>>>SINGAPOREPOOLS<<<
ANGKA MAIN : 6 5 4 0
TOP 2D : 06 15 24 30 46
CADANGAN 2D : 56 65 74 80 96
TOP SHIO : Naga Babi Ayam
COLOK BEBAS : 0 4 5
AS : 0 1 2
KOP : 4 5 6
KEPALA : Besar / Genap
EKOR : Kecil / Ganjil
Pengalamanku dalam berhubungan
intim kepada wanita sudah banyak aku telah melakukan
kegiatan seks kira-kira sudah
hampir 20an wanita saya setubuhi, saat
usiaku masih 18 tahun waktu masih
bangku SMA aku jadi primadona
disekolah mungkin karena wajah
aku rupawan dan tubuh atletis kata para
gadis di sekolah, banyak sekali
gadis yang mau aku pacari, kurang lebih
ada 7 gadis disekolah yang aku
pacari dan beda beda sekolah.
Setelah melakukan kegiatan seks
banyak dengan wanita aku menarik kesimpulan
bahwa ada dua tipe dalam
berhubunngan seks, yang pertama yaitu penikmat
seks dan pelahap seks, keduanya
hampir sama kalau diartikan , tapi dalam
kasus yang aku alami aku
merupakan tipe penikmat seks, karena dari
pengalamanku dari sekian wanita yang
aku ajak berhubungan intim semuanya
merasakan kepuasan dalam
bercinta.
Langsung dalam cerita kisah
nyataku dari sahabat bisa aku ajak bercinta,
Perkenalkan nama aku Ben, bukan
nama sebernarnya aku sekarang umur 25
tahun, kami sangat akrab dalam
hubungan sahabat, kami adalah teman satu
kuliah dan satu angkatan, Yuni
adalah wanita yang dahulu waktu SMA yang
sempat aku sukai, karena dia
waktu SMA sudah punya pacar jadi aku tidak
mau menggangu hubungannya, saat
dipertemukan di sebuah universitas kami
setiap hari bertemu, kami sering
mengerjakan tugas tugas bersama.
Secara fisik Yuni cukup menarik.
Wajahnya berbentuk oval dan manis. Tidak
terlalu cantik tapi jelas tidak
bisa dikatakan jelek. Tingginya sekitar
160 cm, beratnya seimbang.
Rambutnya dipotong pendek dgn poni di
dahinya. Kulitnya cukup putih
untuk ukuran orang Indonesia. Pokoknya
tidak memalukan lah kalau kita
ajak jalan dia di tempat umum. Sayang ada
satu kekurangannya, Yuni kurang
bisa bersolek, kesannya malah agak
tomboy. Ke-mana² dia hampir
selalu pakai celana jeans dgn kemeja agak
longgar. Padahal perilakunya
sangat feminin, jadi agak kontras dan
kurang cocok.
Sore itu aku sedang mengerjakan
tugas di perpustakaan kampus. Yuni juga
kebetulan ada disana, tapi dia di
meja lain dgn beberapa teman. Aku
asyik mengerjakan tugasku sendiri
sehingga aku tidak memperhatikannya.
Tiba² ada orang yg duduk di
seberang meja. Aku lihat ternyata Yuni.
“Ngerjain apa Ben? Kok asyik
banget”
“Eh ini tugas makalah metodologi.
Kamu udah selesai Yun?”
“Yuni mah udah kelar kemarin².”
“Enak dong udah bisa santai, aku
juga udah hampir selesai kok.”
“Ben ke kantin yuk haus nih.”
Aku bereskan kertas² tugasku lalu
aku kembalikan buku² referensi ke raknya.
Kami berdua berjalan bareng ke
kantin. Obrolan kami lanjutkan di kantin
sambil minum.
“Yun, aku kok udah lama ndak liat
kamu sama Mas Robby. Kemana dia?”
Mas Robby adalah pacar Yuni. Dia
sudah bekerja tapi biasanya suka menjemput
Yuni di kampus. Aku tidak terlalu
kenal dia cuman sebatas “say hello” saja.
Mendengar pertanyaanku tadi Yuni
cuma menghela napas panjang. Wajahnya yg manis tiba² tampak muram. Dgn agak
lirih dia menjawab,
“Kami sudah putus Ben.”
“Oh sorry Yun. Kalau boleh tahu,
kenapa Yun?”
Yuni kembali menghela napas
panjang. Aku tahu mereka sudah pacaran cukup
lama, mungkin ada lebih dari 3
thn. Jadi aku tahu bagaimana perasaan
Yuni saat itu. Pasti berat buat
dia.
Akhirnya Yuni bercerita kalau Mas
Robby ternyata dekat dgn wanita lain. Ketika
Yuni minta penjelasan dari dia
ternyata Mas Robby malah marah². Akhirnya
dua minggu yg lalu Yuni tidak mau
lagi ketemu dgn dia. Sungguh malang
nasib Yuni, padahal mereka sudah
begitu dekat dan mereka sudah melakukan
hubungan layaknya suami istri.
Secara eksplisit memang Yuni tdk pernah
bicara ttg hal ini kepadaku, tapi
dari gelagatnya aku yakin itu.
Pembicaraan kami sore itu jadi
melankolis dan kelabu. Seperti mendung kelabu yg
menggelayut di langit. Satu hal
yg aku kagumi dari Yuni, dia begitu
tegar menerima kenyataan ini. Tak
ada setitik air mata pun yg mengambang
di matanya saat menceritakan
perpisahannya dgn Mas Robby.
Langit sudah agak gelap pertanda
datangnya senja ketika kami keluar dari
kantin untuk pulang. Aku tawarkan
Yuni untuk mengantarnya pulang dan dia
setuju. Dalam perjalanan pulang,
Yuni yg duduk di boncengan motorku tak
berkata sepatah pun. Kami pun
sampai di rumah Yuni.
“Masuk dulu yuk Ben,” ajak Yuni
sambil membuka kunci pintu rumahnya.
Beberapa kali aku pernah
mengantar pulang Yuni tapi aku tidak pernah mampir ke
rumah Yuni. Kali ini kebetulan
aku kebelet kencing, jadi aku mau diajak masuk rumahnya.
“Aku mau numpang ke kamar mandi
Yun.”
“Disitu Ben,” Yuni menunjuk ke
salah satu pintu.
Aku segera menuntaskan urusanku
di kamar mandi. Rumah Yuni sangat sederhana
tapi sangat bersih dan tertata
rapi. Keluarga Yuni memang bukan
golongan orang yg berada. Senja
itu suasana rumah Yuni sepi² saja.
“Kok ndak ada orang Yun.
Orangtuamu kemana?”
“Sudah 2 hari di rumah Mbak Dewi
di Solo. Dia kan baru saja melahirkan anak pertama.”
Yuni pernah cerita kalau dia
hanya dua bersaudara. Kakaknya, Mbak Dewi,
sudah menikah dan tinggal di
Solo. Jadi saat itu Yuni sendirian dirumah.
Aku baru saja hendak berpamitan
dgn Yuni ketika tiba² mendung tebal yg
sedari tadi menggantung di langit
turun menjadi hujan yg cukup lebat.
“Pulang ntar aja Ben, Hujan tuh.
Yuni bikinin kopi ya.”
Tanpa menunggu jawabanku Yuni
segera ke dapur dan aku dengar detingan cangkir
beradu dgn sendok. Aku duduk di
sofa di ruang tamu yg sekaligus
berfungsi sebagai ruang keluarga
itu. Tak berapa lama Yuni muncul dgn
secangkir kopi yg masih mengebul
di tangannya.
“Kamu ngopi dulu Ben. Yuni mau
mandi dulu bentar.”
Yuni kembali ke dalam dan sejenak
kemudian aku dengar deburan air di kamar
mandi. Aku duduk santai sambil
menghirup kopi hangat yg dibuatkan Yuni.
Di luar hujan semakin bertambah
lebat sambil sesekali terdengar bunyi
guruh di kejauhan. Suasana sudah
bertambah gelap, apalagi lampu rumah
belum dihidupkan.
Tiba² lampu jadi hidup terang
benderang menerangi ruang tamu itu. Ternyata
Yuni yg telah selesai mandi
menghidupkan lampu. Aku menatap Yuni dgn
pangling. Sekarang dia mengenakan
kaos ketat berwarna biru tua dipadu
dgn celana pendek yg sewarna. Aku
melihat Yuni yg lain dari yg aku
kenal. Kaos ketatnya
memperlihatkan lekuk tubuhnya yg nyaris sempurna yg
biasanya tersembunyi di balik
kemeja longgarnya. Kulit pahanya yg putih
mulus biasanya terbungkus celana
jeans. Tanpa aku sadari dari mulutku
terlontar kata,
“Kamu cakep dan seksi sekali
Yun.”
Yuni tampak tersipu mendengar
kata²ku. Dia sedikit tersenyum, guratan kepedihan sudah tak tampak lagi di
wajahnya.
“Ngerayu apa ngerayu nih …,” Yuni
mencoba menutupi ketersipuannya dgn canda.
“Bener kok Yun … kamu cakep
banget.”
Yuni duduk di sofa di ujung yg
lain. Kebetulan aku duduk di ujung sofa yg
dekat dgn bagian dalam rumah,
sedang Yuni di ujung satunya yg dekat
pintu. Kami duduk ngobrol sambil
mataku tak hentinya mengagumi kemolekan
tubuh Yuni. Yuni pun kayaknya
suka aku perhatikan seperti itu. Entah
sengaja atau tidak, kakinya
disilangkan sehingga pahanya yg mulus makin
tampak jelas.
Kami masih ngobrol ngalor ngidul
ketika kami dikagetkan dgn bunyi guntur yg
begitu keras. Seketika itu pula
suasana jadi gelap gulita. Ternyata
listrik mati. Secara reflek aku
berdiri. Aku beranjak ke pintu hendak
menyalakan lampu motorku yg aku
parkir di teras untuk menerangi
sementara. Belum selangkah aku
beranjak, aku merasakan tubrukan dgn
tubuh Yuni yg ternyata juga sudah
berdiri hendak masuk ke dalam.
Tubrukan itu pelan saja
sebenarnya, tapi krn terkejut Yuni jatuh tertelentang di
sofa dgn kakinya menjuntai ke
lantai. Aku pun kehilangan keseimbangan
dan menindih tubuh Yuni. Untung
siku kiriku masih sempat berjaga di
sandaran sofa sehingga Yuni tidak
tertindih seluruh berat tubuhku.
Aku rasakan tubuh hangat Yuni
menempel di tubuhku. Tanpa sadar dan semuanya
terjadi begitu tiba², aku peluk
Yuni sambil kukecup keningnya dgn
lembut. Yuni tidak bereaksi menolak,
dia malah melingkarkan kedua
lengannya ke leherku. Aku cium
lembut pipi kiri Yuni, dia pun membalas
mencium pipi kananku tak kalah
lembutnya. Dalam gelap gulita itu, secara
alami dan terjadi begitu saja,
bibir kami saling bertemu.
Aku cium bibir Yuni dgn sangat
lembut. Tidak ada penolakan dari Yuni, dia
malah membalas mengulum bibirku.
Bibir kami saling berpautan dan
melepaskan kemesraan. Aku mulai
berinisiatif menjulurkan lidahku dan
membelai gigi seri Yuni. Yuni pun
membuka mulutnya lebih lebar dan
menjulurkan lidahnya saling
beradu dgn lidahku. Kami terus berciuman
dalam gelap. Petir yg me-nyambar²
sudah tidak kami hiraukan lagi. Lidah
Yuni yg masih menjulur ke mulutku
aku kulum dgn mesra. Sesaat ganti Yuni
yg mengulum lidahku.
Entah berapa lama kami saling
menikmati ciuman mesra itu. Rasanya aku sangat
ingin kejadian itu berlangsung
selamanya. Perlahan aku alihkan sasaran
ciumanku. Aku mulai menciumi
bagian bawah dagu Yuni. Kemudian secara
sangat perlahan ciumanku mengarah
ke lehernya yg jenjang itu. Aku tidak
bisa melihat reaksi Yuni karena
gelap, yg aku rasakan hanya belaian
lembut di rambutku. Belakang
telinga kanan Yuni aku ciumi dgn mesra
sambil sesekali aku gigit lembut
daun telinganya. Yuni sedikit meronta
kegelian.
Dia bereaksi dgn mendengus pelan
di dekat telinga kananku. Hembusan
nafasnya membuat aku kegelian.
Lalu aku rasakan benda lembut yg hangat
menggelitik lubang telingaku.
Ternyata itu lidah Yuni. Sungguh geli
rasanya tapi sangat
menggairahkan. Bagi yg belum pernah mengalaminya
sendiri tentu susah
menggambarkannya. Kami masih saling menggelitik
telinga dgn lidah.
Aku agak mengangkat tubuh sedikit
ketika tangan Yuni aku rasakan mencari
ruang untuk membuka kancing
kemejaku. Dalam posisi sulit dan gelap
seperti itu Yuni berhasil membuka
dua kancing kemejaku yg paling atas.
Dia agak merubah posisi sehingga
kepalanya tepat berada di bawah dadaku
yg sudah terbuka sebagian. Dgn
lembut Yuni mulai menciumi dadaku.
Tangannya sambil beraksi membuka
semua kancing kemejaku. Sekarang dadaku
sudah terbuka lebar tanpa
terhalang kemeja yg masih aku pakai. Jari²
lembut Yuni mulai menggerayangi
punggungku. Bibirnya masih menciumi
seluruh permukaan dadaku.
dan terasa sekali bagiku dan
disinilah dimulai.
Aku agak meronta kegelian ketika
kedua bibir Yuni mengulum puting kiriku.
Aku belum pernah diperlakukan
seperti ini oleh wanita manapun. Biasanya
aku yg melakukan ini terhadap
wanita. Sensasinya sungguh sulit di
gambarkan. Birahiku mulai
bangkit. Tangan kananku mulai meremas lembut
payudara kiri Yuni dari luar
kaosnya. Buah dada Yuni terasa sangat
kenyal dan padat.
Yuni terus menciumi, menjilati
dan mengulum kedua putingku, menghantarkan
kegelian dan rangsangan ke
seluruh tubuhku. Aku masih me-remas² buah
dada Yuni. Waktu terus berlalu
tanpa kami sadari.
Tiba² mata kami dibutakan oleh
terang yg menerpa retina kami. Ternyata
listrik telah hidup kembali.
Secara reflek kami melepaskan diri satu
sama lain. Sambil mengerjapkan
mata aku berdiri dan melihat Yuni masih
dalam posisi seperti tadi,
telentang di sofa dgn kaki menjuntai di
lantai. Yuni menatapku dgn penuh
kemesraan, tatapan yg belum pernah aku
lihat di mata Yuni ditujukan
kepadaku. Untuk sesaat aku tak tahu harus
berbuat apa.
“Di kamarku aja yuk Ben.” Suara
Yuni memecah kebuntuanku.
Yuni bangkit menutup pintu depan
dan kami berjalan bergandengan tangan masuk
kamar Yuni. Yuni mematikan lampu
utama kamarnya lalu ke meja riasnya
dan menghidupkan lampu kecil
disana. Suasana jadi agak temaram dan makin
syahdu.
Kali ini aku ambil inisiatif. Aku
peluk Yuni dari depan, aku cium lembut
bibirnya. Tanganku memeluk
punggungnya. Dengan ibu jari dan jari tengah
tangan kananku aku pegang kaitan
BH Yuni dari luar kaosnya, dgn gerakan
sedikit mengatup dan memelintir
lepaslah kaitan BH Yuni. Sepertinya Yuni
cukup terkesan dgn “keahlianku”,
dia makin mempererat pelukannya sambil
mulut kami masih saling berpagut.
Dengan lembut tangan kiriku aku
selipkan di balik tepi bawah kaos Yuni lalu
aku raba punggungnya. Aku belai²
punggung Yuni yg rata, aku nikmati
kehalusan kulitnya yg seperti
sutera itu. Yuni sedikit meronta sehingga
aku melepaskan pelukanku.
Kesempatan itu digunakannya untuk melepas
kemejaku dgn kedua tangannya. Tak
ku sia² peluang itu, aku pun menggamit
tepi bawah kaos Yuni menariknya
ke atas bersama dgn BH hitam yg sudah
lepas kaitannya. Sedetik kemudian
kami berdua sudah bertelanjang dada.
Apa yg aku lihat di hadapanku
sungguh luar biasa. Sepasang payudara yg
benar² indah bentuknya. Penerangan
lampu yg redup makin memepertegas
silhouette dari buah dada yg
padat berisi. Putingnya yg kecil dan bulat
menyembul di puncak bukit yg
menantang itu. Harus aku akui bahwa sampai
saat itu payudara Yuni adalah yg
terindah yg pernah aku lihat. Ukurannya
tidak terlalu besar meskipun
tidak bisa dikatakan kecil. Tapi bentuknya
sungguh luar biasa. Seperti
sepasang mangkuk yg ditangkupkan di dada
tanpa ada kesan melorot sedikit
pun.
Rupanya Yuni sadar kalau aku
sedang mengagumi payudaranya. Tanpa canggung dia
menyangga buah dada kanannya dgn
telapak kirinya sambil lengannya
menyangga yg kakan. Dgn jari² yg
menangkup di dekatkannya kedua bukit
indahnya. Tangan kanannya
terangkat diletakkan di belakang lehernya.
Tubuhnya sedikit meliuk ke
belakang. Gerakan ini makin mempertegas
keindahan bentuk buah dadanya.
Ditambah terpaan sinar lampu lembut dari
arah samping, sungguh pemandangan
yg tidak pernah aku lupakan sampai
hari ini. Tanpa sepatah kata pun
terucap dari mulut Yuni, tapi aku tahu
dalam hati dia pasti berkata:
“Nikmatilah pemandangan indah buah dadaku
Ben.”
Sebenarnya aku masih ingin terus
menikmati pemandangan itu, tapi aku tahu aku
harus mulai berbuat sesuatu. Aku
duduk di tepi ranjang Yuni, aku tarik
Yuni mendekat sehingga dadanya
tepat ada di hadapanku. Aku ciumi buah
dada Yuni secara bergantian.
Kadang aku katupkan kedua bibirku di
putingnya dan aku pelintir dgn
gerakan bibirku ke kiri dan kanan. Yuni
menggelinjang penuh kenikmatan.
Tangannya me-remas² rambut di kepalaku.
Dadanya semakin dibusungkan tanda
dia menikmati apa yg aku lakukan.
Aku perhatikan ternyata Yuni
bukan orang yg “ribut” kala bercinta. Mulutnya
tidak bersuara apa² kecuali
desahan lembut nafasnya yg semakin cepat.
“sssssshhhhh …. sssshhhhh ….
ssssshhhhhh”
Kedua tanganku me-remas² kedua
buah dada Yuni dan mulutku masih sibuk dgn
putingnya. Liukan tubuh Yuni
semakin menggila tanda rangsanganku semakin
tak bisa ditahannya. Sambil masih
mengulum putingnya, tanganku
menggapai kancing celana
pendeknya. Tanpa banyak kesulitan aku berhasil
membuka kancing itu krn Yuni juga
membantu dgn mengecilkan perutnya
sehingga tugasku semakin mudah.
Perlahan aku turunkan ritsleting
celananya terus aku tarik ke
bawah sampai celana pendek Yuni terlepas
dan tersangkut di kedua lututnya.
Kemudian kami pun melakukan
sebuah adegan bercinta di sofa, si Yuni pun membuka
celana dalamnya , aku pun tanpa
banyak pikir kemudian mengeluarkan
rudalku yang sudah menganga untuk
memasukan rudalku kedalam guanya si
Yuni, tanpa basa basi aku
langsung malahap, vaginanya yang masih
dikatakan sempit masih bisa aku
masukin dengan rudalku. Dengan desahan
ahhhhhhhhhhhhhhhh.
Yuni berkata pelan pelan ben…aku
pun mengiyakan dengan pelan pelan rudalku
masuk mendekati ke vaginanya
semakin dalam semakin dalam tubuh Yuni
mengolet tidak karuan apa karena
sudah orgasme dia. Dengan posisi dia
duduk di pangkuanku dengan
genjotan bokong dari Yuni tak lama rudalku
mau mengeluarkan crotttnya, saya
pun angkat bokong Yuni dari pangkuanku.
Yun……sudah keluar crottku..Yuni
pun langsung mengambilakan tisu untuk
membersihakan bekas crott yang
menempel di sofa. Yuni pun senang dengan
apa yang kami lakukan, kejadian
ini belangsung dikemudian hari dengan
tempat yang berbeda kandang di
rumahku, kadang juga di tempat kos kosan
teman aku. Dan Demikianlah
pengalamanku bercinta dengan
sahabatku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar