www.dewalotto.com

www.dewalotto.com
Bandar Online Terbesar Terbonafit Terpercaya dengan Permainan Terlengkap All You Can Play in Dewalotto

Sabtu, 31 Maret 2018

Prediksi Togel Sabtu 31 Maret 2018....


>>> SINGAPOREPOOLS <<<


ANGKA MAIN : 5 7 3 6
Top 2D : 05 17 23 36 45
Cadangan 2D : 57 63 75 86 95
TOP SHIO : Kuda Anjing Babi
COLOK BEBAS : 3 5 7
AS : 0 1 2
KOP : 4 8 9
KEPALA  : Kecil / Ganjil
EKOR : Besar / Genap

Kisahku ini berawal dari kenangan bersama seoarang gadis yang bernama Vera, yang berusia 23 tahun dan berstatus sebagai seorang mahasisiwi dari sebuah perguruan tinggi di Jakarta.

Saat itu Vera yang sedang mengadakan liburan di sebuah tempat pariswisata yang terkenal dengan wisata pegunungan dan pantainya di sebelah timur pulau Bali, tanpa sengaja bertemu dengandiriku yang menjadi seorang pemain musik di cafe.

Pertemuan itu sendiri terjadi di internet cafe, yang kebetulan saat itu aku sedang mengetik beberapa lagu-lagu karanganku sendiri yang sengaja aku simpan di folder mailku.

Vera saat itu sedang mencari informasi tentang tujuan wisata yang ada di daerah itu, namun sampai beberapa saat sepertinya Vera tidak menemukan apa yang dia cari. Dengan sangat sopan dan ramah Vera memulai percakapan dengan menanyakan tempat-tempat yang bagus buat di kunjungi ke padaku.

“Maaf apakah anda tahu tempat-tempat wisata unggulan daerah ini?” tanya Vera tiba-tiba.

Aku yang saat itu duduk berjarak 2 meja darinya terkejut oleh pertanyaan spontan itu.

“Anda bertanya kepada saya?” tanyaku kemudian.

“Iya, maaf kalau mengejutkan anda!” Ujarnya kemudian.

Dengan sedikit gugup, kemudian aku menjawab pertanyaan Vera, karena saat itu juga aku masih serius dengan file-file aku.

“Di daerah ini yang menjadi primadona wisatanya adalah pegunungannya, kedua wisata pantai yang menawarkan pemandangan bawah air yang terkenal dengan karang birunya, setelah itu wisata budaya yang menampilkan objek rumah adat daerah ini,” terangku kemudian.

Mungkin karena penjelasan ku cukup menarik buat Vera, dengan raut muka yang ramah, kemudian dia duduk di sebelah mejaku yang tanpa dia sengaja juga dia telah memandangi monitor di depanku yang saat itu terpampang file dari lirik lagu-lagu karanganku yang saat itu sedang aku print.

“Kamu mengarang lagu sendiri yah?” tanya Vera lagi.

“Iya, kebetulan aja aku pemain musik di cafe dan suka menulis lirik lagu,” terangku lagi.

“Boleh aku baca lirik lagu-lagu kamu?” sahut Vera kemudian.

“Silakan, dengan senang hati,” lanjutku dengan menarik kursi di sebelahku dan menyodorkan kepada Vera, yang saat itu sedang berdiri di sampingku.

Setelah beberapa saat Vera membaca semua lirik lagu-lagu aku dengan serius, tak lama Vera berkata, “Kamu menulis kisah pribadi kamu menjadi lirik lagu yah?” tanya Vera lagi. Yang kemudian aku timpali dengan tersenyum kepada Vera.

“Semua lirik lagu-laguku memang dari pengalaman pribadi, karena aku ingin apa yang menjadi kisah hidupku bisa aku rekam dalam bentuk sebuah seni dan akan menjadi kenangan yang sangat berharga bagiku nantinya,” jelasku lebih jauh.

“Oh iya, kita sudah lama ngobrol nih tapi belum mengenal nama masing-masing diantara kita” sahut Vera spontan. Vera mengawalinya dengan menyodorkan tangannya..

“Vera..” ujarnya pendek. Yang kemudian giliran aku utuk melakukan hal yang sama.
“Adietya,” sahutku juga.

Dari perkenalan yang singkat itu, kami sudah saling akrab seperti layaknya teman lama. Saat itu juga dia memutuskan pergi besok paginya untuk mengisi acara liburannya dengan snorkeling di sebuah pulau kecil yang sepi dan berpasir putih.

Waktu menunjukan pukul 08.00 WITA, sesuai janjiku dengan Vera. Aku sudah berdiri di depan kamarnya dan kemudian aku mengetuk pintunya. Tak lama ada sahutan dari dalam.

“Pagi Adiet.. Tunggu bentar yah, aku sudah siap kok,” Dalam hitungan menit Vera sudah keluar dari kamarnya.

“Ayo kita berangkat!” katanya kemudian.

Dengan berjalan menyusuri pantai kita menuju ke perahu motor yang sudah aku pesan semalam. Sebelum naik ke atas perahu motor, aku mengambil peralatan snorkeling untuk kita berdua berupa dua pasang masker berikut finnya. Dalam perjalanan menuju pulau kecil yang hanya membutuhkan waktu 45 menit, aku menjelaskan pemandangan sekitar kita saat itu. Di samping kiri ada pemandangan Gunung Agung dari kejauhan, namun cukup jelas karena cuaca begitu bagus pagi itu.

Sesampainya di tujuan aku dan Vera turun dari perahu motor dan kita lanjutkan dengan berjalan kaki menyusuri hamparan pasir putih. Aku sudah membuka kaos saat di perahu motor tadi, dan hanya mengenakan celana renang ketika menuju lokasi snorkeling. Tak lama setelah sampai di bawah rindangnya pohon cemara, Vera membuka kaos nya dan terpampanglah suatau pemandangan yang membuat jantungku berdetak sesaat.

Saat itu Vera mengenakan bikini warna biru tua yang kontras dengan warna kulitnya yang putih mulus. Mataku tertuju di tonjolan dadanya yang aku perkirakan berukuran 36b. Kemudian pandanganku beralih kebawah menuju pahanya yang mulus di topang oleh sepasang kaki jenjangnya, menjadikan pesona tubuh Vera semakin sempurna. Aku hanya bisa menelan ludah saat itu dan berhayal seandainya aku bisa memeluk tubuh yang sexy itu betapa beruntungnya diriku.

“Hai.. Kenapa melamun?” tegurnya mengejutkanku.

“Aku sudah siap nih” sahut Vera melanjutkan.

“Baiklah kalau begitu” ujarku menimpali tegurannya.

Ini adalah pengalaman pertama bagi Vera untuk snorkeling, dan sebelumnya Vera minta di ajarin sampai bisa. Hal yang paling sulit adalah saat bernafas melalui mulut, karena seluruh wajah tertutup oleh masker, kecuali bagian mulut.

Dengan penuh kesabaran aku mengajari cara-cara snorkeling yang umum dilakukan. Pertama aku membantunya memasang masker yang mana saat itu aku berdiri begitu dekat dengan nya, aroma khas tubuh Vera tercium sesaat, ketika aku membetulkan anak rambut yang menutupi raut wajahnya.

Kemudian Vera memasang fin sendiri, tanpa aku bantu. Tak lama berselang tubuh kita berdua sudah masuk ke dalam air. Perlahan aku berenang beriringan dengan Vera menuju ke tengah, yang aku perhatikan gaya berenang Vera sangat bagus. Setelah pengenalan di air cukup, akhirnya aku berenang agak menjauh, untuk memberikan kepercayan buat Vera melakukan snorkelingnya.

Dari dalam air, beberapa kali aku sempat memandangi bentuk tubuh Vera yang aduhai dari arah belakang saat dia berenang, mulai dari belahan pantatnya yang ranum sampai ke tonjolan di dadanya yang menantang.

Kembali aku berenang beriringan dengan Vera untuk meyakinkan kalau dia baik-baik aja. Saat sedang asyiknya kita berenang, tiba-tiba kaki Vera kram. Dengan tindakan spontan aku memeluknya, agar tidak tenggelam dan membawanya ke sebuah batu karang besar yang menonjol di tengah laut. Kita berdiri di atas batu karang yang, masih menyisakan bagian leher kita yang tidak tenggelam.

“Thanks ya Diet.. Atas bantuannya,” Ujar Vera sesaat setelah kejadian itu.

“Sama-sama,” timpalku kemudian.

Setelah acara snorkeling yang melelahkan, kita bersepakat untuk istirahat di bawah pohon cemara yang ada di tepian pantai. Sambil ngobrol tentang pribadi kita masing-masing, Vera meluruskan kakinya yang jenjang di hamparan pasir putih. Vera bercerita tentang kisah asmaranya dengan mantan pacarnya yang berakhir, karena cowoknya yang super sibuk sudah jarang lagi memperhatikannya.

Aku berusaha menghiburnya dengan mengatakan, kalau seandainya kalian tulus saling mengasihi hal itu tidak akan terjadi dan yang lebih terpenting adalah kedewasaan pasangan itu sendiri dalam menentukan sikap. Sepertinya Vera sangat senang dengan pendapatku yang demikian, hal itu terlihat dari sikapnya yang terpancar lewat senyumnya yang mengembang.

“Makasih ya Diet.. Kamu sudah mau menjadi teman curhatku,” sahut Vera kemudian.
Aku hanya tersenyum sambil mengatakan, “Saat ini aku sudah bisa membuat kamu tersenyum, mungkin saat lain kamu yang akan membuatku tersenyum.” timpalku pelan.

Tak terasa kedekatan ini membuat tubuh kita semakin dekat, aku mendahuluinya dengan merengkuh tubuhnya untuk merapat ke pelukanku. Vera hanya diam sambil tersipu malu.

“Betapa bahagianya seorang cowok jika mendapatkan dirimu Vera,” lanjutku lagi.

“Kamu begitu baik, sabar, cantik dan memiliki tubuh yang sexy lagi,” tambahku kemudian

Yang di jawab dengan senyumannya yang mempesona. Dengan sedikit keberanian aku mendekatkan bibirku ke bibir Vera yang terbuka basah yang kedua matanya juga sudah terpejam. Sangat beruntung sekali suasana pantai siang itu sepi dan yang lebih menguntungkan lagi, karena memang lokasi kita duduk jauh berada di ujung. Dengan lembut aku mengulum bibir Vera yang ranum, dan terdengar desahan halus darinya.

“Ohh.. Diet,” desahnya. Sembari membisikan kata-kata mesra aku melanjutkan ciumanku.

“Aku sayang kamu Vera,” bisikku pelan.

Tanganku juga tak tingal diam, dengan perlahan aku mengelus punggung Vera yang hanya di lapisi bikini tanpa bra di dalamnya. Sesaat tindakan ini membuat Vera semakin terangsang yang diiringi dengan sikap memelukku erat.

“Oh.. Diet teruskan,” desahnya lagi.

Tanpa menghentikan tindakanku, tanganku yang satunya meremas payudara yang berukuran 36b itu dari luar bikini yang disambut dengan desahan berikutnya.

“Ohh..” desah Vera kembali.

Perlahan aku mulai membuka bikini Vera dari bagian atasnya dan berhenti sesaat sampai di pinggangnya, maka tersembulah payudara Vera yang ranum menggairahkan dengan di hiasi ujung nya yang merah dan mulai keras.

Sepertinya Vera mulai terangsang sekali. Tanpa menunggu lama lidahku langsung mengecup permukaan payudar Vera dengan lembut dan pelan. Lidahku menelusuri setiap bagian payudaranya dengan lincah.

Putingya aku hisap dengan lembut, sesaat setelah Vera bergetar pelan. Beralaskan kain pantai warna biru, aku merebahkan tubuh Vera yang sexy pelan.

Aku melanjutkan kegiatanku dengan memegang telapak kaki Vera kemudian, sesaat setelah Vera menelentang dan mencumbui setiap jengkal kakinya. Di mulai dengan menjilati tepalak kakinya yang mulus dan jari-jari kakinya yang lentik. Lidahku juga menghisap ujung jari-jari kakinya, yang membuat Vera semakin menggelinjang lembut.

“Oh.. Diet.. Kamu pintar menaikkan gairahku,” desahnya pelan.

Berikutnya lidahku berpindah untuk memberikan kepuasan lagi ke bagian tubuh Vera yang lain. Kali ini adalah bagian lehernya yang aku mulai dengan mencumbu bagian belakang telinganya. Kembali Vera mendesah pelan..

“Ohh.. Teruskan Diet,” desahnya.

Setelah cukup lama tangan Vera berdiam diri, akhirnya tergerak juga untuk mengambil bagian di kesempatan ini. Tonjolan di celana renangku sudah begitu keras, setelah tangan Vera masuk membelai penisku dengan lembut.

“Oh.. Vera.. Sss..” desahku kemudian.

Kemudian aku lanjutkan untuk membuka sisa dari bikini Vera yang di pinggang dengan menariknya kebawah sampai ke pangkal kaki. Dengan lembut aku menjulurkan lidahku ke bagian perut Vera yang ternyata dia sedikit kegelian.

“Hek.. Geli Diet,” ujarnya.

Seketika aku menghentikan menjilati bagian perutnya, yang aku lanjutkan dengan menjlati pahanya bagian dalam yang berakhir di pangkalnya yang berbulu hitam dan sangat lebat, tapi tertata rapi dan beraroma khas.

Tak lama berselang aku menjulurkan lidahku ke bibir luar vagina Vera dengan lembut. Hal ini menimbulkan sensasi tersendiri buat Vera.

“Ohh.. Diet.. Sss..” desahnya bergetar.

Kemudian aku lanjutkan dengan menjulurkan ujung lidahku di clitorisnya yang sudah menonjol dikit. Tubuh Vera semakin bergetar setelah menerima perlakuan lidahku.

“Ohh.. Enak.. Sayang..” desahnya pelan. Lendir di lubang vagina Vera semakin deras keluar, menandakan kalau Vera begitu terangsang hebat.

“Ohh.. Diet.. Masukin sekarang.. Sayang..” pintanya mesra.

Sambil merangkak aku kembali menciumi bibir Vera yang terbuka, karena menahan rangsangan yang hebat. Dengan lembut aku memegang penisku dan mengarahkan nya ke lubang vagina Vera pelan. Tanpa kesulitan aku melesakan penisku ke dalam lubang vagina Vera, karena lendir Vera cukup memudahkan bagi penisku untuk menyeruak ke bagian dalam vaginanya.

“Ohh.. Tekan lebih dalam.. Diet..” pintanya kemudian. Yang diiringi dengan bibirnya mendesis lirih.

“Ssshh..” desis Vera. Perlahan dan lembut aku memaju mundurkan pinggulku untuk menusukkan penisku lebih dalam lagi.

Sret.. Sret.., irama penisku beradu dengan vagina Vera. Setelah cukup lama bersentuhan, terasa tubuh Vera bergetar dan mendesirlah cairan di dalam vagina Vera dengan hangat, menyirami kepala penisku. Vera mencapai orgasmenya di barengi dengan jeritan nya yang menggairahkan.

“Diet.. Aku sampai.. Ohh..” teriaknya lembut.

Kemudian aku mengecup bibir Vera dengan lembut, dan kembali memaju mundurkan penisku. Dalam beberapa saat aku merasakan tanda-tanda akan mencapai puncak, seketika aku mempercepat kocokan ku ke dalam vagina Vera. Sret.. Sret.. Sret, bunyi penisku beradu dengan vagina Vera. Bergetar tubuhku saat aku menyemprotkan spermaku ke dalam vagina Vera dengan deras, sambil memeluk erat tubuh Vera yang sexy.

“Ohh.. Sayang.. Enak.. Sekali..” jeritku sesaat setelah spermaku membasahi seluruh bagian dalam vagina Vera. Setelah itu aku kembali mengecup bibir Vera dengan lembut dan membisikkan kata-kata..

“Makasih yah sayang.. Kamu sudah membahagiakan aku,” bisikku lembut.

Begitulah seterusnya kisah cinta antara aku dan Vera yang berujung hubungan lebih serius sepulang nya Vera Ke Jakarta.

Kamis, 29 Maret 2018

Prediksi Togel Kamis 29 Maret 2018....


>>> SINGAPOREPOOLS <<<


ANGKA MAIN : 6 4 5 8
Top 2D : 06 14 25 38 46
Cadangan 2D : 58 64 76 85 96
TOP SHIO : Kerbao Naga Ayam
COLOK BEBAS : 4 5 8
AS : 0 1 2
KOP : 3 7 9
KEPALA  : Besar / Ganjil
EKOR : Besar / Genap

Kenalkan, nama saya Boy, teman-teman biasa memanggilku Mas Boy. Saya seorang pemuda berusia 25 tahun dengan tinggi badan 170 cm dan berat 55 kg. Meski usia saya kini sudah seperempat abad, namun pengetahuan saya dalam dunia percintaan masih sangat minim dan belum punya banyak pengalaman yang layak dibanggakkan sebagaimana layaknya anak muda jaman sekarang. Sekarang saya sedang bekerja pada sebuah perusahaan swasta yang bergerak di bidang jasa.

Jarak kantor itu sekitar 5 km dari tempat tinggal saya. Kini saya tinggal dengan Om saya. Om Rudy sehari-hari bekerja sebagai Kepala sekolah di sebuah SMK Negeri yang cukup terkenal di kota kami, sementara tante saya bekerja sebagai perawat di sebuah RS swasta. Kedua anaknya tinggal kost di kota lain karena mereka tidak mau kuliah di kota kami. Sejak kedua anaknya kuliah dan tinggal di kota lain, om dan tante saya hanya tinggal bertiga dengan seorang pembantu.

Sekitar dua bulan kemudian Om Rudy mengajak saya agar saya tinggal bersama mereka, dengan alasan daripada saya harus kost di luar, lebih baik saya tinggal di rumah om saya saja karena di rumahnya ada kamar yang kosong, kata om Rudy memberi alasan. Sebulan kemudian, tante Rini membawa keponakannya ke rumah. Nama keponakan tante Rini adalah Endang, usianya 15 tahun, ia sudah duduk di kelas dua SMKK Negeri. Endang adalah seorang gadis yang cantik, cerdas, rajin dan baik hati pada semua orang. Suatu ketika, om Rudy dan tante Rini pergi menghadiri acara perpisahan siswa kelas II di sekolah tempat om mengajar.

Ia sempat mengajak saya, namun saya menolak dengan alasan saya agak lelah, lalu tante Rini mengajak Endang, namun Endang juga menolak dengan alasan Endang lagi ada tugas dari sekolah yang harus diselesaikan malam itu juga karena besok tugas itu sudah harus dikumpulkan. Sebelum om dan tante meninggalkan rumah, mereka tidak lupa berpesan agar kami berdua berhati-hati, karena sekarang banyak maling yang pura-pura datang sebagai tamu, namun ternyata sang tamu tiba-tiba merampok setelah melihat situasi yang memungkinkan. Setelah selesai berpesan, om dan tante pun pergi sambil menyuruh saya menutup pintu.

Sejak kepergian om dan tante, rumah jadi hening, kini hanya ada suara TV, namun sengaja saya kecilkan volumenya karena Endang sedang belajar. Saya hanya duduk di ruang depan menonton sebuah sinetron yang ditayangkan salah satu stasiun TV swasta. Saya sempat menyaksikan adegan panas seorang lelaki paruh baya yang sedang asyik berselingkuh dengan seorang gadis yang ternyata teman sekantornya sendiri. Karena terlalu asyiknya saya nonton TV, sehinggak saya sangat kaget ketika sebuah tangan menepuk pundak saya. Setelah saya lihat ternyata Endang, ia tersenyum manis sambil menarik lenganku dengan manja menuju kamarnya. Saya jadi deg-degan setelah melihat penampilannya, ternyata ia hanya mengenakan celana pendek ketat warna coklat muda dengan kaos orangenya yang super ketat, sehinggak lekuk-lekuk tubuhnya tampak begitu jelas.

Sejenak saya terpana melihat tubuhnya yang nyaris sempurna. Saya amati pinggangnya bagai gitar spanyol dengan paha yang kencang, mulus, dan bersih. Selain itu juga tampak buah dadanya sangat menantang. Sepertinya ukuran BH-nya 34B. Pemandangan itu sempat mengundang pikiran jahat saya. Bagaimana rasanya kalau saya menikmati tubuhnya yang nyaris sempurna itu. Namun saya berusaha menyingkirkan pikiran itu karena saya pikir bahwa dia adalah sepupu ipar saya, tinggal serumah dengan saya dan saya pun menganggapnya sudah seperti adik kandung saya sendiri.

“Ada apa sih? Kok kamu mengajak saya masuk ke kamar kamu?” kataku agak bingung sambil berusaha melepaskan tangan saya.

Sebenarnya bukan karena saya menolak tetapi hanya karena grogi saja. Maklum saya belum pernah masuk ke kamar Endang sebelumnya.

“Kak, Endang mau minta tolong nih!” katanya sambil menatapku manja.

“Kakak mau nggak membantu saya menyelesaikan tugas ini, soalnya besok sudah harus dikumpul.” kata dia setengah merengek.

“Oh, maksudnya kamu mau minta tolong agar saya membantu kamu mengerjakan tugas itu? Okelah. Saya akan membantumu dengan senang hati, saya kan sudah berjanji untuk selalu menolongmu.” kataku mantap.

“Asyik, makasih ya kak.” kata Endang sambil menciumku.

Kontan saya merasa tersengat aliran listrik karena meskipun umur sudah 25 tahun, saya belum pernah mendapat ciuman seperti itu dari seorang gadis, apalagi ciuman itu datangnya dari gadis secantik Endang.

Saya pun segera membantunya sambil sesekali mencuri padang padanya, namun sepertinya ia tidak menyadari kalau saya memperhatikanya. Setelah kami mengerjakan tugas itu sekitar 30 menit, tiba-tiba Endang berhenti mengerjakan tugas itu. Ia mengeluh sambil memegangi keningnya.

“Kak, Endang pusing nih, boleh nggak kakak pijitin kepala Endang?” katanya sambil merapatkan badannya ke dada saya.

Sempat saya merasakan gesekan dari payudaranya yang cukup kencang namun terasa lembut.

“Emang kenapa kok Endang tiba-tiba pusing?” tanya saya agak heran.

“Ayo kak, tolong pijatin dong, kepala Endang pening!”

“Oke, dengan senang hati lagi.” kataku penuh antusias.

Saya lalu mulai menekan-nekan keningnya dengan tangan kiri saya dan tangan kanan. Saya menahan lehernya agar badannya tidak bergoyang. Sesekali saya juga mengelus pundaknya yang putih bersih.

“Kak, belakang leher Endang juga kak, soalnya leher Endang agak kaku nih.” katanya sambil menuntun tangan saya pada lehernya. Setelah saya memijatnya sekitar lima menit, ia lalu berdiri sambil menarik tangan saya.

“Kak, Endang baring di ranjang aja ya? Biar pijitnya gampang.”

“Terserah Endang ajalah.” kata saya sambil mengikutinya dari belakang.

Lagi-lagi saya terkesima melihat pinggulnya yang sungguh aduhai. Ia lalu berbaring telungkup di atas ranjang sambil menyuruh saya memijat leher dan punggungnya. Sesekali saya melihat dia menggerakkan tubuhnya, entah karena sakit atau karena geli. Saya tidak tahu pasti, yang jelas saya juga sangat senang memijat punggungnya yang sangat seksi. Entah karena gerah atau bagaimana, tiba-tiba saja ia bangun.

“Kak, Endang buka baju saja ya? Sekalian pakai balsem biar cepat sembuh.”

“Mungkin Endang masuk angin.” katanya sambil melepaskan kaosnya, lalu kembali berbaring di depan saya.

Saya terkesima melihat kulit tubuhnya yang kuning langsat. Dalam hati saya berpikir alangkah bahagianya saya kalau kelak mempunyai istri secantik Endang. Saya terus memijatnya dengan lembut. Sesekali saya memutar-mutar jari-jari saya di tepi rusuknya. Setiap saya meraba sisi rusuknya, ia kontan menggerakkan pinggulnya ke kiri dan ke kanan. Kadang juga pinggulnya ditarik. Maklum, ia belum terbiasa disentuh laki-laki. Saya juga sudah mulai merasakan penis saya mulai bergerak-gerak dan kini sudah semakin tegang. Tiba-tiba ia membalikkan tubuhnya menghadap ke arah saya.

“Kak, Endang buka aja BH-nya ya kak? Soalnya gerah nih.” “Terserah Endang lah.” kata saya.

Kini kami saling berhadap-hadapan, ia berbaring menatap ke arah pandangan saya dan saya berlutut di samping kanannya. Dia hanya tersenyum manja, saya pun membalas senyumanya, nafas saya sudah mulai tidak menentu. Sepertinya nafas Endang juga sudah mulai tidak terkendali, saya melihat bukitnya yang nampak berdiri kokoh dengan pucuk warna merah jambu kini sudah mulai turun naik. Saya sempat grogi dibuatnya, bagaimana tidak, selama ini saya belum pernah melihat pemandangan seindah ini.

Di depan saya kini tergeletak seorang gadis yang tubuhnya begitu memabukkan dengan desahan nafas yang membuat batang kejantanan saya sudah berdenyut-denyut. Seakan-akan penis saya mau lompat menerjang tubuh Endang yang terbaring mengeliat-geliat, sungguh darah muda saya mulai berdesir kencang. Kini saya mulai merasakan detak jantung saya sudah tidak beraturan lagi.

“Kenapa kak?” katanya sambil tersenyum manja.

“Nggak, nggak papa kok.” kata saya agak grogi.

“Sudahlah, ayo Kak pijatnya yang agak keras dikit.”

“Iya, iya” jawab saya.

Saya lalu mulai mengelus-elus perutnya yang putih bersih itu, tanpa sengaja saya menyenggol gundukan di dadanya.

“Ahh..” katanya sambil menggeliatkan tubuhnya. Saya dengan cepat memindahkan tangan, tetapi ia kembali menariknya

“Tidak apa-apa kak, terusin saja.” katanya.

Wah, benar-benar malam ini adalah malam yang sangat menyenangkan bagi saya karena tidak pernah terlintas di dalam pikiran saya akan mendapat kesempatan seperti ini. Kesempatan untuk mengelus-elus tubuh Endang yang sangat merangsang.

“Saya tidak boleh melewatkan kesempatan sebaik ini,” kata saya dalam hati.

Kini Endang semakin merasakan sentuhan jari-jari saya, saya melihat dari desahan nafasnya dan dari tubuhnya yang sudah mulai hangat. Entah setan apa yang membuat Endang lupa diri, dia tiba-tiba menarik wajah saya, lalu mengusapnya dengan jari-jarinya yang lembut dan mulai mencium dan menggigit bibir saya. Saya hanya pasrah dan terus terang saya juga sebenarnya sangat menginginkanya, namun selama ini saya pendam saja karena saya menghargainya dan menganggapnya sebagai adik sendiri.

Tetapi saat ini pikiran itu telah sirna dari kepala saya yang dialiri oleh gelora darah muda saya yang menggelora. Ia terus mencium saya dan kini ia melepaskan kaos yang saya pakai lalu membuangnya di samping ranjang.

“Endang, ada apa ini?” tanya saya setengah tidak percaya dengan apa yang sedang ia lakukan.

Tetapi ia tidak memperdulikan kata-kata saya lagi. Melihat gelagat Endang yang sudah di luar batas kendali itu, saya pun tidak mau tinggal diam. Saya mulai membalas ciumannya, melumat bibirnya dan menghisap lehernya yang putih bersih. Saya merasakan penis saya semakin keras dan berdenyut-denyut. Endang terus mencium bibir saya dengan nafas tersengal-sengal. Saya pun tidak mau kalah, saya mulai meremas-remas payudaranya yang masih kencang dan menantang. Kini saya mulai mengisap pucuknya.

“Achh..” ia menggeliat.

Saya melihat Endang semakin menikmati perbuatannya. Sesekali ia menggerakkan pinggulnya ke kiri dan ke kanan sambil mendesah nikmat. Endang melihat penis sudah mendongkrak celana pendek saya, ia lalu menyelipkan tangannya ke dalam CD saya dan ia kini sudah menggenggam penis saya yang berdiri tegak dengan otot-otot yang berwarna kebiruan. Ia lalu menarik celana pendek dan CD saya dan kemudian melemparkannya ke lantai. Ia kembali menangkap penis saya dan mengocoknya dengan jari-jarinya yang lembut.

“Aachh.. achh..” benar-benar nikmat rasanya. Saya merasakan penis saya semakin tegang dan semakin panjang. Ia terus mempermainkan milik saya yang sudah berdenyut-denyut dan mulai mengeluarkan cairan bening.

Saya pun tidak mau ketinggalan. Saya lalu menyelipkan jari-jari saya ke selangkangannya. Saya merasakan lubang kemaluannya sudah hangat dan sudah sangat basah dengan cairan warna bening mengkilat. Rupanya ia sudah benar-benar sangat terangsang dengan permainan kami. Dengan nafas yang tersengal-sengal, saya lalu melorotkan celana Endang lalu meremas-remas pahanya yang putih mulus dan masih kencang.

Saya tidak sanggup lagi menahan nafsu saya yang sudah naik ke ubun-ubun saya. Dengan sekali tarik, saya berhasil melepaskan CD-nya Endang. Kini ia benar-benar bugil. Saya sejenak terpana menyaksikan tubuhnya yang kini tanpa sehelai benang, dengan kulit kuning langsat, halus, bersih dan bentuk badan yang sangat seksi sungguh nyaris sempurna. Saya benar-benar tidak tahan melihat vaginanya yang ditumbuhi rambut tipis dan halus dengan bentuknya yang mungil berwarna coklat agak kemerah-merahan.

Kembali penis saya berdenyut-denyut, seakan meronta-ronta ingin menerjang lubang nikmat Endang yang masih terkatup rapat. Saya sangat gemas melihat liang kemaluannya dan kini saya mulai mengusap-usap bibirnya dan meremas klitorisnya. Lubang nikmat Endang sudah sangat basah. Saya melihat Endang semakin terlelap dalam nafsunya. Ia hanya mengerang nikmat.

“Achh.. achh.. ohh.. ohh..” Saya terus menjilat klitorisnya. Ia hanya mendesah,

“Achh.. achh..” sambil menarik-narik pinggulnya.

“Kak, ayo masukin kak!” sambil menarik penis saya menuju bibir kemaluannya.

“Oke sayang,” lalu saya membuka kakinya.

Kemudian saya melipat kakinya dan menyuruhnya supaya ia membuka pahanya agak lebar. Saya lalu menarik pantat saya dan merapatkan pada selangkangannya. Ia dengan cekatan meraih batang kemaluan saya lalu menempelkannya di bibir kemaluannya yang masih sangat rapat namun sudah basah dengan cairan lendirnya.

“Pelan-pelan ya kak, Endang belum biasa.”

“Iya sayang,” kata saya sambil mengecup bibirnya yang merekah basah. Saya kemudian mendorongnya pelan-pelan.

“Achh.. sakit kak.”

“Tahan sayang.”

Saya lalu kembali mendorongnya pelan-pelan dan kini batang saya sudah bisa masuk setengahnya. Endang hanya menggeliat dan menggigit bibirnya. Saya terus mendorongnya sambil memeluk tubuhnya. Sesekali saya menyentaknya agak keras.

“Achhkk.. sakit kak, pelan-pelan donk!” memang vaginanya masih sangat rapat, maklum ia masih perawan.

“Tahan ya sayang,” saya mencoba menenangkannya sambil memegang pinggulnya erat-erat.

“Akk..” Endang meringis keras. Ia memukul dada saya dengan keras sambil menarik pantatnya.
“Sakit kak, sakitt..”

Saya merasakan batang kejantanan saya menembus sesuatu yang kenyal dalam lubang kenikmatan Endang. Rupanya batang saya telah berhasil menembus selaput daranya. Dari liang sorga Endang tampak mengalir darah segar.

Saya terus menggoyang-goyangkan pinggul maju mundur sambil menciumi bibirnya dan meremas-remas gunungnya yang sangat menantang itu. Sesekali saya melihat dia merapatkan kedua pahanya sambil mengigit bibirnya. Benar-benar milik Endang sungguh nikmat, saya merasakan vaginanya semakin basah dan licin, namun tetap saya merasakan kejantanan saya terjepit dan kadang seperti dihisap oleh vaginanya Endang. Kini saya merasakan batang kemaluan saya sudah berdenyut-denyut sepertinya ingin memuntahkan sesuatu, namun saya tetap menahannya dengan mengurangi irama permainan saya.

“Terus kak, terus..” ia menggeliat.

Saya melihat kedua kakinya mengejang. Gerakan saya kembali saya pacu, membuat payudaranya agak bergoyang dan sepertinya semakin membesar berwarna kemerah-merahan.

“Achh.. achh.. Kak cepat kak, cepat kak.” sambil menggeliat.

Ia merapatkan pahanya. Dia mulai menggerak-gerakkan tangannya mencari pegangan. Akhirnya ia memelukku dengan erat dan mengangkat kedua kakinya. Sambil menggigit bibirnya, ia memejamkan matanya. Saya merasakan kalau kini badannya sudah kaku dan hangat. Akhirnya Endang memelukku erat-erat dan mengangkat pantatnya sambil berteriak.

“Achhkk..” Saya merasakan badannya bergetar dan sepertinya ada sesuatu yang hangat menyentuh batang kejantanan saya, rupanya Endang sudah orgasme.

Saya semakin tidak kuat menahan denyutan dari buah kejantanan saya, akibat kenikmatan yang diberikan Endang sangat luar biasa, batang saya semakin berdenyut-denyut dan kini saya benar-benar tidak sanggup lagi menahannya. Lalu saya mempercepat gerakan saya dan mendorong penis saya lebih dalam lagi sambil menarik tubuh Endang dengan erat ke dalam pelukan saya.

Saya merasakan kenikmatan yang sangat dahsyat itu. Kini semuanya mengaliri dan menggetarkan seluruh tubuh saya mulai dari ubun-ubun sampai ujung kaki saya.

Akhirnya, “Srett.. srett.. srett..” Kejantanan saya mengeluarkan cairan hangat dalam lubang kemaluan Endang.

Saya sempat bingung dan takut karena telah menikmati tubuh Endang secara tidak sah. Namun rasa nikmat itu lebih dahsyat sehingga pikiran itu segera sirna. Saya hanya tersenyum lalu mengecup bibir Endang dan mengucapkan terima kasih pada Endang. Tampak tubuh Endang basah dengan keringatnya tetapi terlihat wajahnya berseri-seri karena puas. Endang hanya merapatkan kedua tangannya ke sisi tubuhnya. Ketika saya mencabut batang kejantanan saya dari vaginanya ia hanya tersenyum saja. Astaga, saya melihat di sprey Endang terdapat bercak darah. Tetapi segera Endang bangun dan menenangkan saya.

“Tenang mas, nanti saya cuci, tak akan ada yang mengetahuinya.”

katanya sambil meletakkan jarinya di kedua bibir saya. Kami berdua lalu menuju ke kamar mandi. Di situ kami masih sempat melakukannya sekali lagi, lalu akhirnya kami kembali mandi dan kembali ke kamarnya Endang. Setelah saya mengambil baju dan celana, saya pun menuju ruang tamu. Tidak lama kemudian keluarlah Endang dari kamarnya lalu mengajak saya makan malam berdua. Katanya, ia sengaja duluan makan karena tidak ingin bertemu dengan om dan tante malam ini. Mungkin Endang malu dan takut kalau perbuatan kami ketahuan. Setelah makan, ia kembali ke kamarnya. Entah ia tidur atau belajar, saya tidak tahu pasti.

Tidak lama kemudian, om dan tante datang. Mereka menceritakan keadaan pesta itu yang katanya cukup ramai dibanding tahun lalu karena tahun ini siswanya lulus 100 persen dengan nilai tertinggi di kota kami. Om menanyakan Endang, tetapi saya katakan mungkin ia sudah tidur sebab tadi setelah makan ia sempat mengatakan kepada saya bahwa ia agak lelah. Om hanya mengangguk lalu menuju kamarnya, katanya ia juga sudah makan dan kini ia pun ingin istirahat.

Saya tersenyum puas dan kembali menonton sebentar, lalu masuk kamar saya. Di dalam kamar, saya tidak bisa tidur membayangkan kejadian yang baru saja terjadi beberapa jam yang lalu. Malam ini saya sangat senang karena telah merasakan sesuatu yang tidak pernah saya rasakan sebelumnya dan pengalaman yang sangat manis ini tentu tidak akan pernah saya lupakan sepanjang hidup saya.

Rabu, 28 Maret 2018

Prediksi Togel Rabu 28 Maret 2018...


>>> SINGAPOREPOOLS <<<


ANGKA MAIN : 1 5 6 8
Top 2D : 01 15 26 38 41
Cadangan 2D : 51 68 75 86 91
TOP SHIO :  Kuda Anjing Ular
COLOK BEBAS : 1 5 8
AS : 0 2 3
KOP : 4 7 9
KEPALA  : Besar / Genap
EKOR : Besar / Genap

Aq mendapat kisah yang asyk dan tak bisa terlupakan padahal kisah itu terjadi kira kira 1 tahun yang lalu tapi rasanya baru kemarin aq rasakan, cerita ini berkisah tentang istri dari pamanku dimana pamanku baru saja melangsungkan pernikahannya walaupun bisa dikata telat, karena umurnya suah rada tua.

Pamanku terbilang orang sukses karena dalam bisnisnya lancer semua, mungkin sebab itu pamanku sibuk ke bisnisnya sampai lupa pendamping hidupnya, sudah disarankan kepada keluarganya dan dipilihakn wanita tapi selalu saja ada pertimbangan yang khusus dari paman sendiri, minta ini minta itu dan pada suatu saat paman membawa wanita yang sangat cantik.

Namanya Ayu seperti namanya dia juga cantik, tak cantik pula dia juga supel kepada kami, dia berusia 24 tahun dan saat itu ia bekerja sebagai sekretaris di perusahaan teman pamanku itu.

Kemudian kami bercakap-cakap, ternyata Ayu memang enak untuk diajak ngobrol. Dan aq melihat sepertinya pamanku tertarik sekali dengannya, karena aq tahu matanya tidak pernah lepas memandang wajah Ayu.

Tapi tidak demikian halnya dengan Ayu. Ia lebih sering memandangku, terutama ketika aq berbicara, tatapannya dalam sekali, seolah-olah dapat menembus pikiranku. Aq mulai berpikir jangan-jangan Ayu lebih menyukaiku.

Tapi aq tidak dapat berharap banyak, soalnya bukan aq yang hendak dijodohkan. Tapi aq tetap saja memandangnya ketika ia sedang berbicara, kupandangi dari ujung rambut ke kaki, rambutnya panjang seperti gadis di iklan sampo, kulitnya putih bersih, kakinya juga putih mulus, tapi sepertinya dadanya agak rata, tapi aq tidak terlalu memikirkannya.

Tidak terasa hari sudah mulai malam. Kemudian sebkamum mereka pulang, pamanku mentraktir mereka makan di sebuah restoran chinese food di dekat rumahnya di daerah Sunter. Ketika sampai di restorant tersebut, aq langsung pergi ke wc dulu karena aq sudah kebelet. Sebkamum aq menutup pintu, tiba-tiba ada tangan yang menahan pintu tersebut. Ternyata adalah Ayu.

“Eh, ada apa Yu?”

“Enggak, aq pengen kasih kartu nama aq, besok jangan lupa telpon aq, ada yang mau aq omongin, oke?”

“Kenapa enggak sekarang aja?”

“Jangan, ada paman kamu, pokoknya besok jangan lupa.”

Setelah acara makan malam itu, aq pun pulang ke rumah dengan seribu satu pertanyaan di otakku, apa yang mau diomongin sama Ayu sih. Tapi aq tidak mau pikir panjang lagi, lagipula nanti aq bisa-bisa susah tidur, soalnya kan besok harus masuk kerja.

Besoknya saat istirahat makan siang, aq meneleponnya dan bertanya langsung padanya.

“Eh, apa sih yang mau kamu omongin, aq penasaran banget?”

“Eeee, penasaran ya, Ton?”

“Iya lah, ayo dong buruan!”

“Eh, slow aja lagi, napsu amet sih kamu.”

“Baru tahu yah, napsu aq emang tinggi.”

“Napsu yang mana nih?” Ayu sepertinya memancingku.

“Napsu makan dong, aq kan bkamum sempat makan siang!”

Aq sempat emosi juga rasanya, sepertinya ia tidak tahu aq ini orang yang sangat menghargai waktu, terutama jam makan siang, soalnya aq sambil makan dapat sekaligus main internet di tempat kerjaq, karena saat itu pasti bosku pergi makan kkamuar, jadi aq bebas surfing di internet, gratis lagi.

“Yah udah, aq cuma mau bilang bisa enggak kamu ke apartment aq sore ini abis pulang kerja, soalnya aq pengen ngobrol banyak sama kamu.”

Aq tidak habis pikir, nih orang kenapa tidak bilang kemarin saja.

Lalu kataq, “Kenapa enggak kemarin aja bilangnya?”

“Karena aq mau kasih surprise buat kamu.” katanya manja.

“Ala, gitu aja pake surprise segala, yah udah entar aq ke tempat kamu, kira-kira jam 6, alamat kamu di mana?”

Lalu Ayu bilang, “Nih catet yah, apartment XXX (edited), lantai XX (edited), pintu no. XXX (edited), jangan lupa yah!””Oke deh, tunggu aja nanti, bye!”

“Bye-bye Ton.”

Setelah telepon terputus, lalu aq mulai membayangkan apa yang akan dibicarakan, lalu pikiran nakalku mulai bekerja. Apa bisa aq menyentuhnya nanti, tetapi langsung aq berpikir tentang pamanku, bagaimana kalau nanti ketahuan, pasti tidak enak dengan pamanku. Lalu aq pun mulai tenggelam dalam kesibukan pekerjaanku.

Tidak lama pun waktu sudah menunjukkan pukul 17.00, sudah waktunya nih, pikirku. Lalu aq pun mulai mengendarai motorku ke tempatnya. Lumayan dekat dari tempat kerjaq di Roxymas. Sesampainya di sana, aq pun langsung menaiki lift ke lantai yang diberitahukan. Begitu sampai di lantai tersebut, aq pun langsung melihatnya sedang membuka pintu ruanganya.

Langsung saja kutepuk pundaknya, “Hai, baru sampe yah, Yu..”

Ayu tersentak kaget, “Wah aq kira siapa, pake tepuk segala.”

“Kamu khan kasih surprise buat aq, jadi aq juga mesti kasih surprise juga buat kamu.”

Lalu ia mencubit lenganku, “Nakal kamu yah, awas nanti!”

Kujawab saja, “Siapa taqt, emang aq pikirin!”

“Ayo masuk Ton, santai aja, anggap aja rumah sendiri.” katanya setelah pintunya terbuka.

Ketika aq masuk, aq langsung terpana dengan apa yang ada di dalamnya, kulihat temboknya berbeda dengan tembok rumah orang-orang pada umumnya, temboknya dilukis dengan gambar-gambar pemandangan di luar negeri. Dia sepertinya orang yang berjiwa seniman, pikirku. Tapi hebat juga kalau cuma kerja sebagai sekretaris mampu menyewa apartment. Jangan-jangan ini cewek simpanan, pikirku.

Sambil aq berkeliling, Ayu berkata, “Mau minum apa Ton?”

“Apa saja lah, asal bukan racun.” kataq bercanda.

“Oh, kalau gitu nanti saya campurin obat tidur deh.” kata Ayu sambil tertawa.

Sementara ia sedang membuat minuman, mataq secara tidak sengaja tertuju pada rak VCD-nya, ketika kulihat satu persatu, ternyata lebih banyak film yang berbau porno. Aq tidak sadar ketika ia sudah kembali, tahu-tahu ia nyeletuk, “Ton, kalo kamu mau nonton, setel aja langsung..!”

Aq tersentak ketika ia ngomong seperti itu, lalu kubilang, “Apa aq enggak salah denger nih..?”

Lalu katanya, “Kalo kamu merasa salah denger, yah aq setelin aja sekarang deh..!”

Lalu ia pun mengambil sembarang film kemudian disetelnya. Wah, gila juga nih cewek, pikirku, apa ia tidak tahu kalau aq ini laki-laki, baru kenal sehari saja, sudah seberani ini.

“Duduk sini Ton, jangan bengong aja, khan udah aq bilang anggap aja rumah sendiri..!” kata Ayu sambil menepuk sofa menyuruhku duduk.

Kemudian aq pun duduk dan nonton di sampingnya, agak lama kami terdiam menyaksikan film panas itu, sampai akhirnya aq pun buka mulut, “Eh Yu, tadi di telpon kamu bilang mau ngomong sesuatu, apa sih yang mau kamu ngomongin..?”

Ayu tidak langsung ngomong, tapi ia kemudian menggenggam jemariku, aq tidak menyangka akan tindakannya itu, tapi aq pun tidak berusaha untuk melepaskannya.

Agak lama kemudian baru ia ngomong, pelan sekali, “Kamu tau Ton, sejak kemarin bertemu, kayaknya aq merasa pengen menatap kamu terus, ngobrol terus. Ton, aq suka sama kamu.”

“Tapi khan kemarin kamu dikenalkan ke Paman aq, apa kamu enggak merasa kalo kamu itu dijodohin ke Paman aq, apa kamu enggak lihat reaksi Paman aq ke kamu..?”

“Iya, tapi aq enggak mau dijodohin sama Paman kamu, soalnya umurnya aja beda jauh, aq pikir-pikir, kenapa hari itu bukannya kamu aja yang dijodohin ke aq..?” kata Ayu sambil mendesah.

Aq pun menjawab, “Aq sebenarnya juga suka sama kamu, tapi aq enggak enak sama Paman aq, entar dikiranya aq kurang ajar sama yang lebih tua.”

Ayu diam saja, demikian juga aq, sementara itu film semakin bertambah panas, tapi Ayu tidak melepaskan genggamannya.

Lalu secara tidak sadar otak pornoku mulai bekerja, soalnya kupikir sekarang kan tidak ada orang lain ini. Lalu mulai kuusap-usap tangannya, lalu ia menoleh padaq, kutatap matanya dalam-dalam, sambil berkata dengan pelan, “Ayu, aq cinta kamu.”

Ia tidak menjawab, tapi memejamkan matanya. Kupikir ini saatnya, lalu pelan-pelan kukecup bibirnya sambil lidahku menerobos bertemu lidahnya. Ayu pun lalu membalasnya sambil memkamukku erat-erat.

Tanganku tidak tinggal diam berusaha untuk meraba-raba buah dadanya, ternyata agak besar juga, walaupun tidak sebesar punyanya bintang film porno. Ayu menggeliat seperti cacing kepanasan, mendesah-desah menikmati rangsangan yang diterima pada buah dadanya.

Kemudian aq berusaha membuka satu persatu kancing bajunya, lalu kuremas-remas payudara yang masih terbungkus BRA itu.

“Aaaaahhh, buka aja BH-nya Ton, cepat.., oohh..!”

Kucari-cari pengaitnya di belakang, lalu kubuka. Wah, ternyata lumayan juga, masih padat dan kencang, walaupun tidak begitu besar. Langsung kusedot-sedot putingnya seperti anak bayi kehausan.

“Esshh.. ouww.. aduhh.. Ton.. nikmat sekali lidahmu.., teruss..!”

Setelah bosan dengan payudaranya, lalu kubuka skamuruh pakaiannya sampai bugil total. Ia juga tidak mau kalah, lalu melepaskan semua yang kukenakan. Untuk sesaat kami saling berpandangan mengagumi keindahan masing-masing. Lalu ia menarik tanganku menuju ke kamarnya, tapi aq melepaskan pegangannya lalu menggendongnya dengan kedua tanganku.

“Aouww Ton, kamu romantis sekali..!” katanya sambil kedua tangannya menggelayut manja melingkari leherku.

Kemudian kuletakkan Ayu pelan-pelan di atas ranjangnya, lalu aq menindih tubuhnya dari atas, untuk sesaat mulut kami saling pagut memagut dengan mesranya sambil berpkamukan erat. Lalu mulutku mulai turun ke buah dadanya, kujilat-jilat dengan lembut, Ayu mendesah-desah nikmat. Tidak lama aq bermain di dadanya, mulutku pelan-pelan mulai menjilati turun ke perutnya, Ayu menggeliat kegelian.

“Aduh Ton, kamu ngerjain aq yah, awas kamu nanti..!”

“Tapi kamu suka khan? Geli-geli nikmat..!”

“Udah ah, jilati aja memek aq Ton..!”

“Oke boss.., siap laksanakan perintah..!”

Langsung saja kubuka paha lebar-lebar, tanpa menunggu lagi langsung saja kujilat-jilat klitorisnya yang sebesar kacang kedele. Ayu menggoyang-goyangkan pinggulnya dengan liar seakan-akan tidak mau kalah dengan permainan lidahku ini.

“Oohh esshhh aaouuw uuhh teeruss.., lebih dalemm, oohhh.. nikmat sekali..!”

Agak lama juga aq bermain di klitorisnya sampai-sampai terlihat banjir di sekitar vaginanya.

“Ton, masukkin aja titit kamu ke lobang aq, aq udah enggak tahan lagi..!”

Dengan segera kuposisikan diriku untuk menembus kemaluannya, tapi ketika kutekan ujung penisku, ternyata tidak mau masuk. Aq baru tahu ternyata dia masih perawan.

“Ayu, apa kamu tidak menyesal perawan kamu aq tembus..?”

“Ton, aq rela kalau kamu yang ngambil perawan aq, bagi aq di dunia ini cuma ada kita berdua aja.”

Tanpa ragu-ragu lagi langsung kutusuk penisku dengan kuat, rasanya seperti ada sesuatu yang robek, mungkin itu perawannya, pikirku.

“Aduh sakit Ton, tahan dulu..!” katanya menahan sakit.

Aq pun diam sejenak, lalu kucium mulutnya untuk meredakan rasa sakitnya. Beberapa menit kemudian ia terangsang lagi, lalu tanpa buang waktu lagi kutekan pantatku sehingga batang kemaluanku masuk semuanya ke dalam lubangnya.

“Pelan-pelan Ton, masih sakit nih..!” katanya meringis.

Kugoyangkan pinggulku pelan-pelan, lama kelamaan kulihat dia mulai terangsang lagi. Lalu gerakanku mulai kupercepat sambil menyedot-nyedot puting susunya. Kulihat Ayu sangat menikmati sekali permainan ini.

Tidak lama kemudian ia mengejang, “Ton, aa.. aqu.. mau kkamuarr.., teruss.. terus.., aahh..!”

Aq pun mulai merasakan hal yang sama, “Yu, aq juga mau kkamuar, di dalam atau di luar..?”

“Kkamuarin di dalem aja Sayang… ohhh.. aahh..!” katanya sambil kedua pahanya mulai dijepitkan pada pinggangku dan terus menggoyangkan pantatnya.

Tiba-tiba dia menjerit histeris, “Oohh… sshh… sshh… sshh…”

Ternyata dia sudah kkamuar, aq terus menggenjot pantatku semakin cepat dan keras hingga menyentuh ke dasar liang senggamanya.

“Sshh.. aahh..” dan, “Aagghh.. crett.. crett.. creet..!”

Kutekan pantatku hingga batang kejantananku menempel ke dasar liang kenikmatannya, dan kkamuarlah spermaq ke dalam liang surganya.

Saat terakhir air maniku kkamuar, aq pun merasa lemas. Walaupun dalam keadaan lemas, tidak kucabut batang kemaluanku dari liangnya, melainkan menaikkan lagi kedua pahanya hingga dengan jelas aq dapat melihat bagaimana rudalku masuk ke dalam sarangnya yang dikelilingi oleh bulu kemaluannya yang menggoda. Kubelai bulu-bulu itu sambil sesekali menyentuh klitorisnya.

“Sshh.. aahh..!” hanya desisan saja yang menjadi jawaban atas perlaqanku itu.

Setelah itu kami berdua sama-sama lemas. Kami saling berpkamukan selama kira-kira satu jam sambil meraba-raba.

Lalu ia berkata kepadaq, “Ton, mudah-mudahan kita bisa bersatu seperti ini Ton, aq sangat sayang pada kamu.”

Aq diam sejenak, lalu kubilang begini, “Aq juga sayang kamu, tapi kamu mesti janji tidak boleh meladeni paman aq kalo dia nyari-nyari kamu.”

“Oke bossss, siap laksanakan perintah..!” katanya sambil memkamukku lebih erat.

Sejak saat itu, kami menjadi sangat lengket, tiap malam minggu selalu kami bertingkah seperti suami istri. Tidak hanya di apartmentnya, kadang aq datang ke tempat kerjanya dan melaqkannya bersama di WC, tentu saja setelah semua orang sudah pulang.

Kadang ia juga ke tempat kerjaq untuk minta jatahnya. Katanya pamanku sudah tidak pernah mencarinya lagi, soalnya tiap kali Ayu ditelpon, yang menjawabnya adalah mesin penjawabnya, lalu tak pernah dibalas Ayu, mungkin akhirnya pamanku jadi bosan sendiri.

Aq Dengan Calon Istri Pamanku sering jalan-jalan ke Mal-Mal, untungnya tidak pernah bertemu dengan pamanku itu. Sampai saat ini aq masih jalan bersama, tapi ketika kutanya sampai kapan mau begini, ia tidak menjawabnya. Aq ingin sekali menikahinya, tapi sepertinya ia bukan tipe cewek yang ingin punya kkamuarga. Tapi lama-lama kupikir, tidak apalah, yang penting aq dapat enaknya juga.

Senin, 26 Maret 2018

Prediksi Togel Senin 26 Maret 2018...


>>> SINGAPOREPOOLS <<<


ANGKA MAIN : 2 6 4 9
Top 2D : 02 16 24 39 49
Cadangan 2D : 52 64 79 82 94
TOP SHIO :  Babi Naga Monyet
COLOK BEBAS : 2 4 9
AS : 0 1 3
KOP : 5 7 8
KEPALA  : Kecil / Genap
EKOR : Besar / Ganjil

Belum lama ini aku kembali bertemu Nana (bukan nama sebenarnya). Ia kini sudah berkeluarga dan sejak menikah tinggal di Palembang. Untuk suatu urusan keluarga, ia bersama anaknya yang masih berusia 6 tahun pulang ke Yogya tanpa disertai suaminya. Nana masih seperti dulu, kulitnya yang putih, bibirnya yang merah merekah, rambutnya yang lebat tumbuh terjaga selalu di atas bahu. Meski rambutnya agak kemerahan namun karena kulitnya yang putih bersih, selalu saja menarikdipandang, apalagi kalau berada dalam pelukan dan dielus-elus. Perjumpaan di Yogya ini mengingatkan peristiwa sepuluh tahun lalu ketika ia masih kuliah di sebuah perguruan tinggi ternama di Yogya. Selama kuliah, ia tinggal di rumah bude, kakak ibunya yang juga kakak ibuku. Rumahku dan rumah bude agak jauh dan waktu itu kami jarang ketemu Nana.

Aku mengenalnya sejak kanak-kanak. Ia memang gadis yang lincah, terbuka dan tergolong berotak encer. Setahun setelah aku menikah, isteriku melahirkan anak kami yang pertama. Hubungan kami rukun dan saling mencintai. Kami tinggal di rumah sendiri, agak di luar kota. Sewaktu melahirkan, isteriku mengalami pendarahan hebat dan harus dirawat di rumah sakit lebih lama ketimbang anak kami. Sungguh repot harus merawat bayi di rumah. Karena itu, ibu mertua, ibuku sendiri, tante (ibunya Nana) serta Nana dengan suka rela bergiliran membantu kerepotan kami. Semua berlalu selamat sampai isteriku diperbolehkan pulang dan langsung bisa merawat dan menyusui anak kami.

Hari-hari berikutnya, Nana masih sering datang menengok anak kami yang katanya cantik dan lucu. Bahkan, heran kenapa, bayi kami sangat lekat dengan Nana. Kalau sedang rewel, menangis, meronta-ronta kalau digendong Nana menjadi diam dan tertidur dalam pangkuan atau gendongan Nana. Sepulang kuliah, kalau ada waktu, Nana selalu mampir dan membantu isteriku merawat si kecil. Lama-lama Nana sering tinggal di rumah kami. Isteriku sangat senang atas bantuan Nana. Tampaknya Nana tulus dan ikhlas membantu kami. Apalagi aku harus kerja sepenuh hari dan sering pulang malam. Bertambah besar, bayi kami berkurang nakalnya. Nana mulai tidak banyak mampirke rumah. Isteriku juga semakin sehat dan bisa mengurus seluruh keperluannya. Namun suatu malam ketika aku masih asyik menyelesaikan pekerjaan di kantor, Nana tiba-tiba muncul.

“Ada apa Na, malam-malam begini.”

“Mas Danu, tinggal sendiri di kantor?”

“Ya, Dari mana kamu?”

“Sengaja kemari.”

Nana mendekat ke arahku. Berdiri di samping kursi kerja. Nana terlihat mengenakan rok dan T-shirt warna kesukaannya, pink. Tercium olehku bau parfum khas remaja.

“Ada apa, Nana?”

“Mas.. aku pengin seperti Mbak Tari.”

“Pengin? Pengin apanya?” Nana tidak menjawab tetapi malah melangkah kakinya yang putih mulus hingga berdiri persis di depanku. Dalam sekejap ia sudah duduk di pangkuanku.

“Nana, apa-apaan kamu ini..” Tanpa menungguku selesai bicara, Nana sudah menyambarkan bibirnya di bibirku dan menyedotnya kuat-kuat. Bibir yang selama ini hanya dapat kupandangi dan bayangkan, kini benar-benar mendarat keras. Kulumanya penuh nafsu dan nafas halusnya menyeruak. Lidahnya dipermainkan cepat dan menari lincah dalam rongga mulutku. Ia mencari lidahku dan menyedotnya kuat-kuat. Aku berusaha melepaskannya namun sandaran kursi menghalangi. Lebih dari itu, terus terang ada rasa nikmat setelah berbulan-bulan tidak berhubungan intim dengan isteriku. Nana merenggangkan pagutannya dan katanya, “Mas, aku selalu ketagihan Mas. Aku suka berhubungan dengan laki-laki, bahkan beberapa dosen telah kuajak beginian. Tidak bercumbu beberapa hari saja rasanya badan panas dingin. Aku belum pernah menemukan laki-laki yang pas.

Kuangkat tubuh Nana dan kududukkan di atas kertas yang masih berserakan di atas meja kerja. Aku bangkit dari duduk dan melangkah ke arah pintu ruang kerjaku. Aku mengunci dan menutup kelambu ruangan.

“Na.. Kuakui, aku pun kelaparan. Sudah empat bulan tidak bercumbu dengan Tari.”

“Jadikan aku Mbak Tari, Mas. Ayo,” kata Nana sambil turun dari meja dan menyongsong langkahku.

Ia memelukku kuat-kuat sehingga dadanya yang empuk sepenuhnya menempel di dadaku. Terasa pula penisku yang telah mengeras berbenturan dengan perut bawah pusarnya yang lembut. Nana merapatkan pula perutnya ke arah kemaluanku yang masih terbungkus celana tebal. Nana kembali menyambar leherku dengan kuluman bibirnnya yang merekah bak bibir artis terkenal. Aliran listrik seakan menjalar ke seluruh tubuh. Aku semula ragu menyambut keliaran Nana. Namun ketika kenikmatan tiba-tiba menjalar ke seluruh tubuh, menjadi mubazir belaka melepas kesempatanini.

“Kamu amat bergairah, Nana..” bisikku lirih di telinganya.

“Hmm.. iya.. Sayang..” balasnya lirih sembari mendesah.

“Aku sebenarnya menginginkan Mas sejak lama.. ukh..” serunya sembari menelan ludahnya.

“Ayo, Mas.. teruskan..”

“Ya Sayang. Apa yang kamu inginkan dari Mas?”

“Semuanya,” kata Nana sembari tangannya menjelajah dan mengelus batang kemaluanku. Bibirnya terus menyapu permukaan kulitku di leher, dada dan tengkuk. Perlahan kusingkap T-Shirt yang dikenakannya. Kutarik perlahan ke arah atas dan serta merta tangan Nana telah diangkat tanda meminta T-Shirt langsung dibuka saja. Kaos itu kulempar ke atas meja. Kedua jemariku langsung memeluknya kuat-kuat hingga badan Nana lekat ke dadaku. Kedua bukitnya menempel kembali, terasa hangat dan lembut. Jemariku mencari kancing BH yang terletak di punggungnya. Kulepas perlahan, talinya, kuturunkan melalui tangannya. BH itu akhirnya jatuh ke lantai dan kini ujung payudaranya menempel lekat ke arahku. Aku melorot perlahan ke arah dadanya dan kujilati penuh gairah. Permukaan dan tepi putingnya terasa sedikit asin oleh keringat Nana, namun menambah nikmat aroma gadis muda.

Tangan Nana mengusap-usap rambutku dan menggiring kepalaku agar mulutku segera menyedot putingnya. “Sedot kuat-kuat Mas, sedoott..” bisiknya. Aku memenuhi permintaannya dan Nana tak kuasa menahan kedua kakinya. Ia seakan lemas dan menjatuhkan badan ke lantai berkarpet tebal. Ruang ber-AC itu terasa makin hangat. “Mas lepas..” katanya sambil telentang di lantai. Nana meminta aku melepas pakaian. Nana sendiri pun melepas rok dan celana dalamnya. Aku pun berbuat demikian namun masih kusisakan celana dalam. Nana melihat dengan pandangan mata sayu seperti tak sabar menunggu. Segera aku menyusulnya, tiduran di lantai. Kudekap tubuhnya dari arah samping sembari kugosokkan telapak tanganku ke arah putingnya. Nana melenguh sedikit kemudian sedikit memiringkan tubuhnya ke arahku. Sengaja ia segera mengarahkan putingnya ke mulutku.

“Mas sedot Mas.. teruskan, enak sekali Mas.. enak..” Kupenuhi permintaannya sembari kupijat-pijat pantatnya. Tanganku mulai nakal mencari selangkangan Nana. Rambutnya tidak terlalu tebal namun datarannya cukup mantap untuk mendaratkan pesawat “cocorde” milikku. Kumainkan jemariku di sana dan Nana tampak sedikit tersentak. “Ukh.. khmem.. hss.. terus.. terus,” lenguhnya tak jelas. Sementara sedotan di putingnya kugencarkan, jemari tanganku bagaikan memetik dawai gitar di pusat kenikmatannya. Terasa jemari kanan tengahku telah mencapai gumpalan kecil daging di dinding atas depan vaginanya, ujungnya kuraba-raba lembut berirama. Lidahku memainkan puting sembari sesekali menyedot dan menghembusnya. Jemariku memilin klitoris Nana dengan teknik petik melodi.

Nana menggelinjang-gelinjang, melenguh-lenguh penuh nikmat. “Mas.. Mas.. ampun.. terus, ampun.. terus ukhh..” Sebentar kemudian Nana lemas. Namun itu tidak berlangsung lama karena Nana kembali bernafsu dan berbalik mengambil inisitif. Tangannya mencari-cari arah kejantananku. Kudekatkan agar gampang dijangkau, dengan serta merta Nana menarik celana dalamku. Bersamaan dengan itu melesat keluar pusaka kesayangan Tari. Akibatnya, memukul ke arah wajah Nana. “Uh.. Mas.. apaan ini,” kata Nana kaget. Tanpa menunggu jawabanku, tangan Nana langsung meraihnya. Kedua telapak tangannya menggenggam dan mengelus penisku.

“Mas.. ini asli?”

“Asli, 100 persen,” jawabku.

Nana geleng-geleng kepala. Lalu lidahnya menyambar cepat ke arah permukaan penisku yang berdiameter 6 cm dan panjang 19 cm itu, sedikit agak bengkok ke kanan. Di bagian samping kanan terlihat menonjol aliran otot keras. Bagian bawah kepalanya, masih tersisa sedikit kulit yang menggelambir. Otot dan gelambiran kulit itulah yang membuat perempuan bertambah nikmat merasakan tusukan senjata andalanku.

“Mas, belum pernah aku melihat penis sebesar dan sepanjang ini.”

“Sekarang kamu melihatnya, memegangnya dan menikmatinya.”

“Alangkah bahagianya MBak Tari.”

“Makanya kamu pengin seperti dia, kan?”

Nana langsung menarik penisku. “Mas, aku ingin cepat menikmatinya. Masukkan, cepat masukkan.”

Nana menelentangkan tubuhnya. Pahanya direntangkannya. Terlihat betapa mulus putih dan bersih. Diantara bulu halus di selangkangannya, terlihat lubang vagina yang mungil. Aku telah berada di antara pahanya. Exocet-ku telah siap meluncur. Nana memandangiku penuh harap.

“Cepat Mas, cepat..”

“Sabar Nana. Kamu harus benar-benar terangsang, Sayang..”

Namun tampaknya Nana tak sabar. Belum pernah kulihat perempuan sekasar Nana. Dia tak ingin dicumbui dulu sebelum dirasuki penis pasangannya. “Cepat Mas..” ajaknya lagi. Kupenuhi permintaannya, kutempelkan ujung penisku di permukaan lubang vaginanya, kutekan perlahan tapi sungguh amat sulit masuk, kuangkat kembali namun Nana justru mendorongkan pantatku dengan kedua belah tangannya. Pantatnya sendiri didorong ke arah atas. Tak terhindarkan, batang penisku bagai membentur dinding tebal. Namun Nana tampaknya ingin main kasar. Aku pun, meski belum terangsang benar, kumasukkan penisku sekuat dan sekencangnya. Meski perlahan dapat memasukirongga vaginanya, namun terasa sangat sesak, seret, panas, perih dan sulit. Nana tidak gentar, malah menyongsongnya penuh gairah.

“Jangan paksakan, Sayang..” pintaku.

“Terus. Paksa, siksa aku. Siksa.. tusuk aku. Keras.. keras jangan takut Mas, terus..” Dan aku tak bisa menghindar. Kulesakkan keras hingga separuh penisku telah masuk. Nana menjerit, “Aouwww.. sedikit lagi..” Dan aku menekannya kuat-kuat. Bersamaan dengan itu terasa ada yang mengalir dari dalam vagina Nana, meleleh keluar. Aku melirik, darah.. darah segar. Nana diam. Nafasnya terengah-engah. Matanya memejam. Aku menahan penisku tetap menancap. Tidak turun, tidak juga naik. Untuk mengurangi ketegangannya, kucari ujung puting Nana dengan mulutku. Meski agak membungkuk, aku dapat mencapainya. Nana sedikit berkurang ketegangannya.

Beberapa saat kemudian ia memintaku memulai aktivitas. Kugerakkan penisku yang hanya separuh jalan, turun naik dan Nana mulai tampak menikmatinya. Pergerakan konstan itu kupertahankan cukup lama. Makin lama tusukanku makin dalam. Nana pasrah dan tidak sebuas tadi. Ia menikmati irama keluar masuk di liang kemaluannya yang mulai basah dan mengalirkan cairan pelicin. Nana mulai bangkit gairahnya menggelinjang dan melenguh dan pada akhirnya menjerit lirih, “Uuuhh.. Mas.. uhh.. enaakk.. enaakk.. Terus.. aduh.. ya ampun enaknya..” Nana melemas dan terkulai. Kucabut penisku yang masih keras, kubersihkan dengan bajuku. Aku duduk di samping Nana yang terkulai.

“Nana, kenapa kamu?”

“Lemas, Mas. Kamu amat perkasa.”

“Kamu juga liar.”

Nana memang sering berhubungan dengan laki-laki. Namun belum ada yang berhasil menembus keperawanannya karena selaput daranya amat tebal. Namun perkiraanku, para lelaki akan takluk oleh garangnya Nana mengajak senggama tanpa pemanasan yang cukup. Gila memang anak itu, cepat panas.

Sejak kejadian itu, Nana selalu ingin mengulanginya. Namun aku selalu menghindar. Hanya sekali peristiwa itu kami ulangi di sebuah hotel sepanjang hari. Nana waktu itu kesetanan dan kuladeni kemauannya dengan segala gaya. Nana mengaku puas.

Setelah lulus, Nana menikah dan tinggal di Palembang. Sejak itu tidak ada kabarnya. Dan, ketika pulang ke Yogya bersama anaknya, aku berjumpa di rumah bude.

“Mas Danu, mau nyoba lagi?” bisiknya lirih.

Aku hanya mengangguk.

“Masih gede juga?” tanyanya menggoda.

“Ya, tambah gede dong.”

Dan malamnya, aku menyambangi di hotel tempatnya menginap. Pertarungan pun kembali terjadi dalam posisi sama-sama telah matang.

“Mas Danu, Mbak Tari sudah bisa dipakai belum?” tanyanya.

“Belum, dokter melarangnya,” kataku berbohong.

Dan, Nana pun malam itu mencoba melayaniku hingga kami sama-sama terpuaskan.