35 48
Cadangan 2D : 57 68 75 81 95
TOP SHIO : Kerbao Naga Ayam
COLOK BEBAS : 1 5 8
AS : 0 2 3
KOP : 4 6 9
KEPALA : Besar / Ganjil
EKOR : Besar / Ganjil
Suara gemuruh dari TV yang telah
habis menayangkan programnya membuatku terjaga dari tidur di sofa. ku lirik jam
di dinding telah menunjukkan hampir puku l 2 dini hari. ku tarik nafas panjang
untuk menghilangkan rasa sesak di dada, 2 bulan sudah berlalu sejak kepergiaan
istriku .
ku padamkan lampu-lampu yang
tidak perlu lalu perlahan ku buka pintu kamar anak-anakku tercinta, nampak
mereka sudah tertidur dan ku lihat Lily juga tertidur di samping anak-anakku.
Perlahan ku bangunkan dia, “Ly.., Ly..,” panggilku perlahan untuk tidak
membuatnya terkejut.
“Hghh..,” sahutnya perlahan
seraya membuka matanya yang masih mengantuk.
“Pindah ke kamar depan dech,
suamimu mungkin tidak menjemput malam ini,” ujarku berbisik.
“Oh..,” sahutnya sejurus kemudian
dan keluar dari balik selimut.
Tampak Lily telah mengenakan
daster yang cuku p tipis sehingga nampak leku kan tubuhnya yang seksi, belahan
buah dadanya juga putingnya oleh karena dia tidak menggunakan bra, dan celana
dalamnya berwarna pink dengan gambar doraemon di bagian pantatnya, yang sempat
ku lihat sebelum ia menghilang di balik pintu. ku kecup pipi kedua anakku
sendiri sebelum ku rapatkan kembali pintunya dan pergi ke kamarku sendiri untuk
beristirahat dan kerja kembali esok hari karena cuku p banyak juga pekerjaan
yang tertinggal selama ini.
Subuh ku terbangun oleh deringan
jam meja yang telah ku persiapkan malam sebelumnya, mandi pagi dengan air
dingin membuatku segar dan siap untuk bekerja.
“Bagaimana? Sudah kau pikirkan?”
tanya suara lembut itu yang sangat ku kenal.
“Bu..,” sahut Lily putus di
tengah jalan
“Yach.. Mas Elmo masih muda,
mungkin suatu saat dia akan mencari pengganti Linda almarhum kakakmu itu, kalau
sudah begitu apakah Ibu masih diijinkan tinggal di sini?” keluh Ibu sejurus kemudian
“Tapi Bu,” Lily berusaha
membantah perkataan Ibu
“Yach.. Ibu pikir daripada kamu
di sana di sia-sia lebih baik lepaskan Mas Indramu itu, mungkin Mas Elmo akan
ijinkan Ibu tinggal di sini, tapi apakah calonnya akan mengijinkan juga?” masih
tetap dengan suara lembut yang membujuk.
“Bagaimana dengan Ricky Bu?”
tanya Lily lirih.
“Anakmu itu sudah cacat, kamu ya
harus berpikir untuk kebaikannya bukan untuk dirimu sendiri, Ibu rasa mungkin
dia akan lebih berbahagia bilamana di tempatkan di panti asuhan oleh karena
bisa bermain dengan teman-teman senasibnya. Justru dia akan menderita kalau
kamu paksa untuk bergaul dengan anak-anak normal lainnya,” saran Ibu
melanjutkan
Hening kemudian hanya denting
piring yang beradu dengan sendok yang sedang dipersiapkan oleh Ibu mertuaku dan
Lily putri bungsunya.
“Seandainya kau bisa memiliki Mas
Elmo, kita masih bisa tinggal di sini bila tidak Ibu tak tahu kita harus kemana
lagi?” keluh Ibu.
“Bu..,” hanya itu ucapan Lily
terputus ketika tiba-tiba..
“Good morning, Pa,” teriak Shanti
anakku yang paling kecil dari atas tangga menyapaku yang sedang terdiam di
tangga mendengarkan percakapan tadi yang berasal dari ruang makan.
“Good morning honey,” sapaku pula
seraya melanjutkan langkahku menuruni tangga.
“Hi.. Shanti,” sapa Lily seraya
menunjukkan wajahnya dari pintu ruang makan.
“Hi.. aku mandinya nanti yach,”
ujarnya seraya kembali ke kamarnya terburu-buru.
“Eehh.. kakak mana?” Lily
bertanya dengan nada yang cuku p keras.
“Masih bobo..,” terdengar balasan
dari balik pintu kamar tidur.
“Pagi Mas,” sapa Lily sambil
tersenyum manis.
“Pagi juga,”
“Pagi Bu,” sapaku melanjutkan
setelah bertemu dengan Ibu di ruang makan itu.
“Pagi,.. ini nasi goreng buatan
Lyly nich,” promosi Ibu melanjutkan.
“Wah.. terima kasih nich sudah
merepotkan,” ujarku sedikit berbasa basi.
“Sudah buruan makan.. nanti
keburu dingin jadi nggak enak, biar Ibu bangunkan anak-anak dulu,” tukas Ibu.
Dengan cekatan Lily melayaniku
dengan mengambilkan nasi goreng tersebut sementara aku sendiri menyeruput
secangkir teh manis sebagaimana kebiasaanku sejak dulu. Di kantor pikiranku
juga masih berkutat dengan pembicaraan Ibu tadi pagi, sehingga sebenarnya tidak
seluruh pikiranku terkonsentrasi untuk pekerjaan. Masih terngiang-ngiang
kemungkinan aku untuk memperistri Lily.. mungkinkah?
Sore hari saat pulang kerja..
Sementara Lily berlutut untuk
mencapai rak lemari yang paling bawah, sedangkan aku berdiri di samping sambil
memperhatikannya. Tanpa sadar pandanganku tertuju pada buah dadanya yang nampak
indah dipandang dari atas tersebut. Nampak jelas lekukan buah dadanya oleh
karena dia menggunakan kaos yang longgar sehingga bagian depannya agak terbuka
saat dia dalam posisi yang sedikit membungkuk tersebut. Melihat pemandangan
yang demikian mempesona, penisku terus saja menegang sehingga memperlihatkan
tonjolannya di balik handuk yang kukenakan tersebut.
“Nach ini kaos..,” suaranya
terputus di tengah jalan ketika dalam posisi berlutut seperti itu menyerahkan
kaos yang kuminta padaku oleh karena pandangannya terpaku pada batanganku yang
mengeras di balik handuk. Kusadari waktu 2 bulan telah berlalu tanpa hubungan
sex tentunya sulit bagiku, namun tertutup oleh kesibukanku. Sedangkan baginya..
dimana Mas Indra, suaminya, yang sejak semalam berjanji untuk menjemputnya,
setelah selama ini Lily membantu rumah tanggaku yang porak poranda sejak
ditinggal kepergian almarhum Linda, istriku yang juga kakak dari Lily, mengurus
anak-anakku, rumah tangga dan sebagainya.
Lily terdiam dan tertunduk malu
yang bagiku itu adalah isyarat bahwa dia tidak menolakku, sehingga kuberanikan
diriku untuk membuka handuk tersebut sehingga sekarang tersembullah batangku
yang telah tegak menantang dengan tubuh telanjang seperti ini, dimana masih ada
tetesan air yang masih belum mengering, kuyakin menambah sexy penampilanku
malam itu.
Perlahan kubangunkan Lily dan
segera kukecup keningnya perlahan turun ke arah pipi dan menelusuri lehernya.
Dengusan nafas yang memburu membuat adrenalinku terus meningkat, kuusap lembut
pundaknya, telinganya, disertai dengan kecupan hangat yang kulaku kan dengan
sepenuh hati.
“Mas El.. jangan,” pintanya
sesaat sebelum kucoba untuk melepaskan kaosnya.
“Lily,” gumamku dengan pandangan
mata memohon sehingga kuyakin sulit baginya untuk menolakku terlebih deru
birahinya juga terus merayap keatas ubun-ubun.
Kukulum putingnya yang masih
kecil bak anak gadis, membuatku gemas.
“Mas.. ergh,” rintihnya perlahan.
Belaian hangat jariku terus
mengusap seluruh permukaan kulitnya yang putih mulus halus terawat disertai
dengan jilatan dan pijatan ringan. Perlahan kudorong Lily sehingga rebah di
kasurku.
“Mas janji jangan dimasukkan
yach.., aku masih milik Indra,” rintihnya kembali ketika kucoba mencopot celana
pendeknya. Ternyata Lily tidak mengenakan celana dalam di balik celana
pendeknya tersebut sehingga segera nampak rerumputan hitam dengan panjang yang
seragam dan terawat dengan rapih.
“Iya aku janji,” sahutku tanpa
berhenti melepaskan celana pendeknya tersebut.
Harum bau tubuhnya terus memompa
birahiku namun perlakuanku tetap saja lembut dan tidak terburu -buru untuk
membawa Lily menikmati belaian asmara ini. Jilatan mandi kucing yang
kulancarkan ini membuat Lily semakin terlena dan pasrah. Jilatan demi jilatan
yang menyusuri setiap inci permukaan kulit dadanya, turun ke lembah buah
dadanya, terus turun menelurusi garis tengah untuk mencapai kubangan di tengah
pusaran perut, membuat otot perutnya tertarik tertahan menahan geli nikmat yang
tidak terkira.
Kulewatkan bagian padang ilalang
hitam di sana, namun kumulai dari lipatan paha bagian dalam kanan dan kiri yang
terus menuruni jenjang kakinya dari bagian dalam hingga mencapai punggung
kakinya dan berakhir dengan teriakan tertahan yang disertai hentakan kakinya,
“Akhh..”
Kubalikan tubuhnya dan kini
jilatannya merayap naik dari bagian tumitnya menelusuri betis indahnya sedikit
ke bagian dalam, tidak kupaksa untuk membuka lipatannya namun terus naik hingga
ke punggung dan berakhir di sekitar tengkuknya yang mulus, disertai dengan bulu
kuduknya yang telah berdiri membuatku semakin gemas, sehingga gigitan sedikit
keras kuberikan padanya yang menambah sensasi nikmat, disertai dengan remasan
jemari lentiknya pada bantal yang sempat diraihnya untuk berbagi kenikmatan.
Puas bermain di punggungnya
kembali kubalikkan tubuhnya, sesaat mata kami sempat beradu pandang, terlihat
sayu tertutup perlahan dan menggodaku untuk mengecup lembut bibirnya. Kulumanku
mendapat balasan yang malu-malu dan segera kuterobos dengan lidahku untuk
mengait lidahnya sehingga pagutan lidahku bagaikan aliran listrik untuk
mencetuskan butiran keringat halus bagaikan tetesan embun di dahinya.
Perlahan namun pasti sambil
berpagutan tersebut kunaiki tubuh mungilnya dan Lily sempat melirik ke kaca
yang ada di lemari pakaian dan jelas nampak tubuh mungilnya sekarang berada
dibawah tubuhku yang tinggi besar, sensasi tersendiri melihat tubuhku menindih
tubuh mungilnya dimana baru kali ini dialaminya bahwa seorang pria yang bukan
suaminya tengah menindihnya dalam keadaan tubuh yang bugil, telanjang bulat.
Batanganku yang telah mengeras
tepat berada di atas perutnya dan ketika seluruh berat tubuhku telah
menindihnya jelas sekali kurasakan getaran tubuhnya laksana menggigil akibat
menahan birahi. Kulumanku belum kulepaskan dan lidahku terus bermain dengan
lidahnya dengan respon yang semakin menggila disertai lenguhan birahi.
Ketika kulepaskan pagutan liar
itu, segera ku buka lebar pahanya sehingga jelas terlihat ilalang hitam di
bagian bawah telah lepek dan tanpa rasa malu-malu lagi Lily jelas membentangkan
kakinya lebar-lebar, memberiku jalan untuk menerobos masuk. Namun tak kulakukan
itu, sebaliknya perlahan kubuka lipatan bibirnya sehingga nampak celah
memanjang bagaikan irisan roti dan diikuti dengan mengalirnya secara perlahan
cairan kental mirip lem anak SD.
Setelah kujilat 1-2 kali sapuan,
segera kuhisap kuat di antara celah yang terbuka itu dan segera kurasakan
beberapa cc cairan kental bening itu bagaikan benang yang ditarik dari sumur
paling dalam dibetot keluar, akibatnya..
“Mas..,” lengkingan tinggi Lily
disertai dengan hentakan berulang kali dari pinggulnya yang tertarik ke atas
dan kemudian berakhir dengan kekakuan pada tungkai kakinya selama beberapa saat
dan berakhir dengan selesainya hisapanku pada celah vaginanya.
Kubiarkan Lily yang telah
mencapai orgasme pertamanya, matanya masih tertutup rapat tak bergerak
menikmati gulungan birahi yang mulai mereda menyisakan kelelahan yang teramat
sangat. Sesaat kemudian belaian jari lentiknya yang mengusap wajahku
menyadarkanku dari lamunanku.
“Thanks yach.., Mas belum yach?”
tanyanya sendu merasa bersalah.
Segera kukembangan senyum manisku
yang menusuk kalbu, “Enak..,” tanyaku suatu pertanyaan bodoh yang seharusnya
tak perlu kutanyakan.
Anggukan halus dari Lily
membenarkan pertanyaanku dan segera kulanjutkan “Pernah diberikan oleh Mas
Indra?” selidikku untuk membandingkan kemampuanku.
Lily meraih penisku dan
mengocoknya perlahan. “Mas Indra tidak pernah membelai, dia lebih suka tembak
langsung dan itu juga nggak lama, sebentar juga keluar setelah itu tertidur
tapi..,” sahutnya memutus di tengah jalan.
“Kenapa?” tanyaku penasaran.
“Kalo besar sich lebih besar Mas
Indra, jadi tiap kali sakit sesudahnya. Mungkin kurang foreplay kali yach,”
sahutnya untuk memberikan alasan.
“Oh..,” sahutku yang yakin bahwa
apa yang kuberikan pasti lebih berkesan dibandingkan dengan Indra suaminya.
Buliran keringat halus di
keningnya dan sepanjang lehernya menggodaku untuk kembali menjilatnya dan kali
ini Lily mengelinjang geli. Namun tak kuperdulikan. Kujilat habis seluruh
buliran keringat di dahi dan sepanjang lehernya menelusuri uratnya kanan dan
kiri yang berkilau tertimpa sinar lampu dan tanpa terasa tubuhku yang besar
kembali menindihnya dan sempat terdiam tatkala kurasakan batanganku terjepit di
atas perutnya. Senyum penuh rasa malu berkembang di bibir Lily tatkala kedutan
penis kuberikan padanya sehingga jelas terasa di atas perutnya. Pagutan lidahku
kembali menghisap bibirnya disertai pilinan jari jemariku yang lincah bermain
di antara kedua putingnya.
“Mas.. jangan,” pekiknya terkejut
ketika kucoba untuk memasukkan penisku ke vaginanya.
“Iya dach.. aku bermain di depan
aja yach,” janjiku menenangkannya.
“Aku kocok saja yach,” pintanya
tergetar menahan birahi yang berusaha menerjang masuk oleh karena ujung kepala
penisku telah berhasil membuka bibir kemaluannya dan bergesek di muara
vaginanya. Aku menggeleng tanda tak setuju.
“Tapi jangan dimasukkan yach..
aku ngga mau merusak perkawinanku dengan Mas Indra, aku masih miliknya,”
rintihnya tertahan antara sadar dan nafsu.
“Aku janji dech,” sahutku
sekenanya oleh karena gesekan kepala penisku terus memberikan sensasi nikmat
yang tiada taranya.
Hisapanku pada kedua putingnya,
memaksa puting itu telah membesar sekitar 2 kali lipat dari semula, antara
bengkak dan juga rangsangan yang ada aku tak mempedulikan itu, namun permainan
lidahku di putingnya membawa kenikmatan tersendiri sehingga tanpa ada penolakan
lagi yang kuterima tahu-tahu seluruh batang penisku telah tertanam di rongga
vaginanya dan ketika Lily tersadar..
“Mas, kok dimasukkan, tadi
janjinya nggak masuk,” protesnya dengan nada pasrah.
“Tanggung Li.., aku bener-bener
nggak tahan,” kataku seraya mulai memompa.
Busyet bener dach otot-otot
vagina Lily, masih sangat kencang walaupun dia pernah melahirkan, ototnya masih
kencang sekali akibatnya tentu nikmat yang kurasakan ini bak bermain dengan
anak ABG saja. Hal sama juga dirasakan Lily bahwa dinding vaginanya masih ketat
sehingga ketika aku memompa, dia juga mengimbangi dengan goyangan pinggulnya
untuk menekan ke atas, saat kutusukan masuk sedalam-dalamnya, dan itu juga
dikombinasikan dengan kontraksi otot kegelnya yang sangat baik, sehingga yang
kurasakan dan kunikmati adalah empotan vagina yang luar biasa.
Irama genjotanku semakin kuat dan
menemukan iramanya dengan goyangan pinggul Lily, yang secara mencuri juga
memandang di dinding kaca sehingga saat ini jelas nampak tubuh mungilnya timbul
tenggelam di kasur busa mengikuti hentakan tubuhku. Buliran keringat sebesar
jagung telah membasahi tubuhku dan tubuh Lily yang menetes ke kasur busa dan
bantal, seiring dengan dengus nafasku yang terus berpacu ditimpali oleh
lenguhan dan rintihan Lily yang berkejaran.
Semakin lama kurasakan semakin
sempit liang vagina Lily, sehingga gesekan yang terjadi semakin mantap dan
ketika kulirik jelas terlihat lipatan bibir vagina Lily saat ini mengikuti
gerakan penisku, yang jelas menonjolkan urat darahnya berwarna kebiru-biruan
keluar masuk laksana mengurut batang penisku.
Secara refleks sekarang Lily
telah mengangkat secara maksimal kedua tungkainya ke atas untuk memaksimalkan
nikmat dunia yang kuberikan dan kubantu dengan mengangkat kakinya lebih tinggi
lagi dan meletakkannya dipundakku.
“Hhh.. hh..,” desisku seraya
menghunjam-hunjamkan penisku ke dalam liang vaginanya sedalam mungkin.
“Aak..,” desisan halusnya juga
tak kalah gencarnya mengiringi tingkatan birahi yang terus mendaki untuk
mencapai kepuasan tertinggi. Tak lama kemudian kurasakan rasa penuh, gatal dan
kurasakan adanya desakan dari dalam yang akan segera memuntahkan lahar sperma.
“Ugh.. ahh..,” pekik Lily tak
tertahankan disertai dengan kejangnya ke dua tungkai kakinya dan tentu saja
jepitan vagina itu menjadi maksimal sehingga akupun tidak tahan.
“Lily.. aku.. sampai,” teriakku
tanpa tertahankan disertai dengan hentakan kuat menghantam vaginanya.
Crot.. crot.., bendungan lahar
spermaku tak tertahankan lagi menyembur dengan dahsyatnya menghantam dinding
mulut rahim Lily. Luluh lantak rasanya tulang belulang di tubuh, sehingga tubuh
besarku bagaikan tak bertenaga ambruk menindih tubuh mungil Lily. Campuran
keringat kami berdua di atas permukaan kulit memberikan sensasi tersendiri,
sementara kesadaran kami juga hilang untuk sesaat.
Antara sadar dan tak sadar sempat
kulihat bayangan Ibu diuar pintu kamar sesaat sebelum terdengar pintu yang
ditutup, memang tadi pintu itu tidak tertutup rapat sich.
“Ibu yach?” tanya Lily
memandangku terkejut.
Aku tersenyum dan mengecup
keningnya dan membiarkan penisku untuk tetap berada di vagina Lily, sebaliknya
Lilypun membiarkan vaginanya untuk tetap menampung penisku dan kamipun tertidur
pulas karena kelelahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar