>>> SINGAPOREPOOLS <<<
ANGKA MAIN : 9 4 8 2
Top 2D : 09 14 28 32 49
Cadangan 2D : 59 64 78 82 99
TOP SHIO : Ayam Kelinci Tikus
COLOK BEBAS : 2 4 8
AS : 1 4 5
KOP : 6 7 9
KEPALA : Besar / Genap
EKOR : Kecil / Genap
Atas kebijakan orangtuaku, aku
harus kos. Maka aku diantar oleh kedua orangtuaku dan keempat adik-adikku
menempati kos baru. Rumah kosku sangat besar, dengan model kuno khas ukiran
Jepara. Berbentuk letter L dengan halaman luas, terdapat sepasang pohon mangga.
Ruang tamu yang memanjang kebelakang yang bersekat dimana terdapat empat kamar
di bagian tengahnya yang berhadapan langsung dengan ruang makan. Semuanya
berjumlah sepuluh kamar. Aku sendiri berada di kamar terakhir di bagian letter
L-nya. Empat kamar termasuk kamarku berakses langsung keluar melalui pintu
samping dengan halaman kecil di tanami pohon mangga kecil. Dipisahkan oleh
tembok belakang sebuah rumah.
Teman-teman kosku waktu itu
bernama Mbak Mamiek, Mbak Mur, Mas Prayitno, Mbak Srini, Indarto, Sularno dan
pemilik Kos. Rumah bagian depan yang tepat membatasi kamarku memiliki dua anak
perempuan, Tika kelas tiga SMP dan Sutarmi SD ke las 6.
Ukuran tubuhku biasa-biasa saja
168, berat 60 dengan tahi lalat di dagu sebelah kanan dan rahang sebelah kiri
yang kata mbak Srini menarik dan sekaligus membuatku manis kata mbak Srini,
padahal aku laki-laki tulen hal ini nanti aku ceritakan. Ukuran penisku juga
normal, tegak lonjong keatas tanpa membengkok. Setiap pagi semenjak duduk di SD
aku selalu merendam dengan teh basi selama 10 menit–tanpa diberi gula loh
(entar di krubut semut, bisa berabe he.. he..), lalu pelan-pelan di
kocok-kocok, diremas jangan sampe keluar mani (seringnya sih keluar, abis enak
sih). Itu kata anak-anak kos sebelah rumahku dahulu, entah benar atau tidak.
Manfaatnya? Itu juga aku belum tahu.
Hari-hari berlalu, aku sudah
mulai terbiasa dengan lingkunganku yang baru, aku sering keluar dengan
teman-temanku yang baru. Terutama mas Prayit sering meminta menemaniku untuk
menemui pacarnya, sebel juga habis jadi obat nyamuk sih. Saat kami pulang
sering kami berjumpa dengan Tika. Kami berhenti dan mas Prayit sering menggoda
cewek itu, orangnya sih khas cewek K, radak item dibilang cantik juga enggak,
manis juga enggak. Lalu apa dong, yah kayak gitu lah.
Lama kelamaan aku juga
iseng-iseng ikut menggodanya. Dia pulang jam 12.45 sedangkan aku pulang jam
13.30 dan Cuma aku yang masih sekolah teman-teman kosku sudah bekerja semua,
paling cepat jam 17 mereka baru pulang praktis cuman aku yang pulang awal.
“Duh, lagi santai ya TRE,”
begitulah kalau aku memanggilnya.
“Baru pulang mas?”
Aku mendekat, dia hanya
mengenakan celana pendek olahraganya dan berkaos tanpa lengan sedang membaca
sebuah novel. Lumayan, tidak hitam-hitam amat demikian pikirku manakala ekor
mataku menelusuri kakinya.
Begitulah, sering aku menggodanya
dan nampaknya dia suka. Naluri laki-lakiku mengatakan kalau dia sebenarnya ada
hati kepadaku. Atas dasar keisengan, aku membuat sebuah surat di atas kertas
surat berwarna pink dan harum dengan ukuran tulisan agak besar. Sangat singkat,
“Tika, I love u” kemudian pada malam harinya aku sisipkan di jendela kamarnya,
dari luar aku dengar dia sedang bersenandung kecil menyanyikan lagu dangdut
kesukaanya.
Dengan cepat kertasku tertarik
masuk, hatiku terkesiap takut kalau-kalau bukan Tika yang menariknya. Tidak
beberapa lama lampu dimatikan dan jendela terbuka, ah Tika melongokkan
kepalanya keluar. Ketika dia melihatku dia tersenyum lalu melambai supaya aku
mendekat. Kemudian aku mendekat. Ketika aku mendekat tiba-tiba
“Cuupp…!”
Tika mengecup bibirku, aku
terperanjat atas perlakuan itu. Belum lagi keterkejutanku hilang Tika
mengulangi perbuatannya. Kali ini dengan sigap aku rengkuh pundaknya, aku lumat
bibirnya. Gantian Tika yang terkejut, dia hanya ingin menjawab suratku dengan
kecupan kilat justru aku tidak kalah cepat. Lidahku meliuk-liuk dalam mulutnya
yang menganga karena terkejut, tampak sekali dia belum pernah melakukan ciuman.
“Mmmppphh…”
Lalu tubuhnya mengejang, rona
wajahnya memerah desiran panas napas kami mulai memburu. Tika memejamkan
matanya pelan dia mulai mengikuti lidahku yang menjelajah rongga mulutnya dan
dia melenguh pelan tertahan manakala lidah-lidahku menaut lembut lidahnya.
Refleks tangan kirinya merengkuh tengkukku, menarik lembut kepalaku dan tangan
kirinya bertopang pada tepian daun jendela.
Dalam suasana gelap, pelan aku
turunkan telapak tangan kananku dan meraih gundukan payudaran sebelah kirinya.
“Ah..!”
Tika melenguh lirih dan terkejut,
menepis pelan tanganku.
“Sudah malam, besok yah?”
Bisiknya lirih, memberiku satu kecupan dan menutup daun jendela. Jam sudah
menunjukkan pukul 10 malam.
Aku kembali kekamarku, tidak
kuasa menolak desakan birahi aku lepas semua pakaianku. Dengan tidur terlentang
jemari telunjut dan ibu jariku menjepit erat batang kontuolku dan aku tegakkan
membuat kepala kontuolku dan otot-ototnya merah membesar. Telapak tangan kiriku
menggosok-gosok pelan, sementara cairan bening sudah keluar dari kepala kontuol
yang memerah.
Mataku terpejam, aku pentang
kedua kakiku lebar-lebar dan membayangkan Tika yang sempat aku pegang
payudaranya yang kecil lembut tadi.
“Ah…!”
“Ssstt…”
Kepalaku berdenyut-denyut dan
tubuhku terasa melayang tanpa terasa kocokanku semakin cepat seiring desah
napasku yang mulai memburu.
“Ahhhh… hhh…!
“Croot… croott… croottt…!”
Airmaniku menyembur dengan
dasyat, kali ini cukup banyak mengingat kali pertama aku berciuman dan meremas
milik perempuan.
Paginya seperti biasa aku
siap-siap hendak berangkat, aku biasa naik angkutan umum toh motor juga ada
tapi enggak seru. Kebetulan angkutan kosku pangkalan kedua angkutan jadi belum
banyak penumpangnya dan aku bisa memilih tempat duduk. Nah, serunya pas pangkalan
ke tiga sudah mulai penuh anak-anak sekolah apalagi jalurnya melewati tiga SMA
dan 1 SMP, bayangkan deh pas penuh-penuhnya lumayan dapat senggolan susu, he…
he…
Tika sudah menunggu di samping
rumahnya di balik kerindangan pohon Mahkotadewa. Aku berangkatnya agak siang,
soalnya sekolahku masuk pukul 7.15, maklum banyak atlit Pelatnas yang
bersekolah disekolahku dan biasanya Tika sudah berangkat, pasti dia menungguku
toh semenjak malam itu aku resmi jadi pacarnya.
Aku menengok kekanan dan kekiri,
kedua orangtua yang seorang guru dan adiknya sudah berangkat semenjak tadi,
Tika biasa menggunakan sepeda.
“Maaf tadi malam, marah?”
Senyuman dan guratan giginya
semakin tampak putih dipadu rona wajahnya yang coklat kehitaman.
“Tidak tuh,” seraya aku menghampirinya
di kerimbunan. Entah mengapa dia juga beranjak semakin masuk ke lorong samping
rumahnya dan tentunya kami semakin tidak tampak dari luar.
“Habis surat kamu sudah malam
sih.”
Aku raih tangannya dan pelan aku
rapatkan tubuhku kearahnya dan aku cium bibirnya ah.. dingin-dingin empuk.
Lidah-lidah kami bertautan, matanya terpejam. Jarum jam menunjukkan pukul 6.35
jadi masih ada waktu buat bercinta!
Berlahan aku lingkarkan kedua
tanganku kepinggangnya, dia hanya terdiam sambil memejamkan matanya dengan kedua
tangannya tergerai kebawah. Akankah aku ditolak? Demikian pikirku manakala
pelan aku julurkan telapak tangan kananku kearah dadanya.
“Jangan disini,” kemudian menarik
tanganku menuju ke belakang gudang.
Disitu terdapat sebuah dipan
(tempat tidur kecil) dari bambu dan kami duduk bersebelahan lalu aku rengkuh
pundaknya tanpa di komando bibir kami beradu dan saling bertautan, kali ini
bagaikan kuda liar terlepas dari kandangnya Tika memeluk erat pinggangku.
Matanya terpejam rapat manakala bibirku merayap turun kelahernya. Kali ini
tangan kananku dibiarkannya menelusuri payudaranya yang terbungkus baju seragam
SMPnya.
“Ehh…”
Tika melenguh lirih manakala aku
dengan lembut meremas payudaranya, kecil dan tampak kenyal. Dan sementara
bibirku terus meliuk-liuk di sekitar lehernya dan dengan naluri laki-laki
bibirku bermain di telinganya sehiingga membuat bulu kuduknya merinding. Tika
semakin merapatkan kedua kakinya dan sementara tubuhnya bersandar erat ke
tubuhku.
Tika merenggangkan dadanya,
memberi jarak agar tanganku leluasa bermain-main di payudaranya dan sementara
kepalanya sedikit meliuk-liuk mengikuti gerak wajahku dan di seputar lehernya
dan bulu kuduknya sesekali meremang. Baju seragam Tika bagian depan sudah
awut-awutan padahal ini adalah hari senin.
“Hhh….”
“Hhhh…hhh…”
Hanya desah napas kami yang
terdengar. Dan berlahan Tika semakin menekuk tubuhnya dan terlentang keatas
dipan bambu. Pelan aku mendekatkan bibirku ke bibirnya, Tika membalasnya penuh
gairah. Jemari tanganku membuka satu persatu kancing bajunya seiring dengan
berjalannya waktu dari menit ke menit.
Aku menindih pelan seraya membuka
resletting celana seragam SMAku yang berwarna abu-abu. Aku menjatuhkan kecupan
lembut dibibirnya, refleks Tika membuka mulutnya memberi jalan untuk lidahku
menjelajahi rongga mulutnya. Sementara tanganku telah menurunkan celana seragam
dan celana dalamku sampai batas pantatku, kini kontuolku telah terbebas.
Aku raih tangan Tika yang sedikit
terentang keatas, aku tuntun kearah kontuolku.
“Uhh…”
Tubuhnya bergetar, payudara yang
terhimpit tangannya menyembul kecoklatan berkilatan saat dengan bimbinganku
Tika meremas batang kontuolku.
Karena belum terbiasa dan untuk
pertama kalinya dia memegang maka genggamannya sedikit kencang dan tidak ada
reaksi selain menggenggam. Toh aku juga tidak pernah tahu karena ini juga baru
pertama kalinya aku memperlakukan lawan jenisku sampai jauh.
“Mmmpp…”
“Hhh… Hhhh…â€�
Ciumanku merayap turun ke
payudaranya dan tanganku mulai meraba-raba gundukan diatas selangkangannya.
“Hhhmmmpp…”
Aku serasa melayang ketika tangan
lembut yang menggenggam batang kontuolku sedikit naik meraup kepala kontuolku.
Tegang dan keras sekali.
“Sayang…” Demikian bisiknya lirih
di telingaku ketika tanganku pelan menyibakkan rok seragam biru milikya sedikit
naik. Tika mengangkat sedikit pantatnya sehingga dengan bebas roknya tersibak
keatas. Ketika aku menoleh kebawah Tika seketika menysupkan kepalanya kedadaku,
malu tapi mau dan suka.
Celana dalam warna pink
menyembunyikan gundukan kecil diatasnya tampak jelas sekali bagian bawahnya
telah basah kuyup. Tika membiarkan tanganku menyusup kebalik celana dalamnya,
serasa gundukan belum ditumbuhi banyak bulu, masih ada satu dua dan sangat
halus.
“Basah” dalam benakku saat
telapak tanganku merayap diatas permukaan tempiknya, Tika semakin berani
memberiku kesempatan dengan sedikit membuka himpitan pahanya.
Naluriah, demikian istilahnya.
Jari telunjuk dan jari manisku pelan menggosok samping kanan dan kiri tempiknya
sementara jari tengahku menemukan sebuah biji kacang klentit miliknya. Semakin
basah saat aku pelan menggosok-gosok tanganku dengan kaku, maklum belum biasa
sih.
Telapak tanganku penuh dengan
cairan kental dan lembab. Aku terus menggosok-gosokkan tangannku, hangat,
lembab dan licin. Sementara Tika tidak melepaskan genggaman tangannya di
kontuolku, kalau tadi di bagian kepala sekarang di bagian pangkalnya yang
berbulu.
Bersambung ……
Aku menurunkan celana
dalamnya……
Aku menurunkan celana dalamnya
sampai kebatas lutunya dan dengan kakiku aku lepaskan. Aku menindihnya dimana
sebelumnya tangan Tika yang menggenggam kontuolku aku terlentangkan, membuat
sepasang payudaranya yang sempat tertutup sedikit kaosnya membusung. Tika
seolah-olah mengiyakan apa yang akan aku lakukan, berarti sungguh dia
mencintaiku.
Pernyataan cinta yang secara
iseng aku lontarkan ternyata mendapat sambutan yang sedemikian dasyatnya.
Sungguh dia kini pasrah terlentang di bawahku. Sementara aku, hanya nafsu yang
berputar-putar didalam otakku. Ulangan Fisika pada jam pertama dengan pak Anton
sang guru killer dimana tak ada ampun bagi yang tidak masuk pelajarannya tanpa
surat keterangan apalagi saat ulangan sudah tidak aku pikirkan.
Aku rentangkan lutut Tika biar
pinggulku sedikit leluasa menindih tubuhnya. Tika hanya menurut saja. Aku
genggam batang kontuolku, aku arahkan kelobang vaginnanya. Naluri laki-lakiku
seolah-olah secara otomatis bekerja.
Saat bagian kepala menempel di
bagian lembut dan basah aku menarik napas untuk mengurangi keteganggan.
“Sreet…”
Terasa kepala kontuolku menyibak
sesuatu ketika pinggulku aku tekan sedikit. Tika sedikit mengrenyitkan dahinya
tanda ada sesuatu yang aneh.
“Sreet…”
Kembali seperti menyobek sesuatu.
Kini Tika menggigit bibir bagian bawahnya, wajahnya sedikit tegang sementara
wajahku pun demikian, genggaman tanganku sedikit gemetar ketika aku dorong
pantatku kebawah.
“Sreet… sreeettt…”
“Mpphhh…”
Erangan lirih dari mulut Tika
katika separuh kontuolku sudah menghujam masuk. Tetesan darah perawan menetes,
bagaikan aliran sungai Mahakam menetes disela-sela dipan bambu yang kami pakai
untuk bergelut. Menetes kebawah, berjatuhan tetes demi tetes keatas tanah yang
berdebu.
Aku menarik keatas pantatku dan
dengan pelan aku tekan kembali kebawah, kali ini tanganku sudah tidak
menggenggam berganti menopang tubuhku yang merapat diatas tubuh Tika.
“Sreettt…”
“Aaahhhh…!”
Tika menjepit pantatku dengan
kedua pahanya yang sedikit terangkat menahan perih saat semua kontuolku untuk
pertama kalinya menembus vaginnannya. Dan kini semua batang kontuolku sudah
menghujam kedalam liang surgawi tempiknya.
Tangannya menggenggam erat,
pahanya menjepit kuat pantatku dan wajahnya semakin terpejam. Aku berikan
kecupan lembut kebibirnya lalu dia mulai menangis. Dan memeluk tubuhku dengan
erat dengan tidak melepaskan jepitan pahanya di pantatku justri kakinya yang
terangkat di letakkan diatas betisku.
Berlahan pantatku aku mainkan naik-turun,
untuk menenangkannya aku membisikkan sesuatu ketelinganya,
“Sakit…?”
“Aku tahan, aku sayang kamu…”
Suara berderit pada dipan bambu
menahan tubuh kami saat kontuolku aku maju-mundurkan, Tika tidak melepaskan
pelukannya dan kedua kakinya tetap berada diatas betisku dan kali ini jepitan
pahanya di pantatku sedikit mengendor.
“Plak… plak… plak…”
Kelamin kemi mengeluarkan bunyi
khas saat saling bergesekan dan suara itu merupakan pertama kalinya kami
dengar.
Dua puluh menit berlalu dari aku
berhasil memerawani Tika, aku terus memainkan kontuolku maklum masih jejaka
jadi maju-mundur, maju-mundur terus tanpa ada variasi. Toh dengan demikian
lambat laun rasa perih pada Tika mulai hilang, aku pun demikian.
Tika mulai mencari-cari bibirku
dan aku menyambutnya dengan mengulum lidahnya dan memilinnya dengan lembut.
“Hhhmmppp…”
“Hhhhhhh…”
“Sayang…”
Sepuluh menit kemudian Tika
mengencangkan pelukannya dan kembali pelan menguatkan jepitannya.
“Plak… plakk… plakkk…”
Aku terus menghujaninya dengan
goyangan kontuolku, sesekali aku berlahan untuk menarik napas. Lumayan pegel
juga ternyata, palagi rambut kontuolku yang sudah mulai lebat lenyodok-nyodok
vaginnanya yang belum berambut membuat rasa perih padanya menjadi suatu sensasi
mengenakkan, menggugah birahi yang sedikit berkurang akibat rasa perih.
“Hhggghh…”
“Aahhhhh…”
Tika mengejang, rona wajahnya
memerah, napasnya tertahan manakala birahinya menanjak menghantam ubun-ubun dan
bagaikan suatu hempasan gelombang menerjang apa saja lalu padam terkulai.
Lemas. Banyak energi yang telah dikeluarkan.
Aku terus menggenjot saat Tika
sudah jatuh terlentang, kedua kakinya terkulai mengkangkang. Aku topang badanku
dengan kedua tanganku kali ini pantatku bebas naik turun. Lesatan kontuolku di
dalam vaginnanya bagaikan terpedo yang diluncurkan dari sebuah kapal selam.
Seperti ada sesuatu yang akan keluar aku percepat gerakan pantatku naik-turun.
Dan…
“Ahhhhhh…”
“Crott.. croot.. crooot…”
Bersamaan dengan aku semprotkan
air maniku tiba-tiba,
“Gubraaak…”
Dipan yang kami pakai rubuh
karena beban goyangan yang aku lakukan.
“Ah!”
“Aduhh…”
Kami jatuh berguling, Tika tetap
aku peluk sehingga dia menindih tubuhku. Kontuolku terlepas dari tempiknya,
spermaku muncrat kemana-mana. Akibatnya, kontuolku yang masih “ereksi” tertimpa
pantatnya Tika.
“Dipan sialan,” demikian umpatku.
“Sudah keropos.”
Lalu kami berdiri, Tika
memandangku saat aku meringis menahan ngilu di kontuolku yang tertimpa
pantatnya.
“Sakit?”
“He-eh”
Sambil berdiri dimana aku masih
telanjang bulat, Tika mengulurkan tangannya, memegang kontuolku yang sudah
terkulai seraya memberikan pijitan-pijitan lembut. Aku tumpangkan kedua
tanganku keatas pundaknya.
“Hari ini kita bolos ya?”
Aku hanya tersenyum, aku biarkan
tubuhku bugil dihadapannya. Tika sambil membersihkan dengan tangan kirinya
badanku yang sedikit berdebu memandangku mesra, duh bening mata itu menusuk
lekat ke dalam kalbuku.
“Padahal aku jam pertama ada
ulangan fisika.”
“O ya?”
“Biar saja,” sambil aku belai
rambutnya yang tergerai.
“Masih sakit?”
“Sedikit.”
“Enakan sekarang?”
“He-eh”
Tika mengocok berlahan-lahan dan
kontuolku seperti diurut tangan lembut, berlahan kontuolku mulai tegak kembali.
Aku belai payudaranya yang tertutup kaos dan seragamnya sudah tersibak tidak
karuan. Aku cium kembali bibirnya sementara Tika terus dan terus mengurut-urut
kontuolku.
“Mmmpphhh…”
“Di kamar yuk?” Tika meraih
seragamku dan menggandeng tanganku masuk melalui pintu belakang dimana dia
memegang anak kunci. Setiap dia pulang duluan selalu melalui pintu belakang
sedangkan adiknya pulang bersama orangtuanya.
Tika langsung melepas seragam
putih birunya yang sudah awut-awutan, sebercak darah perawan masih sedikit
meleleh di selangkangannya, Tika langsung merebahkan diri keatas ranjang. Dan
aku pelan menempatkan diri keatas tubuhnya, pantatku berada ditengah-tengah
selangkangannya.
“Bleesss…”
Kontuolku langsung menyusup ke
dalam vaginnannya. Aku ciumi wajahnya dan melumat bibirnya. Sontak Tika
merengkuh tengkukku dan aku meremas payudaranya. Sepasang anak manusia
bertelanjang bulat saling memagut, memadu cinta, membakar api birahi.
Pikiranku lepas terbang, sudah
tidak ada batas sama sekali diantara kami padahal baru semalam aku mengatakan
cinta, itupun hanya kesiengan belaka. Ah, setelah ini semua begitu kejam dan
jahatkah aku? En tahlah, itu urusan belakang saat ini kontuolku tertanam
didalam vaginnannya.
“Ahh-hh…”
Tika menggeliat saat aku mulai
kembali aksi kontuolku naik turun. Perih dan pedih berganti kenikmatan,
bagaikan sebuah gada dengan kepala membesar membuat sensasi nikmat saat
bergesekan.
Kali ini aku tidak perlu kuatir
ranjangnya akan ambruk, ranjang berderit-derit saat aku menggoyangkan
pinggulku. Seperti tadi Tika memelukku dengan erat dan sepasang kakinya mengait
kali ini tidak diatas betisku melainkan lebih naik keatas pantatku.
Desah napasnya semakin memburu di
dekat telingaku dan kali ini tidak memerlukan waktu lama Tika sudah mulai
mengejang dan walaupun dia mencoba menahan tapi desakan biologisnya lebih kuat.
“Aahhh…”
Tanpa sadar Tika melenguh dengan
kerasnya ketika sampai dipuncak birahinya dan dalam hitungan detik pula aku mengikuti.
“Aakkhhh….”
“Croottt… crooottt… crooottt…”
aku semburkan airmaniku kedalam rahimnya, entah apa yang akan terjadi sudah
tidak aku pikirkan. Aku biarkan kontuolku masih menancap di vaginnanya dan
“pluppp…” terlepas dan terkulai lemas.
Jam 10 aku kembali kekamar kosku
dibelakang rumahnya setelah sebelumnya untuk yang ketiga kalinya aku
menidurinya. Uh, pegal semua badanku. Terutama kontuolku langsung bekerja
keras. Aku langsung mandi untuk menyegarkan badan, kosku masih sepi karena
semua masih kerja sampai jam 17 kecuali mbak Srini seorang guru SD paling jam 1
sudah pulang, bapak kosku juga pergi biasanya ke pasar untuk mancari hiburan
bermain catur, maklum pensiunan. Dan akhirnya aku tertidur sampa sore hari.
Praktis semenjak kejadian itu
antara aku dan Tika sudah tidak ada batas apapun, kedua orangtua dan adiknya
selalu berangkat jam 6.30 sehingga memberiku keleluasaan untuk bercinta
dengannya.
“Hai pah,” demikian Tika
menyebutku Pah. Lucu juga kedengarannya tapi asyik juga tapi satu hal hingga
kini aku tidak mencintainya. Ah, sayang, aku memang jahat sekali. Padahal dia
mencintaiku dengan tulus.
“Hai,” sapaku pula ketika
melewati kamarnya, dia hanya mengenakan kaos oblong sehingga beha warna kuning
yang dia pakai terlihat. Sedangkan dia hanya mengenakan celana dalam warna pink
dengan sedikit tersipu dia meraih rok seragam biru yang tergolek di ranjang dan
menutup bagian depannya.
Barusan aku dengar suara motor
orang tuanya berangkat ke sekolah. Lalu dia seperti biasa memberiku kode
melalui pintu belakang, sebentar aku menoleh dan tidak ada orang. Teman-teman
kosku masih pada tidur kecuali mbak Srini seornag guru SD teman kosku juga
sudah berangkat.
Bersambung ……
Aku langsung mengunci pintu dan
memeluknya sambil melumat……
Aku langsung mengunci pintu dan
memeluknya sambil melumat bibirnya,
“20 menit,” pintanya tegas.
“Oke”
20 menit bagiku sudah cukup,
maklum dia masuk jam 6.55 sedangkan aku jam 7.15. Tanpa perlu komando kami
langsung naik keatas ranjang sementara Tika terlihat pasrah dengan dada
membusung dibalik kaos oblongnya dan celana dalam warna pink.
Tanganku meraih kaos yang
diekanakannya dan menariknya keatas bersamaan dengan behanya, akupun demikian
membuka baju seragamku hingga aku bugil. So, kontuolku sudah nafsu langsung
ereksi.
Ups…!
Dingin empuk manakala Tika
meremas kontuolku saat aku hendak menindih sedikit tubuhnya sambil meremas
payudaranya.
“Hmmmppp…”
Payudaranya bergetar saat aku
merabanya dengan lembut, mengeras saat aku meremasnya, menggelinjang saat
putingnya aku pilin dengan jemariku dan,
“Paaahh…” merintih saat aku
susupkan wajahku diantara sepasang gunung kembarnya dam memberikan gigitan
mesra yang meninggalkan tanda merah kebiruan di kulitnya yang kecoklatan.
Aku menurunkan ciumanku keatas
perutnya, berputar-putar diatas pusarnya,
“Aahhh…”
Tika merintih geli, refleks
genggamannya terlepas dari kontuolku dan mesra mengusap kepalaku dengan tangan
kirinya sementara tangan kananya tersibak keatas.
Cewek usia 14 tahun tentunya di
kelaminya belum ditumbuhi rambut lebat, beberapa tipis dan baru mulai tumbuh
tampak saat aku merayap turun dari perutnya kebawah pangkal selangkanagnnya.
Aku geser posisiku dengan menarik keatas pinggulku, dengan posisi itu Tika
mulai memberanikan diri mengusap kontuolku sambil memandang lekat-lekat
kontuolku.
“Besar” pikirnya, itu aku tahu
kemudian dari buku hariannya yang aku ambil saat dia kekamar mandi. Aku belum
berpengalaman dalam session ini, maka langsung aku julurkan lidahku menjilati
langsung klentit dan semuanya dan menghisap menggunakan mulutku.
“Hhmmppphh…”
“Akkhhh…!”
Tidak dinyana Tika terkejut
dengan apa yang aku lakukan, refleks dia mengatupkan pahanya sehingga kepalaku
terjepit. Refleks juga genggamannya di kontuolku mengencang, tapi dia tidak
memejamkan matanya. Dipandangnya kontuolku yang sudah mengeluarkan cairan
bening tanda birahi dari ujung kepala kontuolku.
“Masukin pah, sudah siang,”
pintanya sambil menggeser tubuhku darinya.
Aku merebahkan tubuhku keatasnya,
Tika membuka kedua kakinya, memberiku keleluasaan mengarahkan kontuolku dan,
“Blesss…”
Kontuolku melesat masuk kedalam
liang vaginnanya yang sudah basah langsung sampai kedasarnya, hangat, lembut
dan kenyal. Kontuolku seperti diremas oleh kelembutan dan kehangatan, dipilin
oleh cairan birahi dan kami pagi itu menyatu dengan tubuh bugil.
Tika memelukku dan kembali
seperti sebelumnya mengaitkan kedua kakinya keatas pinggulku dan aku memacu,
melesatkan berulangkali kontuolku kedalam tempiknya. Saling menderu napas kami
berkejar-kejaran, sesekali Tika tersipu malu saat dia membuka kelopak matanya
dan aku sangat dekat diatasnya memandang tajam kearahnya, tersipu dengan rona
wajah memerah dan menyembunyikannya kebawah pundakku. Aku terus menayunkan
pinggulku naik turun, suara-suara yang akhirnya terbiasa di telinga kami
mengiringi derit ranjang yang terdengar pelan karena goyangan kami.
“Paahhh…”
“Sayanggg…”
Hentakan birahi merayap keujung
kontuolku, dengan sekuat tenaga aku berusaha menahannya. Sementara dengan
tegang memelukku erat dan mengapitkan kedua pahanya kuat-kuat di pinggulku.
Dinginnya udara pagi dengan jendela berkaca nako menyebabkan kami semakin birahi.
“Ahhh…”
Tika melenguh, mengejang,
bergetar dan jepitan vaginnanya meremas-remas kontuolku saat aku
hentakkan-hentakkan hingga dasar vaginnanya dimana rambut kelaminku
menggesek-gesek klentitnya saat beradu. Dalam hitungan detik, akupun mengejang,
sambil menggigit belakang telinganya dan tangan meremas payudaranya aku
hujamkan kuat-kuat kontuolku.
“Ak-akkk-akkhhh…!”
“Croot… serrr… croot, croot…
crooot…”
Kami terdiam, Tika sudah terkulai
lemas dengan bersimbah peluh dan aku biarkan kontuolku terjepit vaginnanya yang
berdenyut-denyut lembut. Aku memeluknya dan desah napas kami yang semula
menderu-deru berlahan-lahan mulai teratur.
“Pah, dah siang loh, aku tidak
mau bolos lagi,” Tika mengingatkanku sambil tersenyum. Lalu aku kecup bibirnya
dan tampak di leher belakang telinganya membekas gigitanku. Saat kami
berpakaian tampak hampir sekujur tubuhnya penuh dengan “cupang”-an dan gigitan
mesraku. Payudara kirinya membekas jemari kananku tadi saat aku akan orgasme.
Tika tersenyum saat aku memandang tubuhnya,
“Hasil karyamu pah,” seraya
memakai kembali behanya.
“Karya abstrak mah,” lalu aku
hampiri dia dan aku belai kelaminya yang masih melelehkan spermaku.
“Tidak dicuci dahulu mah”
“Enggak ah, biarin aku tetap
merasakan milikmu pah.”
Jam menunjukkan pukul 7.50 saat
Tika mengayuh sepedanya dan aku berjalan ke jalan besar untuk menunggu angkutan
umum. Biasa, buat cari senggolan apalagi jam mendekati waktu masuk.
Pernah suatu ketika aku mewakili
sekolahku dalam ajang lomba menggambar, lumayan aku memiliki bakat menggambar.
Sebelum jam 1 aku sudah kembali, aku longokkan kepalaku tampak Tika sedang
mengerjakan PR-nya. Melihatku dia beranjak keluar melalui pintu belakang.
Darah mudaku seketika bergelora,
aku hampiri dan aku lumat bibirnya.
“Hampir jam 1 pah,” demikian dia
mengingatkan, berarti 30 menit lagi orangtuanya pulang. Sontak aku minta dia
nungging dengan kedua tangan diatas dipan bambu (sudah diganti dengan yang
baru) lalu aku sibakkan rok yang dipakainya, celana dalamnya aku plorotkan dan
lidahku dengan cepat menjilati tempiknya.
Ups, he… he… sedikit pesing,
sebodo amat. Lalu aku arahkan kontuolku ke vaginnanya dan,
“Sleeebbb… bleeesss…”
“Ahhhh…”
Tika terkejut dan sedikit
meringis menahan perih tapi hanya sebentar dan napasnya sudah mulai tidak
beraturan. Berselang lima menit dengan mencengkeram tepian dipan bambu sambil
“mekangkang” Tika menggeliat seraya melenguh kuat.
“Aahhhh…”
Aku pegang pantatnya dengan kedua
tanganku, aku sodokkan kedepan dan kebelakang pantatku sehingga kontuolku
leluasa melesak keluar dan kedalam. Lalu aku remas dengan mencengkeram
pantatnya manakala kontuolku memuntahkan spermaku.
“Ahhhh… hh… ahhh…”
“Serrr… serrr… serrr…”
Cairan kental putih muncrat
didalam vaginnanya seraya menimbulkan bunyi “ceplak-ceplak-ceplak”, belum puas
aku teruskan genjotanku sampai-sampai Tika hampir jatuh terkulai kalau saja
tidak aku topang pinggulnya dengan kedua tanganku.
Semangat mudaku menggelora, aku
terus memacu dan memacu. Kontuolku yang semula terasa ngilu karena sudah
melontarkan airmaniku berlahan kembali mendapatkan kekuatannya. Aku mati-matian
agar kontuolku setelah mengeluarkan airmani tidak terkulai. Aku paksa
semangatku agar cepat meraih birahi kembali.
Tika hanya menggigit bibirnya,
lemas sekali. Sendi-sendinya serasa mau lepas, napasnya tersengal-sengal. Rasa
pening menghantam kepalanya tapi tempiknya ternyata tidakmau kompromi, berlahan
cairan birahi membasahi gesekan kontuol dan tempiknya.
Tika tidak kuasa menahan hentakan
birahi yang berlahan mulai merambat naik ke ubun-ubunnya. Merayap ke semua
ujung syarafnya, jantungnya berdegup dengan kencang, matanya terbelalak dengan
semua otot diwajahnya menyembul menyebabkan rona wajahnya memerah.
“Akkk… hhhhhh…!”
“Crooot… crooot… crooot…”
“Ah…”
Bersamaan kami dihempas oleh
puncak birahi, bersamaan kami dihantam oleh kenikmatan surgawi dan bersamaan
kami jatuh terjerembab keatas dipan bambu dan seolah-olah dunia terasa
melayang. Tika jatuh tanpa daya keatas dipan menyisakan lelehan sperma di selangkangannya
dibawah tonjolan pantatnya, ternyata dia pingsan!
Disekolah aku termasuk siswa yang
biasa-biasa saja, sedangkan Tika termasuk kategori siswa kelompok “dodol” alias
“bego” dan kategori cewek “non nominasi” pantes saja aku radak “GR” langsung
main tancep pedang aja. Hebatnya aku tidak puas hanya sekali, paling sedikit
dua kali, inikah manfaat akibat rendaman air teh basi? Mungkin kali ya ha… ha…
Sudah tiga bulan aku setubuhi
Tika, selama itu pula dia tidak hamil. Luar biasa, membuat aku ketagihan.
Sungguh tidak ada waktu lowong aku dengan dia untuk tidak bermain sex. Terus
terang dan terang terus, aku memperlakukan Tika sebagai obyek dan bukan sebagai
subyek, duh memang aku sadari aku betul-betul jahat. Tidak jarang Tika sekitar
jam 2 siang menyusup masuk ke kamarku, meminta jatah disaat kedua orangtuanya
istirahat siang. Ternyata apa yang kami lakukan disiang itu tidak lepas dari
mbak Srini teman kosku yang seorang guru SD, nanti aku ceritakan pada bagian
tersendiri supaya cerita ini tidak terlalu panjang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar