>>> SINGAPOREPOOLS <<<
ANGKA MAIN : 4 2 6 0
Top 2D : 06 12 24 34 42
Cadangan 2D : 54 60 72 86 94
TOP SHIO : kuda Babi Tikus
COLOK BEBAS : 0 2 6
AS : 1 3 5
KOP : 7 8 9
KEPALA : Besar / Genap
EKOR : Kecil / Genap
Aku sebenarnya tidak tega menagih
utang pada kawanku yang satu ini. Namun, karena keadaanku juga sangat mendesak,
aku memberanikan diri dengan harapan temanku bisa membayar; minimal separuhnya
dulu. Sayang sekali, Darta, kawanku yang baru menikah enam bulan yang lalu ini,
tak bisa membayar barang sedikit pun. Memang aku mengerti keadaannya. Ia
menikah pun karena desakan orang tua Mila, yang kini jadi istrinya. Darta
sendiri, sampai saat ini belum punya pekerjaan.
Karena hari sudah larut, aku tahu
diri, segera permisi pada Darta.
“Gua jadi enggak enak nih..”
“Sudahlah Ta. Gua gak apa-apa
koq. Gua cuma nyoba aja, barangkali ada,” aku menukasnya, takut membuatnya jadi
beban pikiran.
“Ma, gua mau bisikin sesuatu..’
tiba-tiba Darta mendekatkan mulutnya ke arah telingaku. Dan aku benar-benar
terkejut, ketika Darta menawarkan istrinya untuk kutiduri.
“Gila lu.. Sialan..” ucapku.
“Sstt.. Jangan berisik. Gua juga
kan ingin balas budi sama elu. Soalnya eu udah banyak berbuat baik sama gua.
Gak ada salahnya kan, kalau kita saling berbagi kesenangan..” begitulah ucap
Darta dengan serius.
Memang diam-diam sudah sejak lama
aku selalu memperhatikan Mila. Bahkan aku pun memuji Darta, bisa mendapatkan
gadis secantik Mila. Selain posturnya yang tinggi, Mila memiliki kulitnya yang
putih dan mulus. Tubuhnya menggairahkan. Memang selalu terbungkus rapat, dengan
baju yang longgar. Namun aku dapat membayangkan, betapa kenyalnya tubuh Mila.
Baru melihat wajah dan jemari
tangannya pun, aku memang suka langsung berpantasi; membayangkan Mila jika
berada di hadapanku tanpa busana. Lalu Mila kugumuli dengan sesuka hati. Namun
untuk berbuat macam-macam, rasanya kubuang jauh-jauh. Karena aku sangat tahu,
Mila itu orang baik-baik, dan keturunan orang baik-baik pula. Lihat saja
penampilannya, yang selalu terbungkus sopan dan rapi.
“Lu serius, Ta? Bagaimana dengan
Mila? Apa dia mau?” aku pun akhirnya mulai terbuka.
“Kita pasang strategi, donk!
Kalau secara langsung, jelas istri gua kagak bakalan mau,” jawabnya.
“Gimana caranya?” aku penasaran.
Darta kembali membisikan lagi
rencana gilanya. Aku memang sangat menginginkan hal itu terjadi. Sudah
kubayangkan, betapa nikmatnya bersetubuh dengan perempuan aduhai seperti Mila.
“Mila..! Mila..! Milaa..!” Darta
memanggil istrinya.
Dan tanpa selang waktu lama, Mila
ke luar dari dalam kamarnya dengan dandanan yang tetap rapat.
“Ada apa, Bang?” tanya Mila.
“Tolong belikan rokok ke
warung..!” kata Darta sambil merogoh uang ribuan ke dalam sakunya.
“Baik, Bang,” Mila menerima uang
itu, lalu ke luar.
Darta segera menyuruhku masuk ke
dalam kamarnya, seraya masuk ke kolong ranjang. Aku mau saja, berbaring di
tembok dingin, di bawah ranjang. Lalu Darta ke luar lagi. Pintu kamar, tampak
masih terbuka.
Tidak lama kemudian, terdengar
suara Mila yang datang. Mereka bercakap-cakap di ruang tamu. Dan Darta
mengatakan kalau aku sudah pulang, karena ada ditelepon sama bos-ku. Mila
kedengarannya tidak banyak tanya. Dia tak terlalu mempedulikan kehadiranku.
Hingga suara pintu yang dikunci pun, bisa terdengar dengan jelas.
Kulihat dua pasang kaki memasuki
kamar. Pintu ditutup. Dikunci pula. Bahkan termasuk lampu pun dimatikan,
sehingga mataku tak melihat apa-apa lagi. Yang kudengar hanya suara ranjang
yang berderit dan suara kecupan bibir, entah siapa yang mengecup. Lalu ada juga
yang terdengar suara seleting celana, dan nafas Mila yang mulai tak beraturan.
Pluk, pluk, pluk.. Sepertinya pakaian mereka mulai dilemparkan ke lantai, satu
persatu.
“Emh.. Ah.. Uh.. Oh..” Jelas, itu
suara milik Mila.
“Euh.. He.. Euh..” nah kalau itu,
suara Darta.
Tampaknya mereka sudah mulai
bercumbu dengam hebatnya. Ranjang pun sampai bergoyang-goyang begitu dahsyat.
“Emh.. Akh.. Ayo Bang.. Aduuh
ss..” suara Mila membuat nafasku bergerak lebih kencang dari biasanya.
Aku bisa merasakan, Mila sedang
ada dalam puncak nafsunya. Aku sudah tidak tahan mendengar suara dengusan nafas
kedua insan yang tengah memadu berahi ini. Hingga aku mulai membuka celanaku,
bajuku dan celana dalamku. Aku sudah telanjang bulat. Lalu aku bergerak
perlahan, ke luar dari tempat persembunyian, kolong tempat tidur.
Meski keadaan sangat gelap, namun
aku masih bisa melihat dua tubuh yang bergumul. Terutama tubuh Mila, yang putih
mulus. Darta sudah memasukan penisnya, dan sedang memompanya turun naik,
diiringi desahan nafas yang tersengal-sengal. Konvensional. Mila sepertinya
lebih menikmati berada di posisi bawah, sambil kedua tangannya memeluk erat
tubuh Darta, dan kakinya menjepit pantat Darta. Aku mulai tidak tahan.
Tiba-tiba Darta semakin
mempercepat pompaannya. Ranjang bergoyang lebih ganas lagi. Dan suara erangan
tertahan Mila semakin menjadi-jadi.
“Emh, emh, emh, emh.. Ah.. Oh..”
Hanya itu yang keluar dari mulut Mila, karena mulutnya disumpal oleh mulut
Darta. Dan akhirnya.
“Agh.. Agh..!” suara Darta
mengakhiri pendakian itu.
Namun tampaknya Mila belum
selesai. Terbukti, kakinya masih menyilang erat, mengunci paha Darta, agar tak
segera mencabut penisnya. Tetapi apa hendak dikata, Darta sudah lemas. Ia
tergolek dengan nafas yang lemah-lunglai.
Kesempatan inilah, saatnya aku
harus masuk. Demikian yang direncanakan Darta tadi. Maka tanpa ragu lagi, aku
segera melompat ke atas ranjang. Meraih tubuh Mila dan langsung menindihnya.
Tentu saja Mila terpekik kaget.
“Siapa Kau..! Kurang ajar..!
Pergi..! Ke luar..! jangan..! setaan..!” Mila berontak. Ia sangat marah
tampaknya.
“Mila, aku punya hutang pada
kawanku. Berilah ia sedikit kesempatan..” Darta yang menjawab, sambil mengelus
rambutnya.
“Biadab..! Aku tidak mau..!
Lepaskan..! bangsat..!” Mila mendorong tubuhku.
Namun karena nafsuku sudah
memuncak, aku tak mungkin menyerah. Kutekan lebih keras tubuhnya, sambil
tanganku berusaha menuntun agar penisku segera masuk. Mila tetap meronta. Mila
berkali-kali meludahi mukaku. Tetapi aku diam-diam menikmatinya. Bahkan
ludahnya malah kusedot dari bibirnya, dan kutelan.
Meskipun liang vagina Mila sudah
licin, namun penisku tetap agak seret untuk segera menembusnya. Mila terpekik,
ketika aku menekan dan memaksakannya sekaligus. Bles..! Akhirnya masuk juga.
Kudiamkan beberapa saat, karena aku ingin mencumbu dulu bibirnya. Mila tetap
berontak, sampai akhirnya kehabisan tenaga. Akhirnya ia hanya diam.
Kurasakan ada air mata yang
mengalr dari kedua kelopak matanya. Tetapi aku semakin bernafsu. Kuremas-remas
payu daranya yang ternyata memang cukup besar dan begitu kenyal. Lalu aku mulai
memompa penisku. Mila terpekik kembali. Kasihan juga, aku melihatnya. Sehingga
aku bergerak perlahan-lahan, sampai akhirnya vagina Mila bisa beradaptasi
dengan penisku. Mila tidak bereaksi. Ia diam saja. Namun aku sangat
menikmatinya.
Walaupun Mila diam, tentunya jauh
lebih nikmat dari pada melakukannya dengan patung. Aku terus memompanya, sampai
napasku mulai ngos-ngosan. Kucoba menyalurkan nafasku ke arah telinga Mila. Dan
hasilnya cukup bagus. Lama kelamaan, di sela isakan tangisnya, diam-diam
kurasakan vaginanya diangkat, seakan Mila ingin menerima hunjaman penisku lebih
dalam. Tentu saja aku semakin bersemangat. Kupompa lebih cepat lagi. Tiba-tiba
isakan tangisnya berhenti, diganti dengan nafasnya yang kian memburu. Dan yang
lebih mengagetkan lagi, kakinya tiba-tiba mengunci pantatku. Aku tersenyum,
sambil mencumbui telinganya.
“Kau menikmatinya, sayang?”
bisikku.
“Diam..!” dia membentakku. Namun
aku yakin, Mila hanya tidak mau mengakui kekalahan dirinya. Buktinya, ketika
penisku kucabut, Mila menekan pantatku. Tangannya pun memeluk tubuhku, agar aku
merapatkannya kembali.
Lalu ada suara erangan dari
bibirnya yang tertahan. Bersamaan erangan itu, kedua kakinya semakin erat
menekan pantatku. Dan vaginanya ditekan pula ke atas. Aku pun sangat
terangsang. Hingga detik-detik akhir pun akan segera tiba. Kupeluk erat pula
tubuh Mila. Kugenjot lebih cepat dan lebih keras. Sampai akhirnya tiba pada
genjotan yang terakhir. Aku tekan sangat kuat. Kugigit pelan lehernya.
“Agh.. Agh.. Agh..” Maniku keluar
di dalam vaginanya. Begitupun Mila.
“Akh.. Akh.. Akh.. Ss..”
begitulah yang keluar dari mulut Mila.
Lalu kemudian Mila mendorong
tubuhku dan seakan menyesali dan tak mau lagi bersentuhan denganku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar