>>> SINGAPOREPOOLS <<<
ANGKA MAIN : 6 2 7 0
Top 2D : 07 12 26 30 42
Cadangan 2D : 57 62 70 86 96
TOP SHIO : Kelinci Anjing Babi
COLOK BEBAS : 0 2 6
AS : 1 3 4
KOP : 5 8 9
KEPALA : Besar / Ganjil
EKOR : Kecil / Genap
Suatu hari aku dipanggil
pimpinanku ke dalam ruangannya. Aku menduga-duga apa gerangan sebabnya aku
dipanggil mendadak begini.
“Duduk, Dik. Tunggu sebentar ya,”
katanya sambil meneruskan membaca surat-surat yang masuk hari ini.
Setelah selesai membaca satu
surat barulah dia menatapku.
“Begini Dik Anto, besok hari
libur nasional. Hari ini apa yang masih harus diselesaikan?” tanyanya.
Aku berpikir sejenak sambil
mengingat apalagi tugas yang harus kuselesaikan segera hari ini.
“Rasanya sih sudah tidak ada lagi yang
mendesak pak, ada beberapa proposal dan rencana kerja yang harus saya buat,
tapi masih bisa ditunda sampai minggu depan. Ada apa Pak?” tanyaku.
“Anu, ada tamu dari Kalimantan,
namanya Pak Jainudin, panggil aja Pak Jay. Sebenarnya bukan untuk urusan kantor
kita sih. Hanya kebetulan saja pas dia ada di sini, jadinya sekalian aja. Dia
menginap di Bekasi. Tadi dia telpon katanya minta tolong agar diantarkan surat
yang kemarin Dik Anto buat konsepnya untuk dipelajari, jelaskan aja detailnya.
Nanti Dik Anto antar saja ke sana dan bayar bill hotel beliau. Layani sampai
selesai urusannya, kalau perlu nanti nggak usah kembali ke kantor. Besok beliau
kembali. Kalau mobil kantor pas kosong, pakai taksi aja soalnya ini penting.
Uangnya ambil di kasir!” katanya sambil memberikan memo kepadaku untuk ambil
uang di kasir.
Bergegas aku ke kasir sambil cek
di resepsionis ada mobil kantor lagi kosong atau tidak. Ternyata semua mobil
lagi dipakai. Jadi aku naik taksi ke Bekasi.
Setelah sampai di hotel yang
dituju, aku segera menemui Pak Jay, dan menyerahkan berkas yang dimaksud.
Setelah dia bertanya tentang detail dari berkas tadi, dia katakan bahwa dia
sudah mengerti dengan isinya dan setuju. Hanya ada perbaikan redaksional saja.
“OK Dik, nanti saya kabari.
Begini saja, konsep ini saya bawa dulu. Perbaikannya nanti menyusul saja. Hanya
redaksional kok. Isinya saya sudah paham dan prinsipnya setuju,” katanya.
“Oh ya pak, pimpinan saya
sampaikan bahwa bill hotel bapak biar kami yang selesaikan,” kataku.
“Aduh, jadi merepotkan. Sampaikan
terima kasih dan salam untuk pimpinanmu, Pak Is” katanya sambil menyalamiku.
“Baik Pak nanti saya sampaikan,
selamat jalan”.
Aku kemudian membereskan bill di
front office. Tiba-tiba saja petugas hotel memanggilku.
“Maaf Pak Anto ya? Ini Pak Jay
mau bicara,” katanya sambil menyerahkan gagang telepon. Kuterima gagang telepon
dan dari seberang Pak Jay berkata”Dik, saya lupa kasih tahu. Kebetulan semua
urusan saya selesai hari ini jadi saya bisa pulang siang nanti. Dik Anto tunggu
sebentar di bawah ya!”
Aku menunggu Pak Jay turun ke
lobby. Sebentar kemudian dia sudah datang dan minta dipanggilkan taksi.
Kupanggilkan taksi, dia naik dan katanya.
“Terima kasih banyak lho
bantuannya”.
Aku menggangguk dan tersenyum
saja. Setelah taksinya pergi, aku berpikir kalau dia jadi pulang, sementara
bill sudah dibayar penuh sampai besok, sayang rasanya. Biar aja kuisi kamarnya
sampai besok, toh besok juga libur. Aku lapor ke resepsionis.
“Mbak, Pak Jay sudah check out,
saya pakai kamarnya sampai besok. Tapi tolong beresin dulu kamarnya, saya mau
jalan dulu sebentar. Boleh kan?” kataku.
“Boleh pak, silakan saja,”
katanya sambil tersenyum.
Akhirnya saya keliling-keliling
di Kota Bekasi. Nggak ada yang aneh sih. cuma sudah lama saja tidak ke Bekasi.
Setelah beberapa lama, capek juga rasanya badanku. Aku akhirnya masuk ke sebuah
panti pijat tradisional. Siapa tahu dapat massage girl yang oke, setelah
dipijat nanti gantian kita yang memijatnya.
Seperti biasa begitu masuk di
ruang depan aku disodori foto-foto close up yang cantiknya mengalahkan artis.
Mbak yang jaga mengomentari sambil sekalian promosi. Si A pijatannya bagus dan
orangnya supel, Si B agak cerewet tapi cantik, Si C hitam manis dan ramah dan
lain-lainnya. Aku sih tidak tertarik dengan promosinya. Pilihanku biasanya
berdasarkan feeling saja.
Pada saat lihat-lihat foto, ada
wanita yang masuk. Kulihat sekilas, kalau dia massage girl di sini aku pilih
dia saja.
Kutanya pada yang jaga, ” Mbak,
yang tadi barusan lewat kerja di sini juga?”
“Ya Mas, dia baru minta ijin
keluar sebentar tadi. Katanya ada sedikit keperluan,” jawabnya.
“Boleh pijat sama dia Mbak?”
tanyaku lagi.
“Boleh saja, tapi tarif untuknya
agak tinggi sedikit,” katanya sambil tersenyum kemudian menyebutkan rupiah yang
harus kusediakan.
Kuiyakan dan disuruhnya aku masuk
ke kamar VIP, ada AC-nya meskipun berisik dan tidak terlalu dingin. Sambil
menunggu di dalam kamar, kuamat-amati sekelilingku. Sebuah kamar berukuran 3 X
2 meter dengan sebuah spring bed untuk satu orang dan sebuah meja kecil yang di
atasnya ada cream pijat dan handuk. Pintunya ditutup dengan korden kain sampai
ke lantai. Kulepaskan pakaianku tinggal celana dalam saja. Iseng-iseng kubuka
laci meja kecil di sampingku. Ada kotak “25” yang sudah kosong.
Tidak lama kemudian gadis pemijat
yang kupesan sudah muncul. Kuamati lagi dengan lebih teliti. Lumayan. Kulitnya
putih, tinggi (untuk ukuran seorang wanita) dengan perawakan seimbang. Ia
mengenakan celana panjang hitam dan kaus putih. BH-nya yang berwarna hitam
nampak jelas membayang di badannya.
“Selamat siang,” sapanya sambil
menutup korden dan mengikatkan pinggirnya pada kaitan di kusen pintu.
“Siang,” jawabku singkat.
“Silakan berbaring tengkurap Mas,
mau diurut atau dipijat saja”.
“Punggungku dipijat saja, kaki
dan tangan boleh diurut”.
Aku berbaring di atas spring bed.
Ia mulai memijat jari dan telapak kakiku.
“Namanya siapa Mbak?” tanyaku.
“Apa perlunya Mas tanya-tanya
nama segala. Mas kerja di Sensus ya?” Jawabnya sambil tersenyum. Meskipun
jawabannya begitu tapi dari nada suaranya dia tidak marah.
Akhirnya sambil memijat aku tahu
namanya, Wati, berasal dari Palembang. Pijatannya sebenarnya tidak terlalu
keras. Sepertinya dia pernah belajar tentang anatomi tubuh manusia sehingga
pada titik-titik tertentu terasa agak sakit jika dipijat.
“Aduh.. Pelan sedikit dong!”
teriakku ketika dia memijat bagian betisku.
“Kenapa Mas, Sakit? Kalau dipijat
sakit berarti ada bagian yang memang tidak beres. Coba bagian lain, meskipun
pijatannya lebih keras tapi kan nggak sakit”.
Kupikir benar juga pendapatnya.
Aku sedikit pernah baca tentang pijat refleksi yang membuka simpul syaraf dan
melancarkan aliran darah sehingga metabolisme tubuh kembali normal. Ia memijat
pahaku.
“Hmmhh.. Ada urat yang sedikit
ketarik Mas. Pasti beberapa hari ini adik kecilnya tidak bisa bangun secara
maksimal,” katanya.
Memang beberapa hari ini, entah
karena kelelahan bekerja atau sebab lain sehingga pada pagi hari saat bangun
tidur adik kecilku kondisinya kurang tegang. Aku tidak terlalu memperhatikan
karena pikiran memang lagi fokus untuk menyelesaikan pekerjaan minggu ini.
Tangannya beberapa kali mulai menyenggol kejantananku yang terbungkus celana
dalam. Tapi herannya aku sama sekali nggak terangsang. Kucoba untuk menaikkan
pantatku dengan harapan tangannya bisa lebih ke depan lagi, tapi ditekannya
lagi pantatku.
“Sudahlah, Mas diam saja nanti
nggak jadi pijat,” katanya.
Kali ini tangannya benar-benar meremas
adik kecilku. Tapi sekali lagi aku heran, karena nggak bisa terangsang.
Tangannya kini memijat pinggangku. Ibu jarinya menekan pantatku bagian samping
dan jari lainnya memijat-mijat sekitar kandung kemih.
“Penuh.. Beberapa hari pasti
tidak dikeluarkan ya Mas? Maklum adiknya juga lagi nggak fit,” komentarnya agak
ngeres.
Lagi-lagi tebakannya benar. Aku
tidak tahu dia asal tebak atau memang ada ilmunya untuk hal-hal seperti itu.
“Hhh..” kataku ketika ia mulai
menekan punggungku, kemudian terus sampai tengkuk.
Aku mulai merasa rileks dan
mengantuk. Enak juga pijatannya. Kini kakiku diurutnya dengan cream pijat.
Sampai di dekat pahaku dia berkata”Tahan sedikit Mas, agak sakit memang”.
Tangannya dengan kuat mengurut paha bagian dalamku. Terasa sakit sekali.
“Uffpp.. Haahh,” kataku sambil
menahan sakit.
Kepalaku kubenamkan ke bantal.
Setelah kedua belah pahaku diurut terasa ada perbedaan. Kejantananku mulai
bereaksi ketika tangannya menyusup ke bawah pahaku. Pelan tapi pasti
kejantananku mulai membesar sehingga terasa mengganjal. Aku agak menaikkan
pantatku untuk mencari posisi yang enak. Kali ini dibiarkannya pantatku naik
dan tanganku meluruskan senjataku pada arah jam 12.
“Balik badannya, dadanya mau
dipijat nggak?”
Kubalikkan badanku. Kulihat
keringat mulai menitik di lehernya. Untung ada AC, meskipun tidak bagus,
sedikit menolong. Wati mengusap-usap dadaku.
“Badanmu bagus Mas, dadanya
diurut ya?”
“Nggak usah, tanganku aja deh
diurut,” kataku.
Ia duduk di sampingku dengan kaki
menggantung di samping ranjang. Ketika ia meluruskan dan mengurut tanganku
kupegang dadanya. Lumayan besar, tapi agak kendor.
“Tangannya..” katanya
mengingatkanku.
Tidak berapa lama ia sudah
selesai memijat dan mengurut badanku. Aku meregangkan badan. Terasa lebih
segar.
“Sebentar saya ambil air dulu
Mas,” ia keluar kamar dan kembali dengan membawa air hangat dan handuk kecil.
Dicelupkannya handuk kecil ke
dalam air hangat dan dilapnya seluruh tubuhku sampai bekas cream pijat hilang.
Kemudian dilapnya badanku sekali lagi dengan handuk yang ada di atas meja
kecil. Aku kembali terangsang ketika dia melap dadaku. Kuperhatikan dia dan
kupegang tangannya di atas dadaku. Ia memutar-mutarkan tangannya yang dibalut
handuk.
“Kenapa Mas,” bisiknya.
“Ingin dikeluarin supaya nggak
penuh dan meluap terbuang,” kataku.
Ia menggerakkan tangan, kode
untuk mengocok penisku.
“Nggak boleh emangnya disini ya?
Ini apa?” tanyaku sambil membuka laci meja dan menunjukkan kotak “25” yang
kosong tadi.
“Mas ini tangannya usil deh.
Bukan begitu Mas, bos lagi ada di sini. Dia kesini seminggu dua kali. Dia
melarang kami untuk begituan dengan tamu, katanya belakangan ini sering ada
razia,” jawabnya.
Kami diam beberapa saat, tensiku
sudah mulai turun.
“Begini saja Mas, kebetulan saya
juga lagi ingin dan Mas sebenarnya sesuai dengan seleraku dan rasanya bisa
memuaskanku. Sekali-sekali ingin juga menikmati kesenangan. Nanti malam saja
kita ketemu setelah jam 10 malam, sini sudah tutup”.
Kutanya berapa tarifnya untuk
semalam.
“Jangan salah kira Mas, tidak
semua wanita pemijat hanya ingin uang saja. Sudah kubilang kalau kita nanti
bisa take and give. Just for fun”.
Busyet.. Entah benar entah tidak
bahasa yang diucapkannya aku tidak peduli. Malam ini aku dapat pemuas
keinginanku yang tertahan selama beberapa hari. Kukatakan nanti setelah selesai
kerja kutunggu di hotel tempatku menginap.
Aku kembali ke hotel dan mandi.
Sekilas ada keinginanku untuk berswalayan-ria. Tapi kutahan, takut nanti malam
jadi kurang greng. Setelah mandi aku kembali jalan di sekitar hotel. Jalan
mulai macet, karena jam pulang kantor sudah lewat. Cuaca agak mendung dan tak
lama turun gerimis. Kupercepat langkahku, tapi gerimis sudah mulai lebat.
Untung ada sebuah warung tenda. Sekilas kubaca tersedia STMJ. Boleh juga nih,
hitung-hitung persiapan nanti malam. Kupesan satu gelas. Kuseruput perlahan.
Rasa hangat menjalari tubuhku. Jahenya terlalu pedas, kulirik penjualnya.
“Di sini STMJ-nya asli Mas,
alami. Bukan buatan pabrik jamu, melainkan saya buat sendiri. Jahenya memang
sengaja agak banyak biar badan jadi sehat dan tidak mudah masuk angin,” katanya
seolah membaca pikiranku. Kutunggu minumanku agak dingin. Ternyata ramai juga
warung ini. Mungkin juga akibat ramuan Bapak penjualnya yang membuatnya dengan
bahan alami.
Kembali ke hotel meskipun dengan
pakaian sedikit basah, namun kesegaran pijatan dan STMJ membuatku tidak takut
masuk angin. Aku tidak bawa pakaian ganti karena niatnya tidak menginap, hanya
melayani tamu kantor. Kulepas bajuku dan dengan tetap memakai celana panjang
kubaringkan tubuhku ke ranjang yang empuk. Enak juga jadi orang kaya. Menginap
di tempat yang empuk dan berAC. Namun kupikir lagi, ternyata hidup ini enak
kalau dijalani dengan senang hati. Orang kaya yang punya jabatan tentu tingkat
stressnya lebih tinggi dan belum tentu mereka dapat menikmati semua yang ada padanya.
Mungkin cocok juga aku jadi filsuf, pikirku begitu sadar dari lamunanku.
Kulihat jam dinding menunjukkan
pukul delapan kurang sepuluh menit. Masih ada waktu tiduran dua jam setelah
seharian pikiranku agak capek. Badan sih tidak apa-apa, hanya pikiran yang
perlu istirahat.
Setengah tertidur aku mendengar
ketukan di pintu.
“Tok.. Tok.. Tok..
“Mas Anto, ini Wati,” terdengar
suara dari luar.
Upss, aku melompat dari ranjang
dan membuka pintu. Setelah kubuka pintu aku tertegun sejenak. Wati tetap memakai
kaus yang tadi siang dipakainya dibungkus dengan sweater dan celananya sudah
ganti dengan jeans. Sepatu dengan hak tinggi membuat dia tampak lebih tinggi
dan langsing. Kacamata bening nangkring di hidungnya yang sedang. Wajahnya
dihiasi dengan make up tipis. Kalau dilihat sekilas seperti Yurike Prastica.
Wati masuk dan melepaskan
sweaternya. Aku menutup pintu, menguncinya dan duduk di atas ranjang, lalu ia
duduk di sampingku. Saat itu aku masih termangu, tapi penisku bereaksi lebih
cepat dan langsung saja tegak dengan kerasnya. Wati melihat kebawah, ia sengaja
melihat dan meraba, mengusap serta memainkan penisku.
Aku mulai bergairah tetapi hanya
diam menunggu aksinya. Kurebahkan tubuhku ke tempat tidur, ia terus memainkan
penisku. Dilepasnya kacamata dan diletakkan di meja samping ranjang. Ia berdiri
dan melepaskan celana panjangnya. Pahanya yang mulus terpampang di depanku.
Kudorong ia dan kupepetkan ke dinding sambil berciuman lembut. Ia mengerang
kecil” Ngghngngh..”.
Tangannya membuka celana
panjangku dan menariknya ke bawah. Tangannya meremas penisku dan
mengeluarkannya dari celana dalamku. Ia bergerak sehingga aku yang dipepetnya
di dinding. Dalam posisi setengah jongkok ia mulai mengulum penisku. Penisku
semakin lama semakin tegang. Ia mengkombinasikan permainannya dengan mengocok,
menjilat, mengisap dan mengulum penisku. Kupegang erat kepalanya dan kugerakkan
maju mundur sehingga mulutnya bergerak mengulum penisku. Tangannya meremas
pantatku dan menarik celana dalamku yang mengganggu gerakannya. Kurasakan
mulutnya menyedot dengan kuat sampai penisku terasa ngilu.
Kuangkat tubuhnya dan kulucuti
celana dalamnya. Kaus tipisnya masih kubiarkan tetap di badannya. Sebuah
keindahan tersendiri melihatnya dalam kondisi polos di bagian bawah dan kausnya
masih melekat. Belahan payudaranya yang besar membayang di balik kaus tipisnya.
Kini aku yang jongkok di depannya dan mulai menjilati dan memainkan clit-nya.
Vaginanya punya bibir luar yang agak melebar. Warnanya kemerahan. Ia
terguncang-guncang ketika clitnya kujilat dan kujepit dengan kedua bibirku.
Beberapa saat kami dalam posisi begitu. Tangan kirinya memegang kepalaku dan
menekankan ke selangkangannya. Tangan kanannya meremas payudaranya sendiri.
Aku bangkit berdiri dan bermaksud
melepas BH-nya. Kucari-cari di punggungnya tetapi tidak kutemukan pengaitnya.
“Di depan.. Buka dari depan,”
Wati berbisik.
Rupanya model BH-nya dengan
kancing di depan. Kuremas kedua dadanya dengan lembut. Tanganku sudah menemukan
kancing BH-nya. Tidak lama dadanya sudah terbuka. Putingnya yang coklat
membayang di balik kausnya. Kugigit dari luar kausnya dan Wati mengerang.
Penisku di bawah yang sudah
berdiri melewati garis horizontal mulai mencari sasarannya. Tangannya mengocok
penisku lagi dan menggesekkannya pada vaginanya. Kucoba memasukkannya sekarang,
namun meleset terus. Kuangkat sebelah kakinya dan kucoba lagi. Tidak tembus
juga. Mulutku masih bermain dengan puting di dalam kausnya. Wati kelihatannya
tidak sabar lagi dan dengan sekali gerakan kausnya sudah terlempar di sudut
kamar. Tanganku mengusap gundukan payudaranya dan meremas dengan keras namun
hati-hati. Ia menggelinjang. Mulutku menyusuri bahunya dan melepas tali BH-nya
sehingga kini kami dalam keadaan polos.
Karena sudah gagal berkali-kali
mencoba untuk memasukkan penis dalam posisi berdiri, kudorong dia ke arah
ranjang dan akhirnya kudorong dia rebah ke ranjang. Saat itu aku mulai
kepanasan karena gairah yang timbul. Lalu aku menerkam dan memeluk Wati.
Perlahan-lahan ia mulai mengikuti permainanku. Kutindih tubuhnya dan kuremas
pantatnya yang masih padat.
“Anto.. Kumohon please ayo..
Masukk.. Kan!”
Tangannya meraih kejantananku dan
mengarahkan ke guanya yang sudah basah. Aku menurut saja dan tanpa kesulitan
segera kutancapkan penisku dalam-dalam ke dalam liang vaginanya.
Kami saling bergerak untuk
mengimbangi permainan satu dengan lainnya. Aku yang lebih banyak memegang
peranan. Ia lebih banyak pasrah dan hanya mengimbangi saja. Gerakan demi
gerakan, teriakan demi teriakan dan akhirnya kamipun menggelosor lemas dalam
puncak kepuasan yang tidak terkira.
Setelah sejenak kami
beristirahat, kami saling melihat keindahan tubuh satu sama lain gairahku mulai
bangkit lagi. Aku memeluknya kembali dan mulai menjilati vaginanya. Dan kemudian
memasukkan penisku yang sudah kembali menegang.
Aku menusuk vaginanya, crek..
crek.. crek.. crek.. crokk .. Berulang kali. Ia pun mendesah sambil menarik
rambutku. Kami saling bergoyang, hingga tempat tidur pun terasa mau runtuh dan
berderit-derit. Setelah hampir setengah jam dari permainan kami yang kedua
kali, Wati mengejang dan vaginanya terasa lebih lembab dan hangat. Sejenak
kuhentikan genjotanku.
Kini aku kembali menggenjot
vagina Wati lagi. Kami berdua bergulingan sambil saling berpelukan dalam
keadaan merapat. Kuputar badannya sehingga dia dalam posisi pegang kendali di
atas. Kini dia yang lebih banyak memainkan peranan. Akhirnya aku hampir
mencapai puncak dari kenikmatan ini. Kutarik buah zakarku sehingga penisku
seolah-olah memanjang.
“Wati, kayaknya aku nggak tahan
lagi, aku mau keluar”.
Akhirnya tak lama kemudian kami
mencapai titik puncak. Aku keluar duluan dan tak lama Watipun mendapatkan
puncaknya dengan menikmati kedutan pada penisku. Setelah itu kami terbaring
lemas, dengan Wati memelukku dengan payudaranya menekan perutku.
“Wati terimakasih untuk saat-saat
ini”’
“Nggak usah To.. Wati yang
terimakasih karena, Wati nggak menyangka kamu sungguh hebat. Wati nggak nyangka
kamu punya tenaga yang besar. Wati tadi hanya berharap menikmati permainan
dengan cepat karena tadi siang pijatanku sudah kuarahkan agar kita bermain
dengan cepat”.
Kami tertidur berpelukan dan
setelah pagi harinya kami bercinta untuk ketiga kalinya, dan kuakhiri dengan
tusukan yang manis, kami saling membersihkan badan dan pulang. Kuantar ia
sampai di depan gang rumahnya.
Ketika beberapa hari kemudian
kucari dia di tempat kerjanya, tidak kudapati lagi dirinya. Kata Mbak yang jaga
di depan dia pulang kampung dan tidak kembali lagi. Ditawarkan temannya yang
lain untuk memijatku, namun aku tidak berminat dan langsung balik kanan, back
to Batavia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar