>>> SINGAPOREPOOLS <<<
ANGKA MAIN : 7 4 5 9
Top 2D : 07 14 25 38 47
Cadangan 2D : 59 67 74 87 95
TOP SHIO : Kelinci Anjing Ular
COLOK BEBAS : 4 7 9
AS : 0 1 2
KOP : 3 6 8
KEPALA : Besar / Ganjil
EKOR : Besar / Ganjil
Namaku Jackie dan tentunya bukan
nama asliku. Aku adalah pria yang kurang beruntung, karena sudah dua kali ingin
berniat untuk berkeluarga dan dua-duanya gagal. Aku berasal dari Indonesia,
tapi sudah lama sekali tinggal di negerinya “kanguru”. Dan atas saran
teman-teman, maka aku mensponsori seorang cewek dari Indonesia dengan niat
untuk menikah. Tapi setelah wanita itu mendapatkan izin tinggal tetap di negeri
ini, wanita itu meninggalkan aku. Begitu juga dengan yang kedua, yang berasal
dari Amerika Latin. Nah, karena rumah yang kumiliki ini mempunyai dua kamar dan
karena aku hanya tinggal sendiri sekaligus sudah kapok untuk mencari pasangan
lagi, maka kamar yang satunya aku sewakan pada seorang pelajar (cowok) dari
Jepang. Namanya Gamhashira. Gamha yang playboy ini sudah dua hari pulang ke
negerinya untuk berlibur setelah menamatkan SMA-nya.
Pada suatu sore di hari libur
(liburan dari kerja) aku buang waktu dengan main internet, lebih kurang satu
setengah jam bermain internet, tiba-tiba terdengar suara bel. Setengah kesal
aku hampiri juga pintu rumahku, dan setelah aku mengintip dari lubang kecil di
pintu, kulihat tiga orang gadis. Kemudian kubuka pintu dan bertanya (maaf
langsung aku terjemahkan saja ke bahasa Indonesia semua percakapan kami),
“Bisa saya bantu?” kataku kepada
mereka.
“Maaf, kami sangat mengganggu,
kami mencari Gamha dan sudah satu jam lebih kami coba untuk telepon tapi
kedengarannya sibuk terus, maka kami langsung saja datang.”
Yang berwajah Jepang nyerocos
seperti kereta express di negerinya.
“Oh, soalnya saya lagi main
internet, maklumlah soalnya hanya satu sambungan saja telepon saya,” jawabku.
“Memangnya kalian tidak tahu
kalau si Gamha sedang pulang kampung dua hari yang lalu?” lanjutku lagi.
Kali ini yang bule berambut
sebahu dengan kesal menjawab, “Kurang ajar si Gamha, katanya bulan depan
pulangnya, Jepang sialan tuh!”
“Eh! Kesel sih boleh, tapi jangan
bilang Jepang sialan dong. Gua tersinggung nih,” yang berwajah Jepang protes.
“Sudahlah, memang belum rejeki
kita dijajanin sama si Gamha,” sekarang bule bermata biru nyeletus.
Dengan setengah bingung karena
tidak mengerti persoalannya, kupersilakan mereka untuk masuk. Mulanya mereka
ragu-ragu, akhirnya mereka masuk juga. “Iya deh, sekalian numpang minum,” kata
bule yang berambut panjang masih kedengaran kesalnya.
Setelah mereka duduk, kami
memperkenalkan nama kami masing-masing.
“Nama saya Jacky,” kataku.
“Khira,” kata yang berwajah
Jepang (dan memang orang Jepang).
Yang berambut panjang menyusul, “Emily,”
(Campuran Italia dengan Inggris).
“Saya Eve,” gadis bermata biru
ini asal Jerman.
“Jacky, kamu berasal dari mana?”
lanjutnya.
“Jakarta, Indonesia,” jawabku
sambil menuju ke lemari es untuk mengambilkan minuman sesuai permintaan mereka.
Sekembalinya saya ke ruang tamu
dimana mereka duduk, ternyata si Khira dan Eve sudah berada di ruang komputer
saya, yang memang bersebelahan dengan ruang tamu dan tidak dibatasi apa-apa.
“Aduh, panas sekali nich?!” si
Emily ngedumel sambil membuka kemeja luarnya.
Memang di awal bulan Desember
lalu, Australia ini sedang panas-panasnya. Aku tertegun sejenak, karena
bersamaan dengan aku meletakkan minuman di atas meja, Emily sudah melepaskan
kancing terakhirnya. Sehingga dengan jelas dapat kulihat bagian atas bukit putih
bersih menyembul, walaupun masih terhalangi kaos bagian bawahnya. Tapi
membuatku sedikit menelan ludah. Tiba-tiba aku dikejutkan dengan suara si Eve,
“Jacky, boleh kami main
internetnya?”
“Silakan,” jawabku.
Aku tidak keberatan karena aku
membayar untuk yang tidak terbatas penggunaannya.
“Mau nge-chat yah?” tanyaku
sambil tersenyum pada si Emily.
“Ah, paling-paling mau lihat
gambar gituan,” lanjut Emily lagi.
“Eh, kaliankan masih di bawah
umur?” kataku mencoba untuk protes.
“Paling umur kalian 17 tahun
kan?” sambungku lagi.
Khira menyambut, “Tahun ini kami
sudah 18 tahun. Hanya tinggal beberapa bulan saja.” Aku tidak bisa bilang
apa-apa lagi. Baru saja aku ngobrol dengan si Emily, si Eve datang lagi
menanyakan, apa saya tahu site-nya gambar “gituan” yang gratis. Lalu sambil
tersenyum saya hampiri komputer, kemudian saya ketikkan salah satu situs seks
anak belasan tahun gratis kesukaanku. Karena waktu mengetik sambil berdiri dan
si Khira duduk di kursi meja komputer, maka dapat kulihat dengan jelas ke bawah
bukitnya si Khira yang lebih putih dari punyanya si Emily. Barangku terasa
berdenyut. Setengah kencang. Setelah gambar keluar, yang terpampang adalah
seorang negro sedang mencoba memasuki barang besarnya ke lubang kecil milik
gadis belasan. Sedangkan mulut gadis itu sudah penuh dengan barang laki-laki
putih yang tak kalah besar barangnya dengan barang si negro itu. Terasa
barangku kini benar-benar kencang karena nafsu dengan keadaan. Si Emily
menghampiri kami berada, karena si Eve dan Khira tertawa terbahak-bahak melihat
gambar itu. Aku mencoba menghindar dari situ, tapi tanpa sengaja sikut Khira
tersentuh barangku yang hanya tertutup celana sport tipis. Baru tiga langkah
aku menghindar dari situ, kudengar suara tawa mereka bertambah kencang,
langsung aku menoleh dan bertanya, “Ada apa?” Eve menjawab, “Khira bilang,
sikutnya terbentur barangmu,” katanya.
Aku benar-benar malu dibuatnya.
Tapi dengan tersenyum aku menjawab, “Memangnya kenapa, kan wajar kalau saya
merasa terangsang dengan gambar itu. Itu berarti aku normal.” Kulihat lagi
mereka berbisik, kemudian mereka menghampiriku yang sedang mencoba untuk
membetulkan letak barangku. Si Eve bertanya padaku sambil tersipu,
“Jacky, boleh nggak kalau kami
lihat barangmu?”
Aku tersentak dengan pertanyaan
itu.
“Kalian ini gila yah, nanti aku
bisa masuk penjara karena dikira memperkosa anak di bawah umur.”
(Di negeri ini di bawah 18 tahun
masih dianggap bawah umur).
“Kan tidak ada yang tahu, lagi
pula kami tidak akan menceritakan pada siapa-siapa, sungguh kami janji,” si
Emily mewakili mereka.
“Please Jacky!” sambungnya.
“Oke, tapi jangan diketawain
yah!” ancamku sambil tersenyum nafsu.
Dengan cepat kuturunkan celana
sport-ku dan dengan galak barangku mencuat dari bawah ke atas dengan sangat
menantang. Lalu segera terdengar suara terpekik pendek hampir berbarengan.
“Gila gede banget!” kata mereka
hampir berbarengan lagi.
“Nah! Sekarang apa lagi?”
tanyaku.
Tanpa menjawab Khira dan Emily
menghampiriku, sedangkan Eve masih berdiri tertegun memandang barangku sambil
tangan kanannya menutup mulutnya sedangkan tangan kirinya mendekap
selangkangannya. “Boleh kupegang Jack?” tanya Khira sambil jari telunjuknya
menyentuh kepala barangku tanpa menunggu jawabanku. Aku hanya bisa menjawab,
“Uuuh..” karena geli dan nikmat oleh sentuhannya. Sedang Eve masih saja
mematung, hanya jari-jari tangan kirinya saja yang mulai meraih-raih sesuatu di
selangkangannya. Lain dengan Emily yang sedang mencoba menggenggam barangku,
dan aku merasa sedikit sakit karena Emily memaksakan jari tengahnya untuk
bertemu dengan ibu jarinya. Tiba-tiba Emily, hentikan kegiatannya dan bertanya
padaku, “Kamu punya film biru Jack?” Sambil terbata-bata kusuruh Eve untuk
membuka laci di bawah TV-ku dan minta Eve lagi untuk masukan saja langsung ke
video.
Waktu mulai diputar gambarnya
bukan lagi dari awal, tapi sudah di pertengahan. Yang tampak adalah seorang
laki-laki 60 tahun sedang dihisap barangnya oleh gadis belasan tahun. Kontan
saja si Eve menghisap jarinya yang tadinya dipakai untuk menutup mulut
sedangkan jari tangan kirinya masih kembali ke tugasnya. Pandanganku sayup, dan
terasa benda lembut menyapu kepala barangku dan benda lembut lainnya menyapu
bijiku. Aku mencoba untuk melihat ke bawah, ternyata lidah Khira di bagian kepala
dan lidah Emily di bagian bijiku.
“Uuh.. sshh.. uuhh.. sshh..” aku
merasa nikmat.
Kupanggil Eve ke sampingku dan
kubuka dengan tergesa-gesa kaos dan BH-nya. Tanpa sabar kuhisap putingnya dan
segera terdengar nafas Eve memburu.
“Jacky.. oohh.. Jacky.. teruss..
oohh..” nikmat Eve terdengar.
Kemudian terasa setengah barangku
memasuki lubang hangat, ternyata mulut Khira sudah melakukan tugasnya walaupun
tidak masuk semua tapi dipaksakan olehnya.
“Slep.. slep.. chk.. chk..”
Itulah yang terdengar paduan
suara antara barangku dan mulut Khira. Emily masih saja menjilat-jilat bijiku.
Dengan kasar Eve menarik kepalaku
untuk kembali ke putingnya. Kurasakan nikmat tak ketulungan. Kuraih bahu Emily
untuk bangun dan menyuruhnya untuk berbaring di tempat duduk panjang. Setelah
kubuka semua penghalang kemaluannya langsung kubuka lebar kakinya dan wajahku
tertanam di selangkangannya.
“Aaahh.. Jacky.. aahh.. enak
Jacky.. teruskan.. aahh.. teruss Jacky!” jerit Emily.
Ternyata Eve sudah bugil,
tangannya dengan gemetar menarik tanganku ke arah barangnya. Aku tahu
maksudnya, maka langsung saja kumainkan jari tengahku untuk mengorek-ngorek
biji kecil di atas lubang nikmatnya. Terasa basah barang Eve, terasa menggigil
barang Eve.
“Aaahh..” Eve sampai puncaknya.
Aku pun mulai merasa menggigil
dan barangku terasa semakin kencang di mulut Khira, sedangkan mulutku belepotan
di depan barang Emily, karena Emily tanpa berteriak sudah menumpahkan cairan
nikmatnya. Aku tak tahan lagi, aku tak tahan lagi, “Aahh..” Sambil meninggalkan
barang Emily, kutarik kepala Khira dan menekannya ke arah barangku. Terdengar, “Heerrkk..”
Rupanya Khira ketelak oleh barangku dan mencoba untuk melepaskan barangku dari
mulutnya, tapi terlambat cairan kentalku tersemprot ke tenggorokannya.
Kepalanya menggeleng-geleng dan tangannya mencubit tanganku yang sedang menekan
kepalanya ke arah barangku. Akhirnya gelengannya melemah Khira malah memaju
mundurkan kepalanya terhadap barangku. Aku merasa nikmat dan ngilu sekali,
“Sudah.. sudah.. aku ngiluu.. sudah..” pintaku. Tapi Khira masih saja
melakukannya. Kakiku gemetar, gemetar sekali. Akhirnya kuangkat kepala Khira,
kutatap wajahnya yang berlumuran dengan cairanku. Khira menatapku sendu, sendu
sekali dan kudengar suara lembut dari bibirnya, “I Love you, Jacky!” aku tak
menjawab. Apa yang harus kujawab! Hanya kukecup lembut keningnya dan berkata,
“Thank you Khira!”
Rasa nikmatku hilang seketika,
aku tak bernafsu lagi walaupun kulihat Eve sedang memainkan klitorisnya dengan
jarinya dan Emily yang ternganga memandang ke arahku dan Khira. Mungkin Emily
mendengar apa yang telah diucapkan oleh Khira. Demikianlah, kejadian demi
kejadian terus berlangsung antara kami. Kadang hanya aku dengan salah satu dari
mereka, kadang mereka berdua saja denganku. Aku masih memikirkan apa yang telah
diucapkan oleh Khira. Umurku lebih 10 tahun darinya. Dan sekarang Khira lebih
sering meneleponku di rumah maupun di tempat kerjaku. Hanya untuk mendengar
jawabanku atas cintanya. Dan belakangan aku dengar Eve dan Emily sudah jarang
bergaul dengan Khira.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar