>>> SINGAPOREPOOLS <<<
ANGKA MAIN : 7 1 3 8
Top 2D : 01 17 23 38 41
Cadangan 2D : 57 68 71 83 91
TOP SHIO : Kerbao Anjing Babi
COLOK BEBAS : 1 7 8
AS : 0 2 4
KOP : 5 6 9
KEPALA : Kecil / Ganjil
EKOR : Besar / Genap
Rita (34) nyaris putus asa dalam
menjalani hidup ini. Suaminya, Aryo, justru menjadikannya sebagai seorang
pelacur. Aku tak pernah menyangka jika Mas Aryo tega menjual tubuhku. Ketika
pertama kali aku mengenalnya, dia adalah laki-laki yang baik dan selalu
menjagaku dari berbagai godaan laki-laki lain. Kami menikah lima tahun yang
lalu dan dikarunai seorang anak laki-laki berusia tiga tahun dan kami beri nama
Rizal. Perkawinan kami mulus-mulus saja sampai Rizal muncul diantara kami.
Tentu saja waktuku banyak tersita untuk mendidik Rizal.
Mas Aryo berkerja di perusahaan
swasta yang bergerak dibidang produksi kayu, sedangkan aku hanya tinggal di
rumah. Tetapi aku tidak pernah mengeluh. Aku tetap sabar menjalankan tugasku
sebagai ibu rumah tangga sebaik-baiknya. Sebenarnya setiap hari bisa saja Mas
Aryo pulang sore hari. Tetapi belakangan ini dia selalu pulang terlambat.
Bahkan sampai larut malam.
Pernah ketika kutanyakan, kemana
saja kalau pulang terlambat. Dia hanya menjawab “Aku mencari penghasilan
tambahan Rit”, jawabnya singkat.
Mas Aryo makin sering pulang
larut malam, bahkan pernah satu kali dia pulang dengan mulut berbau alkohol,
jalannya agak sempoyongan, rupanya dia mabuk. Aku mulai bertanya-tanya, sejak
kapan suamiku mulai gemar minum-minum arak. Selama ini aku tidak pernah
melihatnya seperti ini. Kadang-kadang ia memberikan uang belanja lebih padaku.
Atau pulang dengan membawa oleh-oleh untuk aku dan Rizal anak kami.
Setiap kali aku menyinggung
aktivitasnya, Mas Aryo berusaha menghindari. “Kita jalankan saja peran
masing-masing. Aku cari uang dan kamu yang mengurus rumah. Aku tidak pernah
menanyakan pekerjaanmu, jadi lebih baik kamu juga begitu”, katanya.
Aku baru bisa menerka-nerka apa
aktivitasnya ketika suatu malam, dia memintaku untuk menjual gelang yang
kupakai. Ia mengaku kalah bermain judi dengan seseorang dan perlu uang untuk
menutupi utang atas kekalahannya, jadi itu yang dilakukannya selama ini.
Sebagai seorang istri yang berusaha berbakti kepada suami, aku memberikan
gelang itu. Toh dia juga yang membelikan gelang itu. Aku memang diajarkan untuk
menemani suami dalam suka maupun duka.
Suatu sore saat Mas Aryo belum
pulang, seorang temannya yang mengaku bernama Bondan berkunjung ke rumah.
Kedatangan Bondan inilah yang memicu perubahan dalam rumah tanggaku. Bondan
datang untuk menagih utang-utang suamiku kepadanya. Jumlahnya sekitar sepuluh
juta rupiah. Mas Aryo berjanji untuk melunasi utangnya itu. Aku berkata
terus-terang bahwa aku tidak tahu-menahu mengenai utang itu, kemudian aku
menyuruhnya untuk kembali besok saja.
Tetapi dengan pandangan nakal dia
tersenyum, “Lebih baik saya menunggu saja Mbak, itung-itung menemani Mbak.”
Aku agak risih mendengar
ucapannya itu, lebih-lebih ketika melihat tatapan liar matanya yang seakan-akan
ingin menelanjangi diriku.
“Aryo tidak pernah cerita kepada
saya, kalau ia memiliki istri yang begitu cantiknya. Menurut saya, sayang
sekali bunga yang indah hanya dipajang di rumah saja” ucap Bondan.
Aku makin tidak enak hati
mendengar ucapan rayuan-rayuan gombalnya itu, Tetapi aku mencoba menahan diri,
karena Mas Aryo berutang uang kepadanya. Dalam hati aku berdoa agar Mas Aryo
cepat pulang ke rumah, sehingga aku tidak perlu berlama-lama mengenalnya.
Untung saja tak lama kemudian Mas
Aryo pulang. Kalau tidak pasti aku sudah muntah mendengar kata-katanya itu.
Begitu melihat Bondan, Mas Aryo tampak lemas. Dia tahu pasti Bondan akan
menagih hutang-hutangnya itu. Aku meninggalkan mereka di ruang tamu, Mas Aryo
kulihat menyerahkan amplop coklat. Mungkin Mas Aryo sudah bisa melunasi
hutangnya. Aku tidak dapat mendengar pembicaraannya, namun kulihat Mas Aryo
menunduk dan sesekali terlihat berusaha menyabarkan temannya itu.
Setelah Bondan pulang, Mas Aryo
memintaku menyiapkan makan malam. Dia menikmati sajian makan malam tanpa banyak
bicara, Aku juga menanyakan apa saja yang dibicarakannya dengan Bondan. Aku
menyadari Mas Aryo sedang suntuk, jadi lebih baik aku menahan diri. Setelah
selesai makan, Mas Aryo langsung mandi dan masuk ke kamar tidur, aku menyusul
masuk kamar satu jam kemudian setelah berhasil menidurkan Rizal di kamarnya.
Ketika aku memasuki kamar tidur
dan menemaninya di ranjang, Mas Aryo kemudian memelukku dan menciumku. Aku tahu
dia akan meminta ‘jatahnya’ malam ini. Malam ini dia lain sekali sentuhannya
lembut. Pelan-pelan Mas Aryo mulai melepaskan daster putih yang kukenakan,
setelah mencumbuiku sebentar, Mas Aryo mulai membuka bra tipis yang kukenakan
dan melepaskan celana dalamku.
Setelah itu Mas Aryo sedikit demi
sedikit mulai menikmati jengkal demi jengkal seluruh bagian tubuhku, tidak ada
yang terlewati. Kemudian aku membantu Mas Aryo untuk melapaskan seluruh pakaian
yang dikenakannya, sampai akhirnya aku bisa melihat penis Mas Aryo yang sudah
mulai agak menegang, tetapi belum sempurna tegangnya.
Dengan penuh kasih sayang kuraih
batang kenikmatan Mas Aryo, kumain-mainkan sebentar dengan kedua belah
tanganku, kemudian aku mulai mengulum batang penis suamiku dengan lembutnya.
Terasa di dalam mulutku, batang penis Mas Aryo terutama kepala penisnya, mulai
terasa hangat dan mengeras. Aku menyedot batang Mas Aryo dengan semampuku,
kulihat Mas Aryo begitu bergairah, sesekali matanya terpejam menahan nikmat
yang kuberikan kepadanya.
Mas Aryo kemudian membalas,
dengan meremas-remas kedua payudaraku yang cukup menantang, 36B. Aku mulai
merasakan denyut-denyut kenikmatan mulai bergerak dari puting payudaraku dan
mulai menjalar keseluruh bagian tubuhku lainnya, terutama ke vaginaku. Aku
merasakan liang vaginaku mulai terasa basah dan agak gatal, sehingga aku mulai
merapatkan kedua belah pahaku dan menggesek-gesekan kedua belah pahaku dengan
rapatnya, agar aku dapat mengurangi rasa gatal yang kurasakan di belahan liang
vaginaku.
Mas Aryo rupanya tanggap melihat
perubahanku, kemudian dengan lidahnya Mas Aryo mulai turun dan mulai mengulum
daging kecil clitorisku dengan nafsunya, Aku sangat kewalahan menerima
serangannya ini, badanku terasa bergetar menahan nikmat, peluh ditubuhku mulai
mengucur dengan deras diiringi erangan-erangan kecil dan napas tertahan ketika
kurasakan aku hampir tak mampu menahan kenikmatan yang kurasakan.
Akhirnya seluruh rasa nikmat
semakin memuncak, saat penis Mas Aryo, mulai terbenam sedikit demi sedikit ke
dalam vaginaku, rasa gatal yang kurasakan sejak tadi berubah menjadi nikmat
saat penis Mas Aryo yang telah ereksi sempurna mulai bergerak-gerak maju
mundur, seakan-akan menggaruk-garuk gatal yang kurasakan.
Suamiku memang jago dalam
permainan ini. Tidak lebih dari lima belas menit aku berteriak kecil saat aku
sudah tidak mampu lagi menahan kenikmatan yang kurasakan, tubuhku meregang
sekian detik dan akhirnya rubuh di ranjang ketika puncak-puncak kenikamatan
kuraih pada saat itu, mataku terpejam sambil menggigit kecil bibirku saat
kurasakan vaginaku mengeluarkan denyut-denyut kenikmatannya.
Dan tidak lama kemudian Mas Aryo
mencapai puncaknya juga, dia dengan cepatnya menarik penisnya dan beberapa
detik kemudian, air maninya tersembur dengan derasnya ke arah tubuh dan
wajahku, aku membantunya dengan mengocok penisnya sampai air maninya habis, dan
kemudian aku mengulum kembali penisnya sekian lama, sampai akhirnya
perlahan-lahan mulai mengurang tegangannya dan mulai lunglai.
“Aku benar-benar puas Rit, kamu
memang hebat”, pujinya. Aku masih bergelayut manja di dekapan tubuhnya.
“Rit, kamu memang istriku yang
baik, kamu harus bisa mengerti kesulitanku saat ini, dan aku mau kamu membantu
aku untuk mengatasinya”, katanya.
“Bukankah selama ini aku sudah
begitu Mas”, sahutku. Mas Aryo mengangguk-angguk mendengarkan ucapakanku.
Kemudian ia melanjutkan, “Kamu
tahu maksud kedatangan Bondan tadi sore. Dia menagih utang, dan aku hanya
sanggup membayar setengah dari keseluruhan utangku. Kemudian setelah lama
berbicang-bincang ia menawarkan sebuah jalan keluar kepadaku untuk melunasi
hutang-hutangku dengan sebuah syarat”, ucap Mas Aryo.
“Apa syaratnya, Mas?” tanyaku
penasaran.
“Rupanya dia menyukaimu, dia
minta izinku agar kamu bisa menemani dia semalam saja”, ucap Mas Aryo dengan
pelan dan tertahan.
Aku bagai disambar petir saat
itu, aku tahu arti ‘menemani’ selama semalam. Itu berarti aku harus melayaninya
semalam di ranjang seperti yang kulakukan pada Mas Aryo. Mas Aryo mengerti
keterkejutanku.
“Aku sudah tidak tahu lagi dengan
apalagi aku harus membayar hutang-hutangku, dia sudah mengancam akan menagih
lewat tukang-tukang pukulnya jika aku tidak bisa membayarnya sampai akhir pekan
ini”, katanya lirih.
Aku hanya terdiam tak mampu
mengomentari perkataannya itu. Aku masih shock memikirkan aku harus rela
memberikan seluruh tubuhku kepada lelaki yang belum kukenal selama ini. Sikap
diamku ini diartikan lain oleh Mas Aryo.
“Besok kamu ikut aku menemui
Bondan”, ujarnya lagi, sambil mencium keningku lalu berangkat tidur. Seketika
itu juga aku membenci suamiku. Aku enggan mengikuti keinginan suamiku ini,
namun aku juga harus memikirkan keselatan keluarga, terutama keselamatan suamiku.
Mungkin setelah ini ia akan kapok berjudi lagi pikirku.
Sore hari setelah pulang kerja,
Mas Aryo menyuruhku berhias diri dan setelah itu kami berangkat menuju tempat
yang dijanjikan sebelumnya, rupanya Mas Aryo mengantarku ke sebuah hotel
berbintang. Ketika itu waktu sudah menunjukkan sekitar pukul 20.00 malam.
Selama hidup baru pertama kali ini, aku pergi untuk menginap di hotel.
Ketika pintu kamar di ketuk oleh
Mas Aryo, beberapa saat kemudian pintu kamar terbuka, dan kulihat Bondan
menyambut kami dengan hangatnya, Suamiku tidak berlama-lama, kemudian ia
menyerahkan diriku kepada Bondan, dan kemudian berpamitan.
Dengan lembut Bondan menarik
tanganku memasuki ruangan kamarnya. Aku tertunduk malu dan wajahku terasa
memerah saat aku merasakan tanganku dijamah oleh seseorang yang bukan suamiku.
Ternyata Bondan tidak seburuk yang kubayangkan, memang matanya terkesan liar
dan seakan mau melahap seluruh tubuhku, tetapi sikapnya dan perlakuannya
kepadaku tetap tenang, sehingga dikit demi sedikit rasa grogi yang menyerangku
mulai memudar.
Bondan menanyakan dengan lembut,
aku ingin minum apa. Kusahut aku ingin minum coca-cola, tetapi jawabnya minuman
itu tidak ada sekarang ini di kamarnya, kemudian dia mengeluarkan sebotol
sampagne dari kulkas dan menuangkannya sedikit sekitar setengah sloki, kemudian
disuguhkannya kepadaku, “Ini bisa menghilangkan sedikit rasa gugup yang kamu
rasakan sekarang ini, dan bisa juga membuat tubuhmu sedikit hangat. Kulihat
dari tadi kelihatannya kamu agak kedinginan”, ucapnya lagi sambil menyodorkan
minuman tersebut.
Kuraih minuman tersebut, dan
mulai kuminum secara dikit demi sedikit sampai habis, memang benar beberapa
saat kemudian aku merasakan tubuh dan pikiranku agak tenang, rasa gorgi sudah
mulai menghilang, dan aku juga merasakan ada aliran hangat yang mengaliri
seluruh syaraf-syaraf tubuhku.
Bondan kemudian menyetel
lagu-lagu lembut di kamarnya, dan mengajakku berbincang-bincang hal-hal yang
ringan. Sekitar 10 menit kami berbicara, aku mulai merasakan agak pening di
kepalaku, tubuhkupun limbung. Kemudian Bondan merebahkan tubuhku ke ranjang.
Beberapa menit aku rebahan di atas ranjang membuatku mulai bisa menghilangkan
rasa pening di kepalaku.
Tetapi aku mulai merasakan ada
perasaan lain yang mengalir pada diriku, ada perasaan denyut-denyut kecil di
seluruh tubuhku, semakin lama denyut-denyut tersebut mulai terasa menguat,
terutama di bagian-bagian sensitifku. Aku merasakan tubuhku mulai terangsang,
meskipun Bondan belum menjamah tubuhku.
Ketika aku mulai tak kuasa lagi
menahan rangsangan di tubuhku, napasku mulai memburu terengah-engah, payudaraku
seakan-akan mengeras dan benar-benar peka, vaginaku mulai terasa basah dan
gatal yang menyengat, perlahan-lahan aku mulai menggesek-gesekkan kedua belah
pahaku untuk mengurangi rasa gatal dan merangsang di dalam vaginaku. Tubuhku
mulai menggeliat-geliat tak tahan merasakan rangsangan seluruh tubuhku.
Bondan rupanya menikmati tontonan
ini, dia memandangi kecantikan wajahku yang kini sedang terengah-engah
bertarung melawan rangsangan, nafsunya mulai memanas, tangannya mulai meraba
tubuhku tanpa bisa kuhalangi lagi. Remasan-remasan tangannya di payudaraku
membuatku tidak tahan lagi, sampai tak sadar aku melorotkan sendiri pakaian
yang kukenakan. Saat pakaian yang kukenakan lepas, Mata Bondan tak lepas
memandangi belahan payudaraku yang putih montok dan yang menyembul dan seakan
ingin loncat keluar dari bra yang kukenakan.
Tak tahan melihat pemandangan
indah ini, Bondan kemudian menggumuliku dengan panasnya sembari tangannya
mengarah ke belakang punggungku, tidak lebih dari 3 detik, kancing bra-ku telah
lepas, kini payudaraku yang kencang dan padat telah membentang dengan indahnya,
Bondan tak mau berlama-lama memandangiku, dengan buasnya lagi ia mencumbuiku,
menggumuliku, dan tangannya semakin cepat meremas-remas payudaraku, cairan
vaginaku mulai membasahi celana putihku.
Melihat ini, tangan bondan yang
sebelahnya lagi mulai bermain-main di celanaku tepat di cairan yang membasahi
celanaku, aku merasakan nikmat yang benar-benar luar biasa. Napasku benar-benar
memburu, mataku terpejam nikmat saat tangan Bondan mulai memasuki celana
dalamku dan memainkan daging kecil yang tersembunyi di kedua belahan rapatnya
vaginaku.
Bondan memainkan vaginaku dengan
ahlinya, membuatku terpaksa merapatkan kedua belah pahaku untuk agak
menetralisir serangan-serangannya, jari-jarinya yang nakal mulai menerobos
masuk ke liang tubuhku dan mulai memutar-mutar jarinya di dalam vaginaku. Tak
puas karena celana dalamku agak mengganggu, dengan cepatnya sekali gerakan dia
melepaskan celana dalamku. Aku kini benar-benar bugil tanpa tersisa pakaian di
tubuhku.
Bondan tertegun sejenak
memandangi pesona tubuhku, yang masih bergeliat-geliat melawan rangsangan yang
mungkin diakibatkan obat perangsang yang disuguhkan di dalam minumanku. Dengan
cepatnya selagi aku masih merangsang sendiri payudaraku, Bondan melepaskan
dengan cepat seluruh pakaian yang dikenakan sampai akhirnya bugil pula. Aku
semakin bernafsu melihat batang penis Bondan telah berdiri tegak dengan
kerasnya, Besar dan panjang.
Dengan cepat Bondan kembali
menggumuliku dengan benar-benar sama-sama dalam puncak terangsang, aku
merasakan payudaraku diserang dengan remasan-remasan panas, dan.., ahh..,
akupun merasakan batang penis Bondan dengan cepatnya menyeruak menembus liang
vaginaku dan menyentuh titik-titik kenikmatan yang ada di dalam liang vaginaku,
aku menjerit-jerit tertahan dan membalas serangan penisnya dengan menjepitkan
kedua belah kakiku ke arah punggungnya sehingga penisnya bisa menerobos secara
maksimal ke dalam vaginaku.
Kami bercumbu dengan panasnya,
bergumul, setiap kali penis Bondan mulai bergerak masuk menerobos masuk ataupun
saat menarik ke arah luar, aku menjepitkan otot-otot vaginaku seperti hendak
menahan pipis, saat itu aku merasakan nikmat yang kurasakan berlipat-lipat kali
nikmatnya, begitu juga dengan Bondan, dia mulai keteteran menahan kenikmatan
tak bisa dihindarinya. Sampai pada satu titik saya sudah terlihat akan orgasme,
Bondan tidak menyia-nyiakan kesempatan itu, dengan hentakan2 penisnya yang
dipercerpat.. akhirnya kekuatan pertahananku ambrol.. saya orgasme berulang-ulang
dalam waktu 10 detik.. Bondan rupanya juga sudah tidak mampu menahan lagi
serangannya dia hanya diam sejenak untuk merasakan kenikmatan dipuncak-puncak
orgasmenya dan beberapa detik kemudian mencabut batang penisnya dan
tersemburlan muncratan-muncratan spermanya dengan banyaknya membanjiri wajah
dan sebagian berlelehan di belahan payudaraku. Kamipun akhirnya tidur kelelahan
setelah bergumul dalam panasnya birahi.
Keesokan paginya, Bondan
mengantarku pulang ke rumah. Kulihat suamiku menerimaku dengan muka tertuduk
dan berbicara sebentar sementara aku masuk ke kamar anakku untuk melihatnya
setelah seharian tidak kuurus.
Setelah kejadian itu, aku dan
suamiku sempat tidak berbicara satu sama-lain, sampai akhirnya aku luluh juga
saat suamiku minta maaf atas kelakuannya yang menyebabkan masalah ini sampai
terjadi, tetapi hal itu tidak berlangsung lama, suamiku kembali terjebak dalam
permainan judi. Sehingga secara tidak langsung akulah yang menjadi taruhan di
meja judi. Jika menang suamiku akan memberikan oleh-oleh yang banyak kepada
kami. Tetapi jika kalah aku harus rela melayani teman-teman suamiku yang menang
judi. Sampai saat ini kejadian ini tetap masih berulang. Oh sampai kapankah
penderitaan ini akan berakhir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar