>>> SINGAPOREPOOLS <<<
ANGKA MAIN : 1 5 7 4
Top 2D : 01 15 27 34 41
Cadangan 2D : 55 67 74 81 95
TOP SHIO : Babi Naga Kelinci
COLOK BEBAS : 1 5 7
AS : 0 2 3
KOP : 6 8 9
KEPALA : Besar / Ganjil
EKOR : Kecil / Genap
Malam semakin gelap saat aku menempuh perjalanan pulang dari
Pekalongan dengan mengendarai mobil kantor. Terpaksa aku menyetir sendiri
karena bosku akhirnya memutuskan untuk tinggal beberapa hari di sana.
Bosku saat ini sedang ingin mencoba membuka bisnis baru,
yaitu bisnis batik pekalongan. Konon katanya batik Pekalongan kualitasnya bagus
dan harganya terjangkau. Makanya dia bela-belain tinggal di sana beberapa hari
sambil mencari produsen batik yang bisa diajak kerja sama. Tadinya tugasku
adalah mengawal kemanapun ia pergi. Namun karena dia memiliki saudara di sana,
akhirnya aku disuruh pulang ke Jakarta.
Aku melirik jam, hmmmm masih jam 9 malam dan aku baru sampai
Indramayu. Wah, sampai Jakarta jam berapa nih, pikirku. Mataku pun sudah tidak
bersahabat, seperti dikasih lem. Dengan kondisi seperti ini kupikir tidak akan
mungkin melanjutkan perjalanan sampai Jakarta, karena malah akan berbahaya.
Kuputuskan harus mencari tempat istirahat. Lalu laju mobil pun mulai
kupelankan, dan mataku mulai menyapu ke tepian jalan barangkali ada tempat
istirahat atau rumah makan yang nyaman.
Kemudian mataku tertuju pada sebuah rumah (kupikir itu rumah
makan) berdinding warna hijau toska dengan halaman yang agak luas dan ditutupi
oleh rumput Jepang. Hmm, film semi full sepertinya tempatnya enak, ada tempat
parkir mobilnya lagi. Aku pun segera membelokkan mobil dan kuparkir tepat di
depan rumah itu.
Di terasnya kulihat sedang duduk 4 orang wanita dengan
pakaian yang cukup sexy. Aku masih belum berpikir yang aneh-aneh waktu itu.
Yang terpenting bagiku saat ini adalah beristirahat dan melepas lelah setelah
menempuh perjalanan yang cukup jauh.
Saat aku berjalan ke arah teras, salah seorang dari mereka
menghampiriku dengan gaya yang centil dan manja,
“Cari apa, A’?”
Mataku yang sedari tadi sudah cukup mengantuk sontak saja
langsung melebar lagi. Perempuan itu kira-kira berusia 35 tahunan mengenakan
kaus ketat berbelahan dada rendah warna merah yang sepertinya sengaja untuk
menonjolkan aset miliknya itu, dipadu dengan bawahan rok jeans pendek. Sekilas
kulihat 2 tonjolan di sana seperti terjepit ingin meronta keluar, dengan
belahan yang masih indah di tengahnya. Kulitnya kuning langsat meskipun otot di
bagian lengan sudah mulai sedikit mengendur.
Mandapati pemandangan seperti itu, aku menjadi
tergagap-gagap,
“Emm.. anu… mmmm, mau cari makan. Laper nih dari tadi siang
belom makan. Sama mau istirahat dulu, pegel dari tadi nyetir melulu.”
“Ayuk atuh, A’. Masuk dulu, di dalem masih ada makanan kok.
Santai dulu aja A’. Kalo pegel-pegel, kita juga bisa mijitin kok.” tangannya
langsung menggandengku dan menempelkan payudaranya ke lenganku sembari
tersenyum nakal.
Ah, kurasakan sesuatu yang kenyal menjepit lenganku. Aku
jadi menebak-nebak berapa ukuran bra nya. Bah, konyol sekali ngapain juga
nebak-nebak, pikirku. Nikmati saja keadaan ini.
Bagai kerbau dicucuk hidungnya aku menurut. Saat berjalan ke
dalam, mataku masih sempat melirik 3 orang lagi yang sedang duduk di teras.
Gadis pertama berkulit sawo matang, tubuhnya langsing
berumur sekitar 20 an tahun, memakai kaus you can see berwarna putih dan di
luarnya memakai kemeja bermotif kotak-kotak dengan kancing bagian atas
dibiarkan terbuka. Dia memakai celana jeans pendek yang sudah belel, alias
banyak lubangnya. Wajahnya sih biasa-biasa saja, tapi kupikir senyumnya manis
juga.
Dengan Panas Gadis
yang kedua bertubuh agak chubby, rambutnya dia gelung ke atas menonjolkan
nuansa tengkuknya yang putih itu. Memakai baju terusan bermotif batik dengan
model babby doll. Sepertinya umurnya sekitar 28-30 tahun. Dia pun melemparkan
senyuman kepadaku.
Gadis yang ketiga, tubuhnya tidak terlalu gemuk namun padat
berisi, memakai kaus tank top warna pink dan rok pendek bermotif bunga.
Rambutnya sepunggung model shaggy dibiarkannya tergerai. Sempat kulirik, ada
tonjolan kecil di dadanya, wah sepertinya dia tidak memakai BH. Tubuhnya putih
mulus tanpa cela, dengan tonjolan yang nyaris sempurna, proporsional dengan
tubuhnya yang sintal itu. Wajahnya manis tipikal orang Sunda. Bibirnya yang
tipis pun mengumbar senyuman kepadaku.
Sampai di dalam aku pun memilih menu ayam goreng dengan
sambal dan lalapan. Aku makan dengan lahapnya, karena perutku memang sudah
kelaparan sejak tadi siang. Selesai makan aku pun minum segelas teh hangat yang
sudah kupesan sebelumnya.
Akhirnya bisa terbayar juga rasa lapar yang sudah melilitku
sejak tadi siang. Ketika aku sedang menikmati aktivitas santaiku, si tante
menawariku sesuatu, “Si Aa’ capek? Kita juga sedia jasa pijit loh. Tinggal
pilih saja sama siapa. Tuh, teteh punya 3 anak buah yg siap melayani. Aa’
tinggal pilih aja.” katanya dengan nada manja.
What? Seumur-umur aku belum pernah dipijit terutama oleh
wanita yang belum aku kenal. Tapi baiklah, apa salahnya mencoba, begitu
pikirku.
“Mmmm emang berapa tarifnya? Mahal ga?”
“Ah, si Aa’ bisaan. Tenang aja A’, yang penting mah Aa’
puas. Ini juga mumpung lagi promo.” jawab si teteh genit.
“Promo? Kaya swalayan aja, pake promo segala. Ya udah, aku
pilih satu ya. Bebas nih milihnya?”
“Iya pilih aja tuh yang diluar. Kalo yang kurus namanya
Hana, kalo yang agak gemuk namanya Rosma, nah kalo yang satunya lagi namanya
Santi, tapi dia masih baru dan belum begitu pengalaman.” katanya sambil
senyum-senyum nakal.
Hmm, dari awal aku sudah begitu tertarik dengan gadis yang
bernama Santi ini, dia memiliki proporsi tubuh yang pas, serta payudara yang
aduhai. Usianya yang masih belia semakin mambuat penasaran orang yang
melihatnya. Aku sudah tidak sabar untuk merasakan pijitannya, ah pasti nyaman
sekali ketika tangan mungil nan halus itu memijit tubuhku.
“Kalo gitu aku pilih si Santi, Teh.” jawabku mantab.
Si teteh pun segera memberi kode kepada Santi. Dan tanpa
harus menunggu lama Santi telah menggamit lenganku dan mengajakku ke dalam
salah satu kamar yang tersedia.
Kamar itu tidak terlalu besar dengan penerangan sebuah lampu
kecil yang memberikan sensasi remang-remang. Di tengahnya terdapai dipan yang
tertutup oleh kasur dan dilapisi seprai. Disudut ruangan ada meja dan bangku
kecil yang didepannya tergantung sebuah kaca. Menurutku kamar ini cukup bersih
dan nyaman. Ketika masuk ke dalamnya aku disambut oleh wangi aroma yang aku
juga tidak tahu pasti apa itu. Tapi aroma itu telah membuatku rileks dan
nyaman.
Ketika aku masih termangu melihat keadaan sekeliling, suara
Santi yang lembut mengejutkanku.
“Ayo atuh A’, jadi pijit ga? Kok malah bengong di pintu
aja?”
“Eh, iya ya… Oke… Oke…” aku pun segera mengambil posisi di
tempat tidur.
“Bajunya dibuka dulu atuh A’. Masa pijit masih pake baju
begitu.” kata Santi dengan manja.
Ya, tentu saja. Betapa bodohnya aku, apa yang akan dipijit
jika aku masih mengenakan bajuku? Segera saja kulepas kemeja dan kaos dalamku,
kemudian dengan telaten tanpa perlu disuruh Santi mengambil lalu
menggantungkannya di balik pintu yang telah ia tutup sebelumnya.
“Punten A’, celana panjangnya dilepas juga atuh. Nanti Santi
susah mijitnya kalo masih pake celana begitu.”
Wow, aku kaget. Masalahnya aku hanya menggunakan boxer di
balik celana panjangku. Masih ada sedikit rasa risih untuk hanya mengenakan boxer
di depan gadis manis yang belum aku kenal ini. Namun saat aku menatap wajah
manis nan sensual serta melirik sedikit ke bawah lehernya di mana tergantung
dua buah gundukan padat serta berisi itu, akal sehatku terkalahkan. Akhirnya
kulepas juga celana panjangku dengan dibantu olehnya.
Dia pun mulai memijit ringan dari mulai bawah kakiku. Dia
mengendurkan otot-otot kakiku yag sudah pegal karena menginjak pedal seharian.
Dari kaki, dia beralih ke leher kemudian turun menuju punggung. Tanganku pun
tak lupa ia relaksasi.
“Wah, si Aa’ ototnya pada kaku semua ya? Pasti pegel-pegel
semua ya A’?” tanyanya lembut.
“Iya nih, habis nyetir seharian. Jadinya pada kaku semua.”
“Tenang aja A’, serahkan sama Santi pasti semuanya akan
beres.” jawabnya menggoda.
Dia lalu menuangkan sedikit lotion di tangannya lalu dia
balurkan ke punggung dan mulai mengurutnya. Ah, nyaman sekali rasanya ketika
tangan mungil nan halus itu mulai menyapu punggungku dari atas sampai hampir
pada bokongku. Penat yang dari tadi pagi kurasakan seolah perlahan-lahan mulai
sirna.
Cerita Seks Menikmati Gadis Seks Bayaran Dengan Panas Selesai dengan punggung, dia lanjutkan dengan
kakiku. Dia mulai mengurut otot kaki bagian bawah. Dari telapak kaki dia mulai
bergerak ke atas menuju paha. Ketika mengurut pada pangkal pahaku, entah
sengaja atau tidak sesekali dia menyentuh kedua bolaku. Aku pun sedikit
terkejut, namun sepertinya dia menanggapinya dengan biasa.
“A’, ayo coba balik badan, saya mau mengurut leher dan
bagian depan Aa’.” dia memintaku penuh kelembutan.
Aku pun segera menurutinya, kubalik badanku sehingga
sekarang dalam posisi berbaring. Dia mulai mengusapi badanku dengan lotion.
Saat itu baru kusadari bahwa dia sangat manis, dengan payudara yang
bergoyang-goyang saat dia mengusap badanku dengan lotion.
Tiba-tiba tanpa diduga dia duduk diatas perutku, dan mulai
mengurut leherku. Bagiku berat tubuhnya bukan masalah, namun sensasi yang
kurasakan itu lumayan meresahkanku, mengingat aku belum pernah melakukan hal
ini dengan wanita lain. Tapi aku hanya diam saja dan menikmati keadaaan ini.
Mataku tak lepas dari dua buah bukit kembar yang sedari tadi bergoyang-goyang
menantang, dan tampaknya dia mulai menyadari kalau aku memperhatikannya.
Bukannya risih namun dia malah mengambil tanganku, mengurutnya,
sambil menempelkan punggung tanganku ke dadanya. Wow, kurasakan sesuatu yang
masih kenyal dan kencang di sana, dan hal itu memicu hormon testosteronku
meroket. Kemaluanku yang dari tadi sudah setengah menegang menjadi full
erection. Selesai mengurut tangan kananku, dia pun melanjutkan dengan tangan
kiriku dan masih dengan cara yang sama.
Tanpa sadar tangan kananku mulai memegang-megang sambil
sedikit meremas payudara yang masih padat itu.
“Ih, Aa’ nakal deh. Kenapa atuh A’? Suka ya?” jawabnya nakal.
“Aku gemes banget ngeliatnya. Masih bagus banget ya? Boleh
lihat ga? Aku penasaran nih.” entah setan mana yang merasukiku hingga aku
berani berkata demikian.
Sepertinya urat maluku sudah putus. Tanpa kuduga, dia pun
segera melepas tank top-nya, sehingga kali ini kulihat dengan jelas dua bukit
kembar itu bergantung dekat sekali dengan wajahku. Tanganku pun segera
menangkapnya, bermain-main, serta memilin-milin lembut puting yang masih
terbilang kecil itu. Perlahan namun pasti puting kecil yang berwarna coklat
kehitaman itu pun mengeras, dan payudara yang masih ranum itu mulai mengencang.
Cerita Seks Menikmati Gadis Seks Bayaran Dengan Panas Santi mulai gelisah, wajahnya mulai memerah.
Tanpa dia sadari, dia semakin bergeser ke arah bawah dari tubuhku. Dia terkejut
ketika pantatnya menyenggol sesuatu yang sudah mengeras dari tadi. Lalu
kurengkuh dia ke dalam pelukanku, kudaratkan ciuman di bibirnya yang lembut itu.
Lidahku mulai menyapu bibirnya dan memaksa masuk ke dalam mulutnya. Di dalam
mulutnya sudah menunggu lidahnya yang rupanya sudah siap bertarung dengan
lidahku. Kami pun saling memagut satu sama lain. Tanganku terus bergerilya dan
mulai menurunkan rok pendeknya hingga kini dia hanya mengenakan celana dalam
saja.
Dari mulut aku bergerak menuju lehernya yang jenjang,
lidahku bergerak dengan liarnya menelusuri kulitnya yang putih itu. Sampai di
kedua payudaranya, aku tambah gemas dibuatnya, kuciumi mereka bergantian satu
sama lain. Lalu puting kecil yang sudah mengeras itu pun tenggelam di dalam
mulutku. Lidahku tak henti-hentinya mempermainkan mereka. Kulihat Santi mulai
tidak bisa mengendalikan dirinya, dia menengadah sambil memejamkan matanya,
sementara pinggulnya bergerak-gerak menggesek kemaluanku.
Kami pun segera bertukar posisi, dia kubaringkan di kasur
dan segera saja kulepas celana dalamnya yang sudah mulai basah itu. Hmm, ada
aroma khas yang belum pernah kucium selama ini. Santi pun membuka kedua pahanya,
dan tampaklah sebuah belahan merah dengan bibir yang masih cukup rapat
berkilauan karena dihiasi oleh cairan pelumas. Rambut kemaluannya yang baru
mulai tumbuh setelah dicukur itu semakin membuat gairahku bergelora.
Perlahan kujilati dari luar ke dalam, sambil sesekali
memberikan gigitan kecil di luarnya. Akibat ulahku itu terkadang dia sedikit
mengerang namun tertahan. Kusibakkan bibir itu dengan lidahku dan kurasakan ada
tonjolan kecil di atasnya. Kuhisap dalam-dalam dan kumainkan dengan lidahku, sementara
jariku mulai menyelinap ke dalam celah yang sudah basah dan hangat. Jariku
mulai leluasa bergerak keluar masuk karena liang itu sudah licin oleh cairan
pelumas. Ketika jariku semakin cepat dan lidahku semakin liar, Santi pun mulai
menegang dan gelisah. Sampai akhirnya dia menjerit dengan sedikit tertahan,
“Akhhhhhh… A’… Ayuk terus… Santi sebentar lagi sampai…
Ahhhh…”
Mendengar permintaannya, aku pun semakin menggila, dan
kemudian dia menggelinjang. Tangannya menarik rambutku, sementara pahanya menjepit
kepalaku, dan kurasakan denyut-denyut di jariku yang ada di dalam sana. Kali
ini teriakannya tidak tertahan,
”Aaaakkkhhhh…. Ouuuuch….. Hufffhh… Aa’nakal……”
Kurasakan semacam cairan bening dan hangat mengalir
ditanganku yang berasal dari jariku yang ada di dalam sana. Tubuh Santi mulai
melemas dengan nafas yang terengah-engah. Kusodorkan jari-jemariku yang masih
basah ke mulutnya. Dengan serta merta dia pun menjilati jariku. Hal ini membuat
kemaluanku semakin keras saja. Aku pun segera melepas celana boxerku, dan
menyodorkan batangku yang sudah demikian keras ke mulutnya.
Santi pun tanggap dan segera mengulum kemaluanku. Mulutnya
yang mungil itu terlihat penuh oleh batangku yang memang terbilang di atas
rata-rata. Mulanya aku kasihan melihatnya, namun sepertinya dia malah
menikmatinya dan hal itu mulai membangkitkan kembali hasrat birahinya. Secara
otomatis aku pun menggoyangkan pinggulku menyesuaikan dengan irama yang dia
buat. Benar-benar luar biasa sensasi yang kurasakan, membuatku seperti melayang.
Kata si Teteh dia belum berpengalaman, tapi sudah seperti ini aksinya.
“A’, ayo buruan masukin, Santi udah ga tahan lagi nih.”
katanya memelas.
Lalu kucabut penisku dari mulutnya dan perlahan kugesekkan
ke permukaan bibirnya yang memang sudah basah dari tadi. Dia sedikit mengejang
ketika permukaan bibir licin nan sensitif itu bertemu dengan kepala penisku.
Akhirnya setelah kurasa cukup licin, kumasukkan kemaluanku ke dalam liangnya
secara perlahan. Awalnya dia melenguh, namun setelah beberapa kali kugerakkan
tampaknya dia sudah mulai bisa menyesuaikan. Rasanya luar biasa ketika penisku
berada di dalam dirinya, masih begitu ketat dan menggigit. Denyut-denyut di
dinding vaginanya sangat bisa kurasakan.
Gerakanku semakin lama semakin cepat, dan Santi pun semakin
gelisah kembali. Dia mulai meremas pinggulku dan menarik-narik rambutku.
Tubuhnya menegang dan menggelinjang sekali lagi. Denyut-denyut di dalam sana
semakin kuat terasa dan tiba-tiba gerakanku terasa sangat licin. Kulihat banyak
sekali cairan bening yang melumuri batangku. Tubuh Santi kembali melemas dan
lunglai. Aku pun mulai mengurangi kecepatan gerakanku. Kucium keningnya,
bibirnya, lehernya, dan kulumat habis kedua putingnya.
“A’, sekarang gantian dong Santi yang di atas.” dia meminta.
Rupanya dia sudah mulai terangsang lagi oleh cumbuanku.
“Oke, siapa takut?” jawabku sambil nyengir.
Kami pun segera bertukar posisi, kali ini dia berada di
atasku. Dia pun mulai mengambil posisi berjongkok di atas perutku. Secara
perlahan batangku sudah masuk di dalamnya. Santi mulai bergerak naik turun, dan
sesekali menjepit batangku di dalamnya. Gerakan itu membuatku semakin gila.
Sensasi yang dihasilkan sungguh luar biasa.
Gerakannya semakin lama semakin cepat dan membuat dorongan
dari dalam diriku mulai muncul ke permukaan. Santi pun seperti sedang trance,
terkadang dia meremas payudaranya sendiri, bahkan menarik-narik dan memilin
putingnya. Teriakannya kali ini lebih heboh lagi,
“Ahh..ahh..ahh… Aduh enak sekali, A’. Punya Aa’ gede banget,
nikmat banget ada di dalem. Owh… Santi pengen keluar lagi….Ufhhh…”
Tubuhnya menegang dan menggelinjang lagi untuk yang ketiga
kalinya. Setelah itu dia pun ambruk di atas dadaku dengan nafas yang
terengah-engah. Hasrat birahiku yang sudah semakin tinggi dan akan segera
meledak seolah memberikan kekuatan yang luar biasa. Segera kubaringkan Santi,
dan kali ini langsung ku goyang dengan sekuat tenaga. Dia hanya bisa pasrah
sambil terus mendesah,
“Ahh..ahh..ahh… Ayo A’ keluarin di dalem aja… Santi udah ga
tahan…”
Akhirnya dorongan itu keluar disertai dengan semburan lava
putih kental di dalam vaginanya. Seluruh ototku seperti berkelojotan melepaskan
semua hasrat itu. Cairan putih itu mengalir melewati celah merah yang merekah
itu dan sebagian jatuh ke kasur.
Aku pun segera mengambil tempat disisinya, kupeluk erat
dirinya. Santi pun seolah tidak mau aku tinggalkan, dia memelukku erat-erat.
Kami pun berciuman dengan lembut di bibir. Dan kami mulai terlelap setelah
lelah oleh pertempuran yang menguras tenaga itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar