>>> SINGAPOREPOOLS <<<
ANGKA MAIN : 6 4 5 8
Top 2D : 06 14 25 38 46
Cadangan 2D : 58 64 76 85 96
TOP SHIO : Kerbao Naga Ayam
COLOK BEBAS : 4 5 8
AS : 0 1 2
KOP : 3 7 9
KEPALA : Besar / Ganjil
EKOR : Besar / Genap
Kenalkan, nama saya Boy,
teman-teman biasa memanggilku Mas Boy. Saya seorang pemuda berusia 25 tahun
dengan tinggi badan 170 cm dan berat 55 kg. Meski usia saya kini sudah
seperempat abad, namun pengetahuan saya dalam dunia percintaan masih sangat
minim dan belum punya banyak pengalaman yang layak dibanggakkan sebagaimana
layaknya anak muda jaman sekarang. Sekarang saya sedang bekerja pada sebuah
perusahaan swasta yang bergerak di bidang jasa.
Jarak kantor itu sekitar 5 km
dari tempat tinggal saya. Kini saya tinggal dengan Om saya. Om Rudy sehari-hari
bekerja sebagai Kepala sekolah di sebuah SMK Negeri yang cukup terkenal di kota
kami, sementara tante saya bekerja sebagai perawat di sebuah RS swasta. Kedua
anaknya tinggal kost di kota lain karena mereka tidak mau kuliah di kota kami.
Sejak kedua anaknya kuliah dan tinggal di kota lain, om dan tante saya hanya
tinggal bertiga dengan seorang pembantu.
Sekitar dua bulan kemudian Om
Rudy mengajak saya agar saya tinggal bersama mereka, dengan alasan daripada
saya harus kost di luar, lebih baik saya tinggal di rumah om saya saja karena
di rumahnya ada kamar yang kosong, kata om Rudy memberi alasan. Sebulan kemudian,
tante Rini membawa keponakannya ke rumah. Nama keponakan tante Rini adalah
Endang, usianya 15 tahun, ia sudah duduk di kelas dua SMKK Negeri. Endang
adalah seorang gadis yang cantik, cerdas, rajin dan baik hati pada semua orang.
Suatu ketika, om Rudy dan tante Rini pergi menghadiri acara perpisahan siswa
kelas II di sekolah tempat om mengajar.
Ia sempat mengajak saya, namun
saya menolak dengan alasan saya agak lelah, lalu tante Rini mengajak Endang,
namun Endang juga menolak dengan alasan Endang lagi ada tugas dari sekolah yang
harus diselesaikan malam itu juga karena besok tugas itu sudah harus
dikumpulkan. Sebelum om dan tante meninggalkan rumah, mereka tidak lupa
berpesan agar kami berdua berhati-hati, karena sekarang banyak maling yang
pura-pura datang sebagai tamu, namun ternyata sang tamu tiba-tiba merampok
setelah melihat situasi yang memungkinkan. Setelah selesai berpesan, om dan
tante pun pergi sambil menyuruh saya menutup pintu.
Sejak kepergian om dan tante,
rumah jadi hening, kini hanya ada suara TV, namun sengaja saya kecilkan
volumenya karena Endang sedang belajar. Saya hanya duduk di ruang depan
menonton sebuah sinetron yang ditayangkan salah satu stasiun TV swasta. Saya
sempat menyaksikan adegan panas seorang lelaki paruh baya yang sedang asyik
berselingkuh dengan seorang gadis yang ternyata teman sekantornya sendiri.
Karena terlalu asyiknya saya nonton TV, sehinggak saya sangat kaget ketika
sebuah tangan menepuk pundak saya. Setelah saya lihat ternyata Endang, ia
tersenyum manis sambil menarik lenganku dengan manja menuju kamarnya. Saya jadi
deg-degan setelah melihat penampilannya, ternyata ia hanya mengenakan celana
pendek ketat warna coklat muda dengan kaos orangenya yang super ketat,
sehinggak lekuk-lekuk tubuhnya tampak begitu jelas.
Sejenak saya terpana melihat
tubuhnya yang nyaris sempurna. Saya amati pinggangnya bagai gitar spanyol
dengan paha yang kencang, mulus, dan bersih. Selain itu juga tampak buah
dadanya sangat menantang. Sepertinya ukuran BH-nya 34B. Pemandangan itu sempat
mengundang pikiran jahat saya. Bagaimana rasanya kalau saya menikmati tubuhnya
yang nyaris sempurna itu. Namun saya berusaha menyingkirkan pikiran itu karena
saya pikir bahwa dia adalah sepupu ipar saya, tinggal serumah dengan saya dan
saya pun menganggapnya sudah seperti adik kandung saya sendiri.
“Ada apa sih? Kok kamu mengajak
saya masuk ke kamar kamu?” kataku agak bingung sambil berusaha melepaskan
tangan saya.
Sebenarnya bukan karena saya
menolak tetapi hanya karena grogi saja. Maklum saya belum pernah masuk ke kamar
Endang sebelumnya.
“Kak, Endang mau minta tolong
nih!” katanya sambil menatapku manja.
“Kakak mau nggak membantu saya
menyelesaikan tugas ini, soalnya besok sudah harus dikumpul.” kata dia setengah
merengek.
“Oh, maksudnya kamu mau minta
tolong agar saya membantu kamu mengerjakan tugas itu? Okelah. Saya akan
membantumu dengan senang hati, saya kan sudah berjanji untuk selalu
menolongmu.” kataku mantap.
“Asyik, makasih ya kak.” kata
Endang sambil menciumku.
Kontan saya merasa tersengat
aliran listrik karena meskipun umur sudah 25 tahun, saya belum pernah mendapat
ciuman seperti itu dari seorang gadis, apalagi ciuman itu datangnya dari gadis
secantik Endang.
Saya pun segera membantunya
sambil sesekali mencuri padang padanya, namun sepertinya ia tidak menyadari
kalau saya memperhatikanya. Setelah kami mengerjakan tugas itu sekitar 30
menit, tiba-tiba Endang berhenti mengerjakan tugas itu. Ia mengeluh sambil
memegangi keningnya.
“Kak, Endang pusing nih, boleh
nggak kakak pijitin kepala Endang?” katanya sambil merapatkan badannya ke dada
saya.
Sempat saya merasakan gesekan
dari payudaranya yang cukup kencang namun terasa lembut.
“Emang kenapa kok Endang
tiba-tiba pusing?” tanya saya agak heran.
“Ayo kak, tolong pijatin dong,
kepala Endang pening!”
“Oke, dengan senang hati lagi.”
kataku penuh antusias.
Saya lalu mulai menekan-nekan
keningnya dengan tangan kiri saya dan tangan kanan. Saya menahan lehernya agar
badannya tidak bergoyang. Sesekali saya juga mengelus pundaknya yang putih
bersih.
“Kak, belakang leher Endang juga
kak, soalnya leher Endang agak kaku nih.” katanya sambil menuntun tangan saya
pada lehernya. Setelah saya memijatnya sekitar lima menit, ia lalu berdiri
sambil menarik tangan saya.
“Kak, Endang baring di ranjang
aja ya? Biar pijitnya gampang.”
“Terserah Endang ajalah.” kata
saya sambil mengikutinya dari belakang.
Lagi-lagi saya terkesima melihat
pinggulnya yang sungguh aduhai. Ia lalu berbaring telungkup di atas ranjang
sambil menyuruh saya memijat leher dan punggungnya. Sesekali saya melihat dia
menggerakkan tubuhnya, entah karena sakit atau karena geli. Saya tidak tahu
pasti, yang jelas saya juga sangat senang memijat punggungnya yang sangat
seksi. Entah karena gerah atau bagaimana, tiba-tiba saja ia bangun.
“Kak, Endang buka baju saja ya?
Sekalian pakai balsem biar cepat sembuh.”
“Mungkin Endang masuk angin.”
katanya sambil melepaskan kaosnya, lalu kembali berbaring di depan saya.
Saya terkesima melihat kulit
tubuhnya yang kuning langsat. Dalam hati saya berpikir alangkah bahagianya saya
kalau kelak mempunyai istri secantik Endang. Saya terus memijatnya dengan
lembut. Sesekali saya memutar-mutar jari-jari saya di tepi rusuknya. Setiap
saya meraba sisi rusuknya, ia kontan menggerakkan pinggulnya ke kiri dan ke
kanan. Kadang juga pinggulnya ditarik. Maklum, ia belum terbiasa disentuh
laki-laki. Saya juga sudah mulai merasakan penis saya mulai bergerak-gerak dan
kini sudah semakin tegang. Tiba-tiba ia membalikkan tubuhnya menghadap ke arah
saya.
“Kak, Endang buka aja BH-nya ya
kak? Soalnya gerah nih.” “Terserah Endang lah.” kata saya.
Kini kami saling
berhadap-hadapan, ia berbaring menatap ke arah pandangan saya dan saya berlutut
di samping kanannya. Dia hanya tersenyum manja, saya pun membalas senyumanya,
nafas saya sudah mulai tidak menentu. Sepertinya nafas Endang juga sudah mulai
tidak terkendali, saya melihat bukitnya yang nampak berdiri kokoh dengan pucuk
warna merah jambu kini sudah mulai turun naik. Saya sempat grogi dibuatnya,
bagaimana tidak, selama ini saya belum pernah melihat pemandangan seindah ini.
Di depan saya kini tergeletak
seorang gadis yang tubuhnya begitu memabukkan dengan desahan nafas yang membuat
batang kejantanan saya sudah berdenyut-denyut. Seakan-akan penis saya mau
lompat menerjang tubuh Endang yang terbaring mengeliat-geliat, sungguh darah
muda saya mulai berdesir kencang. Kini saya mulai merasakan detak jantung saya
sudah tidak beraturan lagi.
“Kenapa kak?” katanya sambil
tersenyum manja.
“Nggak, nggak papa kok.” kata
saya agak grogi.
“Sudahlah, ayo Kak pijatnya yang
agak keras dikit.”
“Iya, iya” jawab saya.
Saya lalu mulai mengelus-elus
perutnya yang putih bersih itu, tanpa sengaja saya menyenggol gundukan di
dadanya.
“Ahh..” katanya sambil
menggeliatkan tubuhnya. Saya dengan cepat memindahkan tangan, tetapi ia kembali
menariknya
“Tidak apa-apa kak, terusin
saja.” katanya.
Wah, benar-benar malam ini adalah
malam yang sangat menyenangkan bagi saya karena tidak pernah terlintas di dalam
pikiran saya akan mendapat kesempatan seperti ini. Kesempatan untuk
mengelus-elus tubuh Endang yang sangat merangsang.
“Saya tidak boleh melewatkan
kesempatan sebaik ini,” kata saya dalam hati.
Kini Endang semakin merasakan
sentuhan jari-jari saya, saya melihat dari desahan nafasnya dan dari tubuhnya
yang sudah mulai hangat. Entah setan apa yang membuat Endang lupa diri, dia
tiba-tiba menarik wajah saya, lalu mengusapnya dengan jari-jarinya yang lembut
dan mulai mencium dan menggigit bibir saya. Saya hanya pasrah dan terus terang
saya juga sebenarnya sangat menginginkanya, namun selama ini saya pendam saja
karena saya menghargainya dan menganggapnya sebagai adik sendiri.
Tetapi saat ini pikiran itu telah
sirna dari kepala saya yang dialiri oleh gelora darah muda saya yang
menggelora. Ia terus mencium saya dan kini ia melepaskan kaos yang saya pakai
lalu membuangnya di samping ranjang.
“Endang, ada apa ini?” tanya saya
setengah tidak percaya dengan apa yang sedang ia lakukan.
Tetapi ia tidak memperdulikan
kata-kata saya lagi. Melihat gelagat Endang yang sudah di luar batas kendali
itu, saya pun tidak mau tinggal diam. Saya mulai membalas ciumannya, melumat
bibirnya dan menghisap lehernya yang putih bersih. Saya merasakan penis saya
semakin keras dan berdenyut-denyut. Endang terus mencium bibir saya dengan
nafas tersengal-sengal. Saya pun tidak mau kalah, saya mulai meremas-remas
payudaranya yang masih kencang dan menantang. Kini saya mulai mengisap
pucuknya.
“Achh..” ia menggeliat.
Saya melihat Endang semakin
menikmati perbuatannya. Sesekali ia menggerakkan pinggulnya ke kiri dan ke
kanan sambil mendesah nikmat. Endang melihat penis sudah mendongkrak celana
pendek saya, ia lalu menyelipkan tangannya ke dalam CD saya dan ia kini sudah
menggenggam penis saya yang berdiri tegak dengan otot-otot yang berwarna
kebiruan. Ia lalu menarik celana pendek dan CD saya dan kemudian melemparkannya
ke lantai. Ia kembali menangkap penis saya dan mengocoknya dengan jari-jarinya
yang lembut.
“Aachh.. achh..” benar-benar
nikmat rasanya. Saya merasakan penis saya semakin tegang dan semakin panjang.
Ia terus mempermainkan milik saya yang sudah berdenyut-denyut dan mulai
mengeluarkan cairan bening.
Saya pun tidak mau ketinggalan.
Saya lalu menyelipkan jari-jari saya ke selangkangannya. Saya merasakan lubang
kemaluannya sudah hangat dan sudah sangat basah dengan cairan warna bening
mengkilat. Rupanya ia sudah benar-benar sangat terangsang dengan permainan
kami. Dengan nafas yang tersengal-sengal, saya lalu melorotkan celana Endang
lalu meremas-remas pahanya yang putih mulus dan masih kencang.
Saya tidak sanggup lagi menahan
nafsu saya yang sudah naik ke ubun-ubun saya. Dengan sekali tarik, saya
berhasil melepaskan CD-nya Endang. Kini ia benar-benar bugil. Saya sejenak
terpana menyaksikan tubuhnya yang kini tanpa sehelai benang, dengan kulit
kuning langsat, halus, bersih dan bentuk badan yang sangat seksi sungguh nyaris
sempurna. Saya benar-benar tidak tahan melihat vaginanya yang ditumbuhi rambut
tipis dan halus dengan bentuknya yang mungil berwarna coklat agak
kemerah-merahan.
Kembali penis saya
berdenyut-denyut, seakan meronta-ronta ingin menerjang lubang nikmat Endang
yang masih terkatup rapat. Saya sangat gemas melihat liang kemaluannya dan kini
saya mulai mengusap-usap bibirnya dan meremas klitorisnya. Lubang nikmat Endang
sudah sangat basah. Saya melihat Endang semakin terlelap dalam nafsunya. Ia
hanya mengerang nikmat.
“Achh.. achh.. ohh.. ohh..” Saya
terus menjilat klitorisnya. Ia hanya mendesah,
“Achh.. achh..” sambil
menarik-narik pinggulnya.
“Kak, ayo masukin kak!” sambil
menarik penis saya menuju bibir kemaluannya.
“Oke sayang,” lalu saya membuka
kakinya.
Kemudian saya melipat kakinya dan
menyuruhnya supaya ia membuka pahanya agak lebar. Saya lalu menarik pantat saya
dan merapatkan pada selangkangannya. Ia dengan cekatan meraih batang kemaluan
saya lalu menempelkannya di bibir kemaluannya yang masih sangat rapat namun
sudah basah dengan cairan lendirnya.
“Pelan-pelan ya kak, Endang belum
biasa.”
“Iya sayang,” kata saya sambil
mengecup bibirnya yang merekah basah. Saya kemudian mendorongnya pelan-pelan.
“Achh.. sakit kak.”
“Tahan sayang.”
Saya lalu kembali mendorongnya
pelan-pelan dan kini batang saya sudah bisa masuk setengahnya. Endang hanya
menggeliat dan menggigit bibirnya. Saya terus mendorongnya sambil memeluk
tubuhnya. Sesekali saya menyentaknya agak keras.
“Achhkk.. sakit kak, pelan-pelan
donk!” memang vaginanya masih sangat rapat, maklum ia masih perawan.
“Tahan ya sayang,” saya mencoba
menenangkannya sambil memegang pinggulnya erat-erat.
“Akk..” Endang meringis keras. Ia
memukul dada saya dengan keras sambil menarik pantatnya.
“Sakit kak, sakitt..”
Saya merasakan batang kejantanan
saya menembus sesuatu yang kenyal dalam lubang kenikmatan Endang. Rupanya
batang saya telah berhasil menembus selaput daranya. Dari liang sorga Endang
tampak mengalir darah segar.
Saya terus menggoyang-goyangkan
pinggul maju mundur sambil menciumi bibirnya dan meremas-remas gunungnya yang
sangat menantang itu. Sesekali saya melihat dia merapatkan kedua pahanya sambil
mengigit bibirnya. Benar-benar milik Endang sungguh nikmat, saya merasakan
vaginanya semakin basah dan licin, namun tetap saya merasakan kejantanan saya terjepit
dan kadang seperti dihisap oleh vaginanya Endang. Kini saya merasakan batang
kemaluan saya sudah berdenyut-denyut sepertinya ingin memuntahkan sesuatu,
namun saya tetap menahannya dengan mengurangi irama permainan saya.
“Terus kak, terus..” ia menggeliat.
Saya melihat kedua kakinya
mengejang. Gerakan saya kembali saya pacu, membuat payudaranya agak bergoyang
dan sepertinya semakin membesar berwarna kemerah-merahan.
“Achh.. achh.. Kak cepat kak,
cepat kak.” sambil menggeliat.
Ia merapatkan pahanya. Dia mulai
menggerak-gerakkan tangannya mencari pegangan. Akhirnya ia memelukku dengan
erat dan mengangkat kedua kakinya. Sambil menggigit bibirnya, ia memejamkan
matanya. Saya merasakan kalau kini badannya sudah kaku dan hangat. Akhirnya
Endang memelukku erat-erat dan mengangkat pantatnya sambil berteriak.
“Achhkk..” Saya merasakan
badannya bergetar dan sepertinya ada sesuatu yang hangat menyentuh batang
kejantanan saya, rupanya Endang sudah orgasme.
Saya semakin tidak kuat menahan
denyutan dari buah kejantanan saya, akibat kenikmatan yang diberikan Endang
sangat luar biasa, batang saya semakin berdenyut-denyut dan kini saya
benar-benar tidak sanggup lagi menahannya. Lalu saya mempercepat gerakan saya
dan mendorong penis saya lebih dalam lagi sambil menarik tubuh Endang dengan
erat ke dalam pelukan saya.
Saya merasakan kenikmatan yang
sangat dahsyat itu. Kini semuanya mengaliri dan menggetarkan seluruh tubuh saya
mulai dari ubun-ubun sampai ujung kaki saya.
Akhirnya, “Srett.. srett..
srett..” Kejantanan saya mengeluarkan cairan hangat dalam lubang kemaluan
Endang.
Saya sempat bingung dan takut
karena telah menikmati tubuh Endang secara tidak sah. Namun rasa nikmat itu
lebih dahsyat sehingga pikiran itu segera sirna. Saya hanya tersenyum lalu
mengecup bibir Endang dan mengucapkan terima kasih pada Endang. Tampak tubuh
Endang basah dengan keringatnya tetapi terlihat wajahnya berseri-seri karena
puas. Endang hanya merapatkan kedua tangannya ke sisi tubuhnya. Ketika saya
mencabut batang kejantanan saya dari vaginanya ia hanya tersenyum saja. Astaga,
saya melihat di sprey Endang terdapat bercak darah. Tetapi segera Endang bangun
dan menenangkan saya.
“Tenang mas, nanti saya cuci, tak
akan ada yang mengetahuinya.”
katanya sambil meletakkan jarinya
di kedua bibir saya. Kami berdua lalu menuju ke kamar mandi. Di situ kami masih
sempat melakukannya sekali lagi, lalu akhirnya kami kembali mandi dan kembali
ke kamarnya Endang. Setelah saya mengambil baju dan celana, saya pun menuju
ruang tamu. Tidak lama kemudian keluarlah Endang dari kamarnya lalu mengajak
saya makan malam berdua. Katanya, ia sengaja duluan makan karena tidak ingin
bertemu dengan om dan tante malam ini. Mungkin Endang malu dan takut kalau
perbuatan kami ketahuan. Setelah makan, ia kembali ke kamarnya. Entah ia tidur
atau belajar, saya tidak tahu pasti.
Tidak lama kemudian, om dan tante
datang. Mereka menceritakan keadaan pesta itu yang katanya cukup ramai
dibanding tahun lalu karena tahun ini siswanya lulus 100 persen dengan nilai
tertinggi di kota kami. Om menanyakan Endang, tetapi saya katakan mungkin ia
sudah tidur sebab tadi setelah makan ia sempat mengatakan kepada saya bahwa ia
agak lelah. Om hanya mengangguk lalu menuju kamarnya, katanya ia juga sudah
makan dan kini ia pun ingin istirahat.
Saya tersenyum puas dan kembali
menonton sebentar, lalu masuk kamar saya. Di dalam kamar, saya tidak bisa tidur
membayangkan kejadian yang baru saja terjadi beberapa jam yang lalu. Malam ini
saya sangat senang karena telah merasakan sesuatu yang tidak pernah saya
rasakan sebelumnya dan pengalaman yang sangat manis ini tentu tidak akan pernah
saya lupakan sepanjang hidup saya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar