>>>SINGAPOREPOOLS<<<
ANGKA MAIN : 8 7 2 9
TOP 2D : 08 17 22 39 48
CADANGAN 2D : 58 67 72 89 98
TOP SHIO : Kelinci Kerbau Kambing
COLOK BEBAS : 2 7 8
AS : 0 1 2
KOP : 4 5 6
KEPALA : Kecil / Genap
EKOR : Besar / Ganjil
Ini Adalh Cerita Paling Panas
Baca Cerita Cerita Ngentot Crot di Dalem Memek Enak banget ya sayang, Cerita
Ngentot kiki gadis cantik muda belia toket gede memeknya mulus banget coy,
silahkan di entotin coy. Ceritanya disini hanya di
“Apa nanti nggak terlihat aneh?”
tanya Kiki pada suaminya di telpon.
“Aku rasa tidak. Kamu kan sudah
tahu siapa adikku. Jadi tidak harus sama aku untuk pergi ke sana kan?”
Memang sih,” jawab Kiki, sambil
memainkan kabel telpon.
“Lagian dulu kamu juga sudah
pernah melihat pembukaan pertandingannya bareng mereka juga. Jadi sekarang sama
saja kan kalau kamu pergi sendiri untuk lihat finalnya.”
“Ok, aku paham maksudmu, sayang.
Meskipun dulu ada kamu, cuman? aku akan jadi satu-satunya wanita di sana.”
“Oh, kamu salah. Dina kan ikut
juga ke sana.”
“Oh baguslah, sempurna.” jawab
Kiki, dengan nada suara sedikit tajam. Wanita genit itu, batin Kiki.
“Aku tahu, kamu dan Dina? agak
kurang cocok, tapi sebenarnya dia wanita yang baik. Kamu hanya perlu lebih
mengenal dia Ki.”
“Hendra,” Kiki hampir mulai
memprotes, tapi ditahannya dirinya. Sudah terlalu sering pembicaraan tentang
hal ini berakhir dengan pertengkaran, dan dia sudah memutuskan kali ini harus
berakhir bahagia. “Kamu mungkin benar. Setidaknya, lebih baik nonton finalnya
bersama-sama dari pada sendirian saja.”
“Aku harus pergi, sayang. Selamat
bersenang-senang!”
“Pasti.” Kiki berusaha untuk
terdengar gembira.
“I love you.”
“I love you, too.”
Hendra sudah pergi sangat lama,
pikir Kiki. Bicara lewat telpon memang bagus, tapi dia merindukan kehadirannya
secara fisik. Dia rindu untuk meringkuk dalam peluknya di Sabtu pagi, dan
saling bergandengan tangan sewaktu jalan sore. Semuanya, pikirnya, diayunkan
langkahnya menuju kamar mandi, dia merindukan seks. Mereka sudah menikah selama
dua tahun dan kehidupan seksual mereka tak pernah menunjukkan gejala menurun.
Paling tidak, tiga atau empat kali dalam seminggu. Sekali waktu, kadang mereka
membuat janji untuk berkencan di hotel selayaknya sepasang kekasih, hanya
sekedar untuk sebuah ?quickie? di sela waktu makan siang.
Dia bersihkan rambut sebahunya
dengan shampoo, lalu mulai menyabuni tubuh rampingnya. Erangan lirih mulai
lepas dari mulutnya saat tangannya menggapai payudaranya, lalu memilin
putingnya. Hendra menyukai payudaranya. Dia bilang kalau ukuran B-cupnya adalah
ukuran yang tepat untuk digenggam dan diremas. Kiki sendiri senang dengan
bentuk payudaranya karena sangat sensitive dan cepat membuatnya terangsang
begitu dipermainkan.
Tangannya yang sebelah kanan
bergerak turun menelusuri perut kencangnya dan mengarah pada gundukan vaginanya
yang mungil dan rapat. Dia menyukai rasa dari air hangat yang seakan tusukan
jarum kecil pada permukaan kulitnya saat dia mainkan jemari pada kelentitnya
yang licin.
Membawa dirinya sendiri ke puncak
ledakan orgasme, tubuh telanjangnya merosot menyandar pada dinding kamar mandi,
dan berusaha mengatur nafasnya yang memburu. Kiki belum pernah melakukan
masturbasi selama dua tahun pernikahannya dengan Hendra. Sekarang hal ini
dilakukannya dalam kesehariannya, dan bahkan dia sedang mempertimbangkan untuk
membeli sebuah vibrator untuk mengisi hari-harinya yang sepi semenjak ditinggal
pergi Hendra ke luar kota. Meskipun memikirkan tentang alat itu masih tetap
membuat dirinya tersipu malu dan serasa bergolak perutnya, tapi godaan itu
semakin besar dan bertambah besar.
Diraihnya alat pencukur dan
merampungkan ritual mandinya: shampoo, sabun, masturbasi dan mencukur.
Dia keringkan tubuh basahnya
dengan handuk sambil mengamati pantulan bayangannya di dalam cermin. Seperti
kebanyakan gadis keturunan jawa, kulit kuning kecoklatan membalut tubuhnya yang
semakin menyiratkan daya tarik seksualitas yang eksotis dan nakal tapi tetap
anggun. Berjalan dengan masih dalam keadaan telanjang menuju ke kamarnya,
sambil mempertimbangkan akan memakai pakaian apa untuk acara di rumah Johan
nanti.
Johan, yang adalah adiknya
Hendra, seorang eksekutif muda yang terbilang sukses, memiliki beberapa
perusahaan yang penjualannya selalu dengan rating yang bagus. Dan dia merupakan
tipe pria yang menikmati hidup. Memiliki rumah tinggal di pusat kota dan sebuah
tempat peristirahatan yang berada di puncak, yang sering dipakainya saat
berakhir pekan dan juga untuk acara kali ini. Sebuah tempat peristirahatan yang
selalu membuat kagum Kiki saat di sana, dengan area yang sangat luas dan bentuk
campuran antara gaya tradisional dan modern yang sangat nyaman untuk
beristirahat melepaskan diri dari kepenatan kota.
Rumah peristirahatan itu terletak
di atas bukit, dan mempunyai sudut pandang yang luas untuk menikmati indahnya
pemandangan lembah di bawahnya. Ini dikarenakan banyaknya bukaan dari pengaruh
gaya tradisionalnya. Tempat ini juga mempunyai sebuah lapangan tenis ? yang
hanya digunakan sesekali ? dan sebuah kolam renang besar ? yang paling sering
dipakainya setiap waktu. Dan yang paling membuat nyaman adalah privasi dari
tempat ini, tetangga terdekat terletak jauh di bawah lereng bukit. Saat semua
pintu yang terletak di sepanjang ruang tengah hingga kolam renang, akan dapat
membuat kita dapat menghirup segarnya udara perbukitan ini.
Sebuah TV layar datar berukuran
besar terletak di ruang tengah yang mana itu akan dipakai untuk menyaksikan
pertandingan final nanti. Johan sebenarnya tidak begitu peduli tim mana yang
akan menang, karena tim jagoannya sudah tersisih sebelum final.
Semua tamunya sudah hadir di
sini, kecuali kakak iparnya, Kiki. Jimy, Dany, dan Dina adalah teman masa
kecilnya. Ahmad merupakan rekan bisnisnya yang kemudian jadi sahabat karibnya,
yang sekarang juga akrab dengan Jimy dan Dany dan Dina. Kelimanya menjadi
sahabat karib tak terpisahkan dalam lima tahun terakhir, dan Johan merasa
senang bisa menyaksikan pertandingan final nanti bersama mereka semua.
“Kapan nih isteri Hendra yang
seksi itu datang?” tanya Jimy yang sudah agak mabuk. Sebagai seorang keturunan
Chinese, membuat wajahnya sangat bersemu merah, dengan sangat cepat setiap kali
dia mengkonsumsi alkohol meskipun sedikit kadarnya. Dan dia selalu berubah dari
seorang ahli komputer yang pemalu menjadi penggila pesta yang liar.
“Harusnya Kiki tiba sebentar
lagi. Dia menelpon satu setengah jam yang lalu dan bilang kalau dia sudah
berangkat,” jawab Johan, sambil membalik daging panggangnya. Ini sudah hampir
pukul empat sore. Pertandingannya sendiri mulai pukul lima nanti, tapi Jimy
sudah tak sabar untuk mulai minum duluan.
“Yeah, aku harap dia datang
sebentar lagi. Aku mulai bosan lihat Dina!” jawab Jimmy menggerutu.
“Hey!” Dina berteriak protes dari
dalam. “Aku dengar itu!” dia melompat bangkit dari sofa dan berjalan keluar.
“Jadi, kamu pikir aku membosankan untuk dilihat ya?” tanyanya dengan mulut
cemberut.
Dina berpose layaknya seorang
model, tangan di pinggang, berpose untk para pria. Sebenarnya dia bukannya tipe
yang membosankan untuk dipandangi. Sama sekali bukan. Rambut berombak panjang
sepinggang di cat kecoklatan, tubuh montok menggiurkan tapi jauh dari kata
gemuk, dan kulit putih yang membungkus tubuh indahnya. Jika kamu melihat
majalah model, maka akan kamu temukan gambaran sosok Dina di sana. Kegemarannya
membentuk tubuh di pusat kebugaran membuat tubuhnya selalu tepat saat memakai
berbagai macam busana, dari busana resmi hingga bikini. Hari ini, dia kenakan
sebuah kaos ketat dan celana jeans selutut yang juga ketat, memeperlihatkan
lekuk tubuhnya yang begitu mengundang selera pria untuk mencicipinya.
Johan selalu suka pada bentuk
pantat Dina. Sebenarnya, semua orang suka. Sangat ideal, kencang dan merupakan
sebuah bentuk yang diimpikan semua wanita. Dina juga menyukainya, dia selalu
memakai busana yang bisa memperlihatkan betapa seksinya bongkahan pantatnya,
dia selalu berusaha mempertunjukkan tampilan terseksinya. Tapi berpose seperti
itu di hadapan para pria sebenarnya membuatnya jengah. Walaupun dia menyukai
perhatian pria pada tubuhnya, tapi orang-orang ini adalah sahabat terdekatnya.
Dan mereka hampir seperti keluarga saja.
Tak mau ambil pusing,
diputuskannya untuk berjalan melewati mereka dan duduk di tepian kolam renang,
memasukkan kaki indahnya ke dalam air yang dingin. Dia hanya senang menggoda
saja bukan seorang wanita jalang.
Bel di pintu berbunyi dan Dany
pergi untuk membukakan, itu pasti Kiki, isteri Hendra yang sangat menarik.
Kiki masuk sambil membawa satu
renteng bir kaleng, dan Dany seperti terpaku menatapnya. Kiki mengenakan gaun
selutut warna putih yang terikat di balik lehernya sebagai penyangga. Rambut
sebahunya di kuncir ekor kuda. Dia memakai sandal warna putih yang memperlihatkan
kukunya yang terawat baik dan diwarnai merah muda senada dengan kuku jari
tangannya.
Kiki menelan ludah, terlihat
keadaan Danny yang agak mabuk membuatnya lupa akan waktu. Dia seakan mematung
menatap sekujur tubuh Kiki tak berkedip. Sudah diputuskannya sejak dulu dia
akan tidur dengan wanita ini, meskipun ada Hendra atau tidak.
“Silahkan masuk, tuan putri.”
Kiki merasa jengah dengan cara
memandang Dany yang tanpa tedeng aling-aling pada tubuhnya. Jikalau dilain
waktu mungkin Kiki akan merasa dilecehkan dengan cara tatap Dany, tapi dengan
keadaan gairahnya yang masih menggantung selama ditinggal Hendra seperti ini
membuatnya melirik sekilas ke arah Dany. Tampan juga, nilainya. Tinggi,
berkulit sawo matang, dan penuh percaya diri, Kiki tahu kalau Dany sangat
cerdas dan kecerdasannya itu selalu digunakan untuk menaklukan wanita. Hampir
pada setiap kesempatan, dia selalu menggodanya. Kiki sudah pernah membicarakan
hal ini dengan Hendra, tapi reaksinya hanya tertawa saja dan, “Anak muda memang
begitu.” Hendra, yang hanya tiga tahun lebih tua dibandingkan Dany yang berusia
28 tahun selalu menyebut Johan dan Dany beserta seluruh teman-tamannya dengan
sebutan anak muda.
Kiki, yang juga berusia 28 tahun,
sadar jika dia harus berhati-hati saat berada di dekat pria pecinta seni ini.
“Kamu kenal Ahmad, kan?” Tanya
Dany, saat berjalan di belakang Kiki menuju ke ruang tengah. Kiki bisa
merasakan mata Dany tak pernah lepas dari pantatnya.
“Ya, kami sudah pernah ketemu,”
jawab Kiki. Ahmad sudah menarik simpati Kiki. Pria keturunan timur tengah yang
tak banyak bicara, tampan dan berotak encer, hanya dialah yang tak menunjukkan
ketertarikan seksual vulgar terhadap dirinya. Ahmad sangat sopan dan Kiki
berharap perilaku ini bisa menular pada para sahabatnya yang ?liar? ini.
Kiki melihat Johan dan Jimy
sedang berada di beranda belakang. “Mau ditaruh di mana ini?” tanya Kiki,
mengangkat bir kaleng yang di bawanya.
“Si cantik sudah datang!”
komentar Jimy yang setengah mabuk terlontar sebelum Johan mampu menjawab.
“Hei, tenang sedikit,” bisik
Johan pada temannya. “Jimy, kenapa nggak kamu taruh birnya dalam almari es dan
sekalian ambilkan pizzanya juga.”
Mata Jimy seakan dilem pada tubuh
wanita bersuami ini saat berjalan melewatinya menuju ke dalam rumah.
Johan minta maaf atas kelakuan
kasar teman-tamannya. Kakaknya memang pria beruntung, pikirnya untuk yang entah
keberapa kalinya. Dia coba untuk tidak membiarkan matanya terlalu lama
memandang tubuh indah kakak iparnya ini, atau bahkan membayangkan seperti apa
bentuk tubuhnya saat telanjang.
“Aku senang akhirnya kakak mau
datang juga,” katanya. Untuk sesuatu alas an, dia merasa sedikit malu. Jarang
sekali dia pergi keluar dengan Kiki tanpa Hendra, tapi sejujurnya dia sangat
menikmati keberadaannya tanpa kakaknya. Dan kebetulan juga Kiki lebih gila
dengan pertandingan ini dibandingkan kakaknya.
Kiki tersenyum pada Johan, mulai
merasa nyaman dan percaya diri, lalu bilang, “Aku senang melihat pertandingan
rame-rame. Meskipun harus dengan pria-pria tidak karuan seperti kalian.”
“Ada wanitanya juga lho,” kata
Dina, sambil mengangkat tangannya tanpa memalingkan muka, dia masih tetap
berada di tepian kolam renang, asik dengan lamunannya sendiri.
Isteri Hendra sudah datang.
Isteri Hendra yang cantik dan penuh percaya diri telah datang. Yang selalu
yakin bila berhadapan dengan pria. Dina suka Kiki, setiap kali dia perhatikan
semakin dia merasa iri padanya. Dina belum pernah sama sekali memikirkan untuk
menjalin ‘hubungan’ dengan seorang wanita, tapi bila dia di suruh memilih
seorang wanita, maka pilihannya pasti akan jatuh pada Kiki.
Kiki tidak memperhatikan Dina
saat datang ke sini. “Hai, Dina,” sapanya, dengan nada suara seramah mungkin.
Dina bahkan sama sekali tak memalingkan muka membalas sapaan itu. Selalu ada
sedikit ketegangan diantara dua wanita ini. Hampir saja Kiki merasa putus asa
untuk mulai menjalin sebuah hubungan baik dengan wanita ini.
Ketika pertama kali menikah, Kiki
merasa sangat cemburu terhadap Dina. Dia merasa kalau wanita cantik ini selalu
mencoba menggoda dan merebut suaminya. Bahkan dia hampir saja menuduh kalau
Henrdra punya affair dengan wanita ini. Dan Hendra selalu bilang kalau
hubungannya dengan Dina hanya seperti kakak adik saja. Kiki masih merasa belum
percaya tapi dia terus berusaha untuk mempercayai apa yang dikatakan suaminya
itu. Johan berusaha mencairkan suasana dengan menawarkan minuman pada kakak
iparnya ini.
Pizza dan pertandingan jadi menu
utama berikutnya. Mereka semua larut dalam ketegangan pertandingan itu dan Kiki
dan Dina menemukan kalau mereka punya sebuah kesamaan; punya tim andalan yang
sama…
Akhirnya, hal inilah yang
mempersatukan mereka. Keduanya saling duduk bersebelahan, saling bersorak memberikan
dukungan pada tim andalannya dan juga semakin bertambah mabuk karena minuman
beralkohol yang disuguhkan di sepanjang pertandingan ini.
Kiki menduga Dina akan bersikap
‘sangat wanita’ tentang olah raga, seperti mengucapkan, “Oh, lihat, yang
itu ganteng sekali….” Tapi, kebalikannya, Dina benar-benar serius
memperhatikan jalannya pertandingan, komentarnya tentang tim andalannya
benar-benar mengejutkan semua orang, tak hanya Kiki.
Di akhir pertandingan, saat
akhirnya tim andalannya kalah, Dina hanya mengangkat bahunya dan bilang, “Aku
rasa aku sudah agak mabuk.”
Kiki juga sudah merasa sedikit
melayang karena bir yang dikonsumsinya selama pertandingan, dan berkata, “Ini
baru putaran pertama, nggak masalah.”
“Hey guys, aku rasa aku mau
langsung pulang nih,” si chinese berkata dengan muka yang sangat merah.
“Sampai jumpa, Jimy,” jawab
semuanya.
“Aku juga sebaiknya segera
pulang,” kata Kiki, segera berdiri dan meregangkan tubuhnya. Dany melirik
payudaranya yang membusung ke depan.
“Oh nggak boleh,” jawab Dina,
menarik tangannya hingga Kiki kembali duduk di tempatnya lagi. “Kamu terlalu
kebanyakan minum buat nyetir mobil.”
“Tapi kalau dia?” Tanya Kiki,
sambil menunjuk pada Jimy.
“Oh, dia akan baik-baik saja.”
“Aku sudah nggak minum beberapa
menit lalu. Memang wajahku saja yang kelihatan merah.”
“Lagipula,” kata Dany, berdiri
dan memukul punggung Jimmy, “Rumahnya juga dekat dari sini. Ya kan Jimmy?” Dany
juga sudah mabuk.
Jimy pergi, meninggalkan tiga
pria dan dua orang wanita yang sudah setengah sadar semuanya itu. Dina sudah
mabuk. Dia tahu karena dia merasa lebih berani dan terbuka untuk mulai bicara
pada Kiki. “Mm… jadi sudah berapa lama Hendra pergi ke luar kota?” Tanya Dina.
Kiki, meskipun kesadarannya tidak
penuh dan baru menemukan sesuatu yang disukainya dari Dina, dia menatap wanita
ini dengan pandangan penuh pertahanan. “Dua bulan.”
“Dua bulan! Wow… itu sangat…
” akhirnya Dina melihat pandangan ‘siaga’ Kiki, dan tiba-tiba dia merasa
takut. Dia takut jika Kiki mulai membencinya. Dia merubah topiknya. “Aku Cuma
merasa, ini pasti saat yang berat buat kamu, dan juga pasti berat juga buat
Hendra.”
“Apa maksudmu?” Tanya Kiki, masih
sedikit bertahan, tapi juga sedikit penasaran.
“Yah, aku yakin dia sudah bilang,
kalu dia sangat mencintai kamu. Dia selalu saja cerita tentang kamu! Dan nggak
hanya karena dia berpisah dengan isteri yang dicintainya, tapi juga sahabatnya.
Setidaknya lebih baik kamu sering menghabiskan waktu bersama kita.” Dina
meletakkan tangannya di lutut Kiki, mencoba untuk menenangkan.
Kiki tersenyum, tak menghiraukan
tangan Dina, perasaannya dibalut pengaruh minuman.
Dany dan Ahmad masih asik
berdebat soal pertandingan tadi dan Johan bergerak mendekati kedua wanita ini,
dia membungkuk dan membisikkan sesuatu di telinga Dina. Wanita cantik ini
tersenyum nakal pada Johan lalu mengangguk. Johan menghilang ke lantai atas,
lalu wanita cantik ini bergerak merapat pada Kiki dan bertanya pelan, “Kamu
merokok nggak?”
“Mmm… kadang-kadang.” Jawab Kiki
heran.
Dina tersenyum lebar, sambil
menyibakkan rambutnya ke belakang telinganya. Matanya yang tajam semakin
berbinar menggoda , dan dia kembali berbisik lebih pelan lagi, “Bukan, bukan
rokok yang itu. Maksudku itu lho… kamu tahu kan,” matanya mengedip penuh arti
pada Kiki
“Oh,” kata Kiki, akhirnya tahu
yang dimaksud Dina. Segera saja wajah Kiki terasa hangat. Kadang-kadang dia
sangat naïf soal hal-hal tersebut. Awalnya dia ingin berbohong dengan teman
barunya ini, tapi akhirnya dia ingin berkata apa adanya. “Belum, belum pernah.”
“Yang benar?” Tanya Dina, raut
wajah Dina menandakan perasaan herannya. “Dan kamu menikah dengan Hendra sudah
dua tahun?”
“Ya. Kenapa?”
Tiba-tiba Dina merasa sudah masuk
ke wilayah yang terlalu pribadi “Nggak, Cuma pengen tanya saja.”
*****
Sebentar kemudian, Johan sudah
kembali, dia duduk diantara dua wanita ini dan membuka sebuah bungkus rokok. Di
dalamnya ada beberap lintingan rokok lalu diambilnya sebuah. Dia lalu mengambil
sebuah pemantik, dinyalakannya, dihisapnya dalam-dalam kemudian menyodorkan
rokok yang baru saja dihisapnya itu pada Dina.
Menatap ujung Candu itu yang
menyala merah di bibir penuhnya Dina, membuat perut Kiki terasa bergolak. Dia
sadar apa yang menantinya dan dia tahu apa yang harus dilakukannya…
Dina sedikit terkejut saat
menyodorkan rokok itu pada Kiki dan melihat tangan wanita ini sedikit gemetar.
“Santai saja dan hisap pelan-pelan ke paru-parumu. Tahan selam mungkin sebelum
kamu keluarkan,” Dina mengajarkan pada Kiki.
Kiki mengangguk dan mencoba apa
yang diinstruksikan oleh Dina. Dia menganggap saja kalau rokok ini adalah
sebuah rokok menthol biasa hingga akhirnya dengan mudah dia mulai menghisapnya.
Rasanya berbeda dengan rokok biasa, mungkin lebih manis dan lebih pekat
rasanya. Tak dia rasakan sesuatu dalam hisapan pertama.
Giliran itu kembali berputar
sekali lagi saat Dany duduk di sebelah Kiki, katanya, “Hey, kesinikan
Candunya.”
Tangan Dany merangkul pinggang
Kiki, dan saat Kiki menolehkan kepalanya untuk melihat Dany setelah dia
menghisap rokok itu kedua kalinya, reaksi Candu itu menghantamnya telak.
Kiki merasakan pusing yang amat
sangat dan itu baru dialaminya kini. Pandangannya segera mengabur. Suara di
sekelilingnya seakan sebuah film dalam slow motion, dan segera saja dia juga
merasa gerakannya ikut melambat. Gerakan dan bahkan pikirannya terasa bergerak
melambat. Perlahan disodorkannya rokok itu pada Dany, yang tersenyum kepadanya.
“Barang yang bagus, bukan,” katanya, suaranya seakan berasal dari ruangan yang
teramat sangat jauh. Kiki hanya mengangguk.
“Kamu nggak apa-apa?” Tanya
Ahmad. Dia jongkok di depan Kiki, memegangi kepala Kiki dan membuatnya
menatapnya. Suara Ahmad bergema di dalam kepala Kiki, “nggak apa-apa… nggak
apa-apa… nggak apa-apa…”
Kata Ahmad, “Ambil nafas. Ambil
nafas yang dalam…” Dan Kiki melakukannya dan rasanya mengagumkan.
Seakan ada seseorang yang menekan
tombol play pada remote control, dan segalanya berubah menjadi normal kembali.
Atau hampir normal. Semuanya masih terlihat agak kabur, tapi tak lagi dalam
gerakan lambat dan suara yang terdengar sudah kembali normal. Semua orang
kecuali Dany menatap Kiki dengan penuh perhatian, dan Kiki segera dapat
merasakan di mana keberadaannya kini. Kiki bias merasakan tangan Ahmad yang
terasa dingin pada pipinya dan juga hidungnya dapat menghirup parfumnya yang
maskulin. Kiki juga merasakan tangan Dany yang melingkar di pinggangnya dengan
jarinya yang bergerak menggodanya. Lalu Kiki merasa wajah wajah dengan ekspresi
khawatir itu berubah tersenyum geli, sama dengan senyum gelinya. Seakan dia
baru saja mengucapkan sesuatu yang lucu, tapi tak ada seorangpun yang tertawa.
Kiki ingin bilang, “Aku lupa
bernafas!” Ingin dia teriakkan pada mereka, seakan hal ini adalah sesuatu yang
paling lucu di seluruh dunia. Tapi, reaksi yang diberikan oleh otaknya hanya
tertawa sekeras-kerasnya. ‘Penyumbat’ itu telah tercabut dan semua orang
ikut tertawa lepas.
Setelah beberapa putaran
kemudian, Kiki merasa kaalu dia sudah cukup melayang tinggi. “Aku butuh udara
segar,” katanya sambil bangkit perlahan. Dia merasa kedua kakinya tidak stabil
menopang tubuhnya. Dina menyusul bangkit dan bilang, “Udara segar,
kedengarannya ide yang bagus,” dan bersama, mereka berjalan dengan
terhuyung-huyung di tepian kolam renang.
Keduanya kemudian duduk di tepian
ujung yang lain kolam renang itu, kaki mereka masuk ke dalam air yang terasa
menyejukkan.
“Kamu nggak apa-apa?” tanya Dina
setelah sekian lama keduanya berdiam diri. Hanya suara serangga yang terdengar
mengisi heningnya suasana malam ini.
“Yeah…” kata Kiki, tak yakin
dengan ucapannya sendiri. “Aku belum pernah melakukan ini sebelumnya… tapi aku
lega karena akhirnya sudah mencobanya.”
“Aku mengerti maksudmu, bagaimana
perasaanmu sekarang?”
Kiki menatap wanita di sisinya
ini, “Melayang, tinggi. Dan… horny.” Dia tak bermaksud mengucapkannya, tapi ini
keluar begitu saja dari mulutnya.
“Ya… Candu juga selalu membuatku
merasa sangat horny.”
“Bukan Cuma itu saja, tapi…”
Kiki merasa jengah. “Aku tak percaya sudah menceritakan ini padamu.”
Dina merasa tersanjung. Mereka
mulai masuk pada subyek dimana keduanya merasa nyaman dan saling percaya untuk
saling bebagi, dan untuk pertama kalinya dia merasa percaya diri di hadapan
Kiki. “Kamu mau bicara soal Hendra, kan. Dua bulan memang waktu yang lama…”
“Oh, ya,” jawab Kiki,
menendangkan kakinya ke dalam air.
Keduanya saling membisu untuk
beberapa menit lamanya hingga tiba-tiba sebuah pertanyaan terlontar dari mulut
Kiki, “Kamu sudah pernah tidur dengan salah satu dari pria-pria di sana belum?”
Kini giliran Dina yang merasa
jengah. Dia enggan untuk menjawab pertanyaan itu. Ini hanya akan semakin menambah
jelek reputasinya di hadapan wanita yang sangat dia inginkan untuk menjadi
sahabatnya ini. “Mm…”
Kiki tersenyum pada Dina dan
berkata, “Aku janji nggak akan menghakimi.”
“Ok…” Dina memutuskan setelah
beberapa saat. “Ini pasti akan terdengar betepa jalangnya aku, tapi aku berani
sumpah kalau aku bukan tipe wanita seperti itu. Mungkin kadang-kadang aku
bertingkah seperti itu, tapi sungguh, yang kamu dengar beredar di luar sana itu
hanyalah gossip yang dibesar-besarkan saja… ” Dina menjelaskan panjang lebar.
“Dina! Dengar, aku benar-benar
cuma penasaran saja. Dan itu juga bukan urusanku.”
“Aku sudah pernah tidur dengan
mereka semua kecuali Ahmad.” Mata Kiki terbelalak lebar, tidak seperti janjinya
sebelumnya. “Bukannya dengan semuanya sekaligus. Waktunya berlainan semua. Kamu
paham maksudku kan. Johan adalah… pria yang mengambil perawanku pertama kali…
my first. Kejadiannya sewaktu masih di SMU. Dany dan aku… yahl, persahabatan
kami selalu ada nilainya, kalau kamu paham maksudku.”
“Kamu sudah pernah tidur dengan
Hendra?” Kiki bertanya begitu saja tanpa berpikir. Candu dan alkokoh akan
membuatmu berbuat begitu juga.
Dina menatap Kiki, dia merasa
sedikit nervous dengan pertanyaan tersebut, juga sedikit terkejut karenanya.
Sebelum dia menjawab pertanyaan tersebut, suara dari sebuah handphone
memecahkan suasana malam itu.
“Sial, itu HP-ku,” kata Kiki,
segera berlari menuju tasnya di dekat panggangan. “Pasti Hendra.”
“Aku akan ke dalam,” kata Dina
begitu di dengarnya suara Kiki yang mulai bicara di telpon. Dina melangkah ke
dalam rumah dengan meninggalkan jejak kaki basah di sepanjang lantai beranda
belakang.
“Kamu abis ngisep Candu ya?”
tanya Hendra di telpon.
“Mm… ken-kenapa kamu Tanya
brgitu?” jawab Kiki, mencoba sebisanya untuk bersikap normal.
“Kamu bener-bener mabuk Candu!”
Kiki harus menjauhkan HP dari telinganya karena Hendra tertawa keras sekali di
seberang telpon sana. “Rupanya adikku sudah berhasil membuat kamu ngisep Candu.
Wow…”
“Apa maksudnya ini, Tuan?” Tanya
Kiki.
“Maksudnya aku sudah kalah
taruhan. Ah, lupakan saja. Apa kamu senang di sana?”
“Ya… lebih dari yang aku kira.”
“Tuh kan, teman-temanku nggak
brengsek-brengsek amat.”
“Apa kamu sudah pernah tidur
dengan Dina?” tamya Kiki, pertanyaan itu masih mengendap dalam kepalanya.
“Sayang, jangan bercanda. Tentu
saja tidak.”
Jika saja dia tidak dalam
pengaruh Candu dan alcohol seperti sekarang ini, pasti dia akan mengatakan
kalau Hendra bohong. Kiki sudah mengenal cukup lama untuk mendeteksi hal-hal
seperti itu. Tapi dengan keadaannya yang seperti sekarang ini, dia tak pasti.
“Kamu… kamu nggak bohong kan?”
tanyanya tak yakin. “Astaga, aku… aku nggak bisa. Hendra, apa kamu bicara
jujur?”
“Oh Kiki, aku berani sumpah, Dina
dan aku tidak pernah… tidur bareng. Kenapa kamu tanyakan ini?”
“Soalnya, dia sudah pernah tidur
dengan adikmu. Dan dia sudah kenal kamu sejak dulu ”
“Itu waktu masih kuliah, ingat
kan kalau aku lebih tua dari merka. Dia benar-benar sudah pernah tidur dengan
Johan?”
“Ya,” jawab Kiki. Sekarang semua
yang dikatakan Hendra terdengar bohong. Kiki tak tahu bagaimana mengatasi hal
ini.
“Wow. Johan belum pernah
menceritakan ini padaku… menarik.”
“Hey, aku dengar mereka memanggilku,”
Kiki berbohong. “Aku harus pergi.”
“Ok. I love you, baby. Aku akan
telpon lagi besok.” Kiki menganggukd. Kenapa itu juga terdengar bohong?
“I love you, too. Good night.”
“Night.”
Dimatikannya HP itu, Kiki bangkit
lalu berjalan menuju ke dalam rumah dengan hati-hati, dia melangkah dengan hati
tak pasti bukan hanya karena Candu yang dihisapnya, tapi juga karena
percakapannya dengan suaminya di telpon tadi. Pikirannya benar-benar kosong
hingga dia sampai tidak menyadari akan kejadian yang tengah berlangsung di
ruang tengah sampai akhirnya dia berada sangat dekat…
Dina sedang duduk di sofa,
diantara Ahmad dan Johan. Saat Kiki berjalan mendekat, Dina sedang asik
bercumbu dengan Ahmad sedangkan Johan tak hentinya meraba tubuh dan pahanya.
Johan menelusuri sekujur tubuh Dina, tangannya meremasi payudara montok itu
sambil memberi ciuman pada leher Dina.
Kiki berdiri di sana seakan
binatang buruan yang terperangkap, menyaksikan Dina yang bergantian berciuman
dengan Ahmad lalu melumat bibir Johan.
Dany duduk di pojok lain ruang
tengah ini, dia terlihat sangat mabuk dan tersenyum seperti orang idiot. Dia
menoleh dan melihat Kiki, lalu berkata sambil menunjuk pada pangkuannya. “Ayo
ke sini saja. Pemandangannya lebih indah dari sini.”
Bergerak seperti bukan dengan
kehendaknya sendiri, Kiki duduk di ujung kursi di samping Dany. “Apa… yang
terjadi?” akhirnya dia bertanya.
“Well,” bisik Dany, sambil
bergerak mendekat, “ini berawal dari sebuah kontes: ‘who was a better kisser.’
Berawal dari situ, yah… bisa kulihat kalau Dina nggak keberatan dengan kedua
peserta itu.” Kiki diam saja membiarkan Dany menariknya ke pangkuannya, dan
segera saja dia rasakan ereksi pria ini menekan pantatnya dari balik gaunnya.
Kiki masih shock untuk bereaksi
dengan kejadian dihadapannya ini dan terlalu mabuk oleh Candu dan minuman yang
dikonsumsinya. Dia juga merasa sedikit marah pada Hendra, dan dia tak mampu
berpikir kenapa. Tangan Dany terasa nikmat saat melingkar di perutnya, dan Kiki
merebahkan tubuhnya bersandar pada Dany, sambil menyaksikan Dina yang menerima
ciuman dari kedua pria itu.
Dany merasa sangat excited
mendapati Kiki berada dalam pangkuannya. Dengan cepat lengannya melingkari
pinggang ramping itu, dan senyumnya semakin lebar saja ketika Kiki menyandarkan
tubuh padanya. Rambutnya terasa halus dan harum, dan parfumnya sungguh meracuni
benaknya yang pekat. Dany sangat menginginkan wanita ini melebihi apapun, dan
saat ini, jika dia dapat mengarahkan moment ini ke arah yang benar, dia yakin
akan bisa memenangkan hadiahnya.
Akhirnya Dina menghentikan
percumbuan itu dan mengipasi dirinya menggunakan tangan. “Wow! Tadi sangat hot.
Aku nggak bisa memutuskan siapa better kisser-nya. Aku rasa imbang.”
“Oh, nggak adil! Kiki, kamu yang
putuskan,” kata Dany, sambil meremas pinggang Kiki.
Kiki menggelengkan kepalanya
pelan. “Tidak, aku tidak bisa… ”
“Ya, aku rasa itu bukan ide yang
bagus,” jawab Johan. Bagaimanapun juga, ini adalah istri kakaknya. Dia tak
yakin bisa melakukannya dengan kakak iparnya sendiri. Itu adalah sisi
rasioanalnya yang bicara. Ketika dia memandangi tubuh Kiki, nafsunya berteriak
untuk melakukannya. Ayao lakukan saja!
“Oh, Johan, it’s just a kiss,”
kata Dany, dia menatap dengan Johan dengan pandangan penuh arti. Johan tahu
kalau Dany punya hasrat pada Kiki. Mereka semua mengincarnya. Hanya saja Dany
yang terus terang menunjukkannya. Dia tak peduli apa Kiki sudah menikah atau
bercerai atau jadi janda atau apa sajalah. Kalu dia sedang tertarik pada
seorang wanita, maka dia akan terus mengejarnya. Meskipun itu isteri temannya.
Tidak bisa mempercayai Dany begitu saja, tapi itu jugalah yang merupakan salah
satu daya tariknya.
“Ya…, hanya ciuman saja,” Kiki
berkata pada Johan, menengahi. Johan tak bisa mempercayai hal ini! Dia tahu
kalau Dany akan berkata begitu, tentu saja. Tapi Kiki?
Dina tertawa pelan dan bangkit
dari himpitan dua pria ini. “Sorry jadi melibatkan kamu, Ki. Aku benar-benar
nggak bisa memilih.”
Kiki juga tertawa, dia merasa tak
yakin dengan perbuatannya, tapi juga tak mau mempertanyakannya lagi. Dia duduk
diantara dua pria tampan ini dan menepuk kedua lutut mereka layaknya seorang
ibu yang menghibur puteranya. Ahmad, yang juga memendam hasrat pada wanita ini,
wanita yang sudah menikah ini, buah terlarang untuk dipetik. Cincin berlian
yang melingkari jari manisnya yang menandakan bahwa dia sudah dimiliki,
terlihat bersinar lebih terang. Tapi Kiki memang selalu terlihat menggairahkan.
Ahmad diam saja menunggu Kiki yang memulainya.
Kiki menghadap ke arah Johan,
lengannya bergerak melingkari leher adik iparnya ini. Dia tersenyum dan bilang,
“Santai saja,” sebelum pejamkan matanya dan mendekat. Johan merasa bibir kakak
iparnya ini terasa sangat lembut di bibirnya, hangat dan lembut. Sekilas, dia
membayangkan bagaimana rasanya jika bibir ini memagut penisnya. Bibir Kiki
membuka dan dia mulai menggerakkan lidahnya menggoda diantara ciuman mereka.
*****
Setelah sekitar dua atau tiga
menit berciuman, Kiki melepaskan diri, senyumnya terlihat jelas pancaran
terpuaskan di wajahnya lalu dia mencium ujung hidung Johan. Tanpa berkata
apapun dia berpaling ke arah Ahmad, tangannya segera mengalung di leher pria
ini, dan langsung melumat bibirnya. Pria keturunan timur tengah ini merasa
kalau sebuah ciuman yang indah adalah awal dari sebuah hubungan seksual. Dia
tak percaya anggapan ‘sebuah ciuman hanyalah sebuah ciuman’ karena dia tahu
betapa dahsyatnya kekuatan sebuah ciuman itu. Dia menggoda dengan bibirnya,
karena kalau dia bisa membuat wanita terkesan karenanya, Ahmad tahu kalau sang
wanita akan mengharapkannya agar dibuat terkesan diseluruh bagian tubuhnya. Dia
mencium isteri Hendra tak beda sedikitpun terhadap wanita lainnya, dan
dirasakannya kalau batang penisnya mengeras oleh gairah. Kiki juga adalah
seorang yang mahir berciuman. Dia suka bermain dengan bibir dan lidahnya,
menggerakkan kepalanya ke kanan dan ke kiri, menggoda dengan gerakan sensual.
Ahmad langsung menyambut tantangan ini.
Johan seorang kisser yang hebat,
Kiki harus mengakuinyat, tapi Ahmad jauh lebih hebat. Dia bermain dengannya
hanya menggunakan bibirnya saja untuk melumatnya, dan Kiki benar-benar merasa
jadi sangat basah hanya karena sebuah ciuman ini. Sama sekali tak ada tarian
lidah di sini. Ketika Kiki merasa merasakan tangan Ahmad berada di payudaranya
yang kencang, reflek dia mengerang di mulut pria ini, merasa mulai melayang
akan cumbuannya, dan Kiki sudah tak bisa menahannya lebih lama lagi. Dia harus
berhenti, dunianya terasa berputar.
Akhirnya Kiki menghentikan
ciumannya, nafasnya tersengal, dan wajahnya merona merah. “Itu sangat… hebat…
kelaian berdua hebat.”
“Mereka berdua sama hebatnya,
kan?”
Kiki mengangguk, tapi harus
diakuinya kalau Ahmadlah sang pemenangnya. “Maaf Johan, Tapi Ahmad…” Dia hanya
goyangkan kepalanya.
“Nah,” kata Dina, sambil berdiri.
“Ini semua… harus jadi seorang juri benar-benar membuatku… kepanasan. Setuju
kan, Kiki?” Kiki hanya mengangguk. “Ada yang mau gabung dengan aku dan Kiki
untuk renang?”
Tangan Dina terjulur ke arah Kiki
dan membantunya berdiri. Tanpa berkata-kata apapun lagi, kedua wanita itu mulai
berjalan keluar ke arah kolam renang. Ketika keduanya sudah berada diluar,
dalam dinginnya udara malam itu, Kiki berbisik, “Aku nggak bawa pakaian
renang.â€
“Pakai bra celana dalam saja,†jawab Dina.
“Aku nggak pakai bra juga.”
“Ngak apa-apa,” jawab Dina lagi.
“Aku juga nggak pakai kok.” Dina tersenyum pada Kiki yang tampak terkejut, tapi
langsung meraih ujung kaos katunnya dan kemudian melepaskannya dari tubuhnya.
Payudara besarnya membusung menantang pada dadanya seakan sebuah balon udara.
Gundukan dua buah daging yang terlihat indah di dadanya, dan putingnya menghias
mungil di kedua ujungnya, benar-benar alami tak seperti putting putting pada
payudara hasil silicon yang melebar karena operasi. Dina tertawa kesil melihat
mata Kiki yang tak lepas dari kedua payudaranya yang terpampang jelasitu.
“Bagaimana? Mau gabung denganku
tidak?” Tanya Dina, masih tetap tersenyum. Dia tahu para pria akan segera
bergabung dengan mereka. Momen ini terlalu saying untuk dilewatkan. Tapi untuk
sebuah alas an yang terasa liar dan menggoda, dia ingin wanita cantik yang
sudah menikah ini untuk bergabung dengannya dalam aksi ekshibisionisnya.
Johan melihat dari pintu yang
terbuka. Dina memiliki tubuh yang fantastis dan tubuh itu layaknya tubuh para
model majalah Playboy. Rambutnya yang panjang dicat kecoklatan. Tubuhnya adalah
fantasi dari semua pria dengan payudara besar, pinggang langsing dan pinggul
dengan lekuk merangsang. Paha jenjangnya merupakan satu kesatuan dari
menggodanya tiap lekukan tubuh itu. Kulitnya putih bersih dan Johan tahu bentuk
tubuh indah itu merupakan hasil kerja kerasnya dari olah tubuhnya di gym yang
hampir tiap hari itu. Singkat kata apa yang kamu lihat di majalah-majalah model
dan pria dewasa, itulah gambaran sosok Dina.
Tapi karena sebuah alasan yang
tak pernah dapat dijelaskan, Dina tak memiliki rasa percaya diri tinggi yang
biasanya dimiliki wanita dengan ‘killer-body’. Sebenarnya dia mampu dan
berotak cerdas, tapi dia tidak pernah mendapatkan pekerjaan selain sebagai
seorang sekretaris kantor biasa saja karena isu-isu yang beredar tentang
dirinya. Kadang Johan merasa khawatir dengan sahabatnya ini dan ingin merangkul
dan melindunginya, yang mana Dina memang tipe wanita yang menginginkan
diperlakukan sepeti itu. Tapi, isu-isu itu benar-benar membuat rasa percaya
diri Dina meredup dan hanya teman-teman dekatnya sajalah yang mengerti siapa
dia sebenarnya.
Dan saat ini, semua yang terjadi
malam ini membuat Dina punya keberanian dan rasa percaya diri untuk melucuti
pakaiannya sendiri di hadapan teman-teman prianya dan kakak ipar Johan,
memperlihatkan indahnya bentuk payudaranya. Reaksi Kiki seperti yang diharapkan
Dina, malu dan juga ingin ikut sedikit beraksi gila. Kiki menatap tajam mata
Dina seakan ini adalah sebuah tantangan.
Sejak pertama kali merka
berjumpa, Johan selalu merasa ada sisi lain yang liar dari kakak iparnya yang
selalu terlihat penuh percaya diri ini. Hendra selalu mengatakan padanya betapa
beruntungnya dia menikah dengan Kiki, tapi sebagai seorang saudara sekandung,
Johan merasakan ada sesuatu yang terpendam dan tak tersalurkan. Hendra adalah
seorang pria yang suka dengan tantangan dan bahaya sebelum dia menikah dan Kiki
kelihatannya tak bisa selaras dengan gaya hidup itu.
Menyaksikan kakak iparnya saat
ini saat tangannya bergerak ke belakang lehernya dan melepaskan tali pengait
gaunnya, Johan berkata dalam hati, “Inilah yang kamu inginkan kak, jika saja
aku bisa mengatakan padamu saat ini.”
Bentuk tubuh Kiki sangat beda
dengan Dina, dan saat kedua wanita itu berdiri berdampingan dihadapan mata para
pria itu, mereka benar-benar bisa melihat perbedaan itu. Kiki memiliki tubuh
yang lebih tinggi dan lebih langsing. Payudaranya lebih kecil tapi terlihat
sangat tepat ukurannya di tubuh bak penarinya itu. Lekuk tubuhnya juga sangat
tak bisa dipandang sebelah mata, lingkar pinggulnya lebih halus, pahanya juga
selalu terlihat menggoda dalam ukurannya sendiri. Saat dia melepas gaunnya
melewati pingangnya, memperlihatkan tali celana dalam putihnya, Johan
memperhatikan meskipun Kiki sedikit lebih kurus dibandingkan Dina, Kiki tetap
memiliki bentuk pantat yang menakjubkan, lebih kecil tapi masih tetap tepat
dalam ukuran tubuhnya itu
Dengan tersenyum Dina menurunkan
resleiting celana jeans selututnya dan melepaskannya turun dari pinggulnya.
Dibaliknya, dia mengenakan g-string berwarna biru yang sangat mini dan hanya
terlihat tak begitu bisa menutupi gundukan selangkangannya.
“Kalian mau gabung dengan kita?”
Tanya Kiki, sedikit menggoda para pria dengan mempperlihatkan putting merah
mudanya sekilas saja sebelum berbalik menghadap ke air dan kemudian terjun
menyelam, membelah air layaknya sebuah pisau tajam. Dina berjalan menghampiri
Johan, dia tersenyum dan menggandeng tangannya kemudian menarik Johan ke kolam
renang. Johan hanya mampu sebisanya untuk membuka baju dan celana panjangnya
sebelum tercebur ke dalam air.
Dany sangat gembira dengan ke
mana arah mengalirnya moment di malam ini. Bentuk tubuh Kiki memang seperti apa
yang selama ini diimpikannya. Tapi masih ada satu mistery yang ingin dia
ketahui, dan itu berada dibalik celana dalam putihnya Kiki.
Sebelum menuju ke kolam renang
untuk bergabung dengan Johan dan kedua wanita itu, dia mengambil kotak pendingin
dan mengisinya dengan botol-botl bir kemudian membawanya ke pinggir kolam
renang.
“Kamu nggak ikut gabung?”
tanyanya pada Ahmad sambil membuka sebuah botol.
“Nggak tahu. Aku rasa aku lebih
senang duduk di sini saja.”
Mata Dany terangkat. “Kenapa kamu?
Main sama dua orang wanita cantik di kolam, setengah telanjang lagi. Kenapa
juga kamu lebih memilih duduk di kursimu itu?”
“Anu, itulah masalahnya. Kamu
lihat Johan, kan? Dia pakai boxer dan aku lupa nggak pakai. Dan dengan dua
wanita cantik ada disini… ”
“Aku paham! Begini saja, kamu
jangan sampai keluar dari air saja. Itu pasti lebih baik. Ambil nafas, pikirkan
tabrakan kereta atau apalah sampai setidaknya kamu sudah tak terlalu tegang,
lalu langsung terjun ke air.”
Ahmad terlihat masih ragu, tapi
dia paham maksud Dany. He needed and looked away, into the darkened hills of
Portola Valley. Dany melepaskan kaosnya, memperlihatkan tubuh bagian atasnya
yang berotot. Dia mempunya bentuk tubuh yang paling baik dibandingkan para
sahabatnya. Setelah melupaskan celana jeans-nya, dia langsung terjun ke air,
berenang ke arah Kiki dan merabai sekujur tubuh halus Kiki.
Kelimanya berenang dan juga minum
dan mabuk lagi dan saling bercanda dalam air untuk beberapa jam kedepan. Dany
sangat terlihat menggoda Kiki dengan terang-terangan, dan yang mengejutkan
semuanya, termasuk Kiki juga, isteri Hendra tak keberatan sama sekali dengan
tingkah laku Dany. Pada sebuah kesempatan, Kiki berenang ke tepian kolam untuk
meminum lagi birnya, Dany sudah berada tepat dibelakangnya. Dan saat Kiki
membalikkan tubuhnya, Dany menekan tubuhnya ke pinggiran kolam, mendorongkan
tubuhnya sangat dekat pada tubuh Kiki.
Pria ini punya tubuh yang bagus,
pikir Kiki, lalu menyumpahi dirinya sendiri karena memikirkan hal itu. Pria ini
adalah seorang pembual, orang brengsek yang sangat percaya diri. Tapi ada
sesuatu dari pria ini yang dirasakannya… sangat menarik dan tak dapat
dicegahnya.
“Kamu sudah memberi ciuman pada
Johan dan Ahmad. Bagaimana dengan ciumanku?” tanya Dany. Kiki merasakan tangan
pria ini berada di pinggangnya, membuatnya semakin merapat ke tubuh Dani. Dia
sudah sangat keras… Kiki bisa merasakannya saat ereksinya menekan bagian
bawah perutnya.
“Kamu juga ingin?” Kiki nggak
tahu, apakah ini pengaruh dari alcohol ataukah dua bulannya yang tak terjamah,
tapi dia meneruskan, “Baiklah, biar adil.”
Dan kemudian kedua mulut mereka
menyatu dalam sebuah ciuman yang sangat panas.
Johan menyaksikan dari ujung lain
kolam renang saat keduanya saling bercumbu layaknya sepasang remaja kasmaran.
Dia sadar kalau seharusnya dia menghentikan kejadian ini sebelum semuanya jadi
terlalu jauh. Bagaimanapun juga wanita itu adalah isteri kakaknya! Tapi sisi
lain dirinya mulai terangsang, saat membayangkn apa yang bisa didapatkannya
dari kakak iparnya yang manis dan penuh rasa percaya diri itu.
Akhirnya dia putuskan untuk
membiarkan saja moment ini mengalir sewajarnya…
Dina sedang sibuk sendiri
menggoda Ahmad. Batang penisnya yang setengah ereksi tak luput dari pengawasan
matanya saat pria ini menceburkan diri ke dalam air, dan saat dia menerka
berapa ukurannya, dia jadi semakin penasaran untuk mengetahui berapakah
ukurannya saat dalam keadaan ereksi penuh. Diluar semua kejadian spesial dengan
para sahabat prianya, sebenarnya tak begitu banyak pria lain yang pernah tidur
dengannya… bagaimanapun juga tidaklah sebanyak isu-isu yang beredar di
luaran… dan sebenarnya dia belum pernah merasakan batang penis yang sangat
besar. Dan Ahmad mungkin akan memberinya pengalaman itu.
Kiki akhirnya mulai merasa
terangsang di akhir sesi berenang mereka. Dia tahu kalau dia sedikit mabuk,
mungkin juga masih dalam pengaruh Candu dan tak merasakan ‘rasa sakit’. Dan
dia sadar kalau beberapa kejadian yang sudah dilakukannya itu tidak semestinya
dia lakukan, tapi rabaan dan elusan pada tubuhnya yang nakal sungguh memberinya
sebuah getaran yang nyata.
Saat dia keluar dari air, dia
tahu kalau mata Dany tak pernah lepas sedetikpun dari bongkahan pantatnya
dimana secarik kain satin yang kecil itu menghilang, dan hatinya terasa
menari-nari saat mengetahuinya.
Tak lama berselang Dany
menyusulnya, Tubuh basah kekarnya tampak berkilauan ketika tersapu cahaya
lampu, dan Kiki sadar kalau putingnya yang semakin keras mencuat bukanlah
disebabkan oleh dinginnya udara malam.
“Kami lupa handuknya,” Kiki
tersadar, memandang sekelilingnyashe realized, looking around.
“Nggak direncanakan ya?” Dany
tertawa. “Ayo, kutunjukkan tempat handuknya.” Apakah ada yang lebih baik dari
tawaran ini, piker Kiki. Hatinya berdebar membayangkan apa yang akan terjadi
menunggunya. Haruskah dia pergi?
“Kamu yang depan,” kata Kiki
apada akhirnya. Wajahnya terasa panas, dan dia tidak menoleh ke belakang untuk
melihat reaksi dari yang lainnya.
****
Johan menatap Kiki dan Dany yang
menghilang ke dalam rumah. Kepalanya terasa mati rasa karena kebanyakan minum
dan ganja. Kembali dia merasa kalau dia harus menghentikan apa yang akan
terjadi, tapi dia tak mampu. Kiki memang terlalu merangsang dengan pakaian
renangnya itu…
Dany membimbing Kiki ke dalam
rumah yang besar itu, menaiki tangga lalu masuk ke dalam ruangan yang gelap.
led Kiki through the large house, up some stairs, and into a darkened room. Kiki
sudah merasa menggigil kedinginan, lengannya terasa merinding, lengannya
menyilang rapat di depan payudaranya memeluk tubuhnya.
“Aku rasa handuknya ada di sini,”
kata Dany, sambil menyalakan lampu. Mereka berada dalam sebuah kamar tidur.
Kamar tidur tamu yang tertata dengan rapi.
Dany melangkah mendekati sebuah
almari, membukanya dan menyodorkan pada Kiki sebuah handuk halus berwarna
putih, kemudian mengambil satu untuk dirinya sendiri.
Setelah tubuh mereka kering, Kiki
mengambil tiga buah handuk lagi dari dalam almari untuk yang lainnya. Ketika
dia berbalik, Dany sudah berdiri tepat di belakangnya, seperti saat di kolam
renang, hanya saja kali ini, situasinya terasa lebih serius. Dany berkata
pelan, “Kita nggak perlu tergesa-gesa.”
Dibelainya rambut Kiki yang basah
di belakang telinganya sambil tersenyum
“Apa yang sedang kamu pikirkan?”
tanya Kiki, memberikan sebuah senyuman yang keduanya tahu akan arti senyuman
itu dan melangkah semakin mendekati Dany.
“Aku rasa kamu tahu,” katanya,
bibirnya semakin dekat.
“Oh ya?” jawab Kiki, sambil
menyentuh bibir Dany dengan bibirnya perlahan.
“Ya,” jawab Dany.
Kebimbangan tersebut hanya
sebentar, dan bibir mereka kembali menyatu.
Mereka saling berciuman, dan
tangan Dany menarik lepas handuk yang membungkus tubuh Kiki, menjatuhkannya ke
lantai. Kiki tersentak akan udara dingin yang menyengat tubuhnya yang hampir
telanjang, menyadari betapa terlarangnya hal ini, tapi menginginkannya dengan
amat sangat.
Masih tetap dalam perasaan yang
seperti mimpi di sepanjang malam ini, Kiki membiarkan dirinya dibawa Dany ke
atas ranjang, kemudian Dany menyuruhnya agar rebah dan rileks. Dany membungkus
bibir Kiki dengan bibirnya lagi, tangannya bergerak menelusuri sekujur tubuh
mungl Kiki. Ciumannya berjalan turun menelusuri sepanjang leher Kiki, bahunya,
payudara hingga putingnya.
“Ohhhhh!” Kiki mendesah,
mendorongkan dadanya ke mulut Dany. Lidah Dany membuat lingkaran di sekitar
putingnya, mengirimkan riak kenikmatan ke pusat indera seksualnya. “Ohhhhh,
Dannnn…” kembali Kiki mendesah. Dany berganti dari payudara satu ke satunya
lagi, memberi perhatian yang sama pada kedua daging sekal ini sebelum
melanjutkan perjalanannya ke arah tujuannya yang pasti.
Kiki sadar kalau dia seharusnya
menghentikan Dany. Dia sadar kalau permainan kecil ini sudah terlampau jauh.
Permainan ini memang menyenangkan, tapi dia sudah menikah. Dia sudah memiliki
seorang suami yang… yang berada sangat jauh saat ini.
Dany menyapu celana dalam Kiki
dengan lidahnya, tepat di atas bibir vaginanya. Dany tahu kalau Kiki sudah jadi
miliknya sekarang dan dia memutuskan untuk sedikit menggodanya. Dany akan
menikmati ini. Dapat dirasakannya bibir vagina Kiki dengan lidahnya, dan aroma
birahi Kiki segera menyergapnya. Dua jari Dany menyelinap dibalik celana dalam
Kiki, hanya di daerah tepiannya saja, bergerak turun pada selangkangan Kiki
yang sudah basah. “Ohhh, jangan terus menggodaku, Dany!” rintih Kiki. Dany
mendongak ke atas dan melihat wajah Kiki yang merona dan dengan mata terpejam,
sebelah tangannya sedang menjambak rambutnya sendiri.
Dany menyibak celana dalam itu ke
samping, ditatapnya penutup terakhir di tubuh wanita seksi dan sudah menikah
ini. Dany merasa terkejut sekaligus senang akan aroma manis dari vagina Kiki
yang terawat dengan baik. Bibir yang terus berdenyut lembut itu tercukur
bersih, dan hanya membiarkan sedikit rambut berbentuk segitiga tercukur rapi
tepat di atas celahnya. Dany menjilat sepanjang bibir vagina yang masih tertutup
itu, yang mengakibatkan wanita di atas tubuhnya bernafas dengan berat.
Dijilatnya sekali lagi sebelum akhirnya merenggut lepas celana dalam itu.
Dany selalu terkesan betapa
setiap vagina itu punya perbedaan masing-masing. Labia Kiki kecil dan gemuk,
bibirnya menutup rapat sekan malu-malu, tidak seperti kebanyakan perempuan yang
merekah terbuka saat merekea sedang terangsang. Kepala Dany terkubur menghilang
di antara paha Kiki dan dia membelah bibir vagina yang masih merapat itu dengan
lidahnya, membuat Kiki semakin terbang tinggi menuju surga. Dany terus menggoda
Kiki. Dany adalah ahlinya dalam hal oral seks, dengan lidah, bibir dan jarinya
untuk menyalakan api jauh di dalam jiwa Kiki. Kiki sangat membutuhkan
pelepasan, tapi setiap kali otot perutnya mulai mengejang, Dany memperlambat
aksinya yang membuat ledakan itu mereda kembali. “Ohhh, hentikan! OHHHH!”
protes Kiki, tapi dia benar-benar berada di bawah kendali Dany.
Hendra jarang memberinya oral
seks, dan jikalaupun dia melakukannya, sungguh sangat berbeda dengan ini.
Sungguh lain dengan yang diberikan pria yang bukan suaminya ini. Apa yang
dilakukan Dany padanya membuat Kiki saekan berada di tepi batas pertahanannya dan
itu sangat merenggut seluruh rasa di jiwanya. Sekujur tubuhnya bergetar dan
rahangya terasa pegal menahan beban rasa ini. Ketika gelombang kenikmatan itu
terbangun sekali lagi, dia tidak akan membiarkan pria ini mempermainkannya
lagi. Dijambaknya rambut Dany dan menyentakkannya ke arah selangkangannya,
mencekik Dany dengan vaginanya dan paha Kiki melingkar erat di belakang kepala
Dany. “Uh, UHH! OHH, YAA! YES! YES!! UH!! HAMPIR! YES, OHHHHHHHHHH!!!”
Dany tak mampu berbuat apa-apa.
Dia tetap mengoral Kiki dengan lidahnya hingga orgasma atau tercekik kalau
melawan. Kiki menggelinjang hebat begitu orgasme diraihnya. “UHHHHHHHHH
NGHHGHHHHHHH!!!! OOOHHHHHHHHHH!!!” Dia menghentak liar ke wajah Dany, dan Dany
hanya bias diam saja tak menghindar, lidahnya terus mengaduk dalam vagina Kiki,
bibir atasnya menggetar di kelentit Kiki. “Ohhhhhh…” Gelombang itu mereda, Kiki
mulai tenang, matanya terpejam selama beberapa saat membiarkan dirinya
terhempas ke dalam samudera orgasmenya yang luar biasa.
Dany merangkak naik ke sebelah
tubuh Kiki dan memberinya sebuah kecupan di bibirnya. Kiki sedikit terkejut
begitu merasakan cairan vaginanya sendiri yang ada di bibir, dagu dan lidah
Dany. Belum pernah dia merasakan dirinya sendiri. Dia tidak pernah mengijinkan
Hendra menciumnya setelah memberinya oral seks. Tidak mengijinkannya sebelum
suaminya menggosok giginya terlebih dulu. Rasanya… sungguh berbeda.
Saat bibir mereka saling melumat,
tangan Kiki merayap turun menuju celana dalam Dany. Dapat dirasakannya bagian
itu berkedut hidup. Jujur saja ini lebih besar dari milik Hendra dan lebih
keras juga. Kiki memijitnya dengan bernafsu dan segera saja dia menyadari kalau
dirinya membutuhkan kejantanan ini. Didorongnya Dany hingga rebah dan
dikeluarkannya batang penis Dany. Mulut Kiki segera menyergap batang keras
kenyal ini, dihisapnya dari bagian samping, jemari Kiki mengocok dengan cepat
disertai dengan cengkraman tangna yang keras, dan Kiki tahu kalau Dany menyukai
aksinya ini.
Saat Dany sudah hampir keluar,
Kiki berhenti, mulutnya melepaskan hisapannya dari batang penis ini, dan segera
bergerak mengangkangi tubuh Dany. “Astaga, oh Dany, aku nggak tahu apa yang
merasukiku, tapi aku sangat menginginkan penismu sekarang juga.” Bibir vagina
Kiki berada tepat di atas kepala penis Dany, digesekkannya kepala penis itu di
sepanjang garis bibir vaginanya yang sudah dangat licin. “Aku ingin penis kamu
dalam vagina milik suamiku ini, Dany. Apa kamu tidak ingin menyetubuhi wanita
yang sudah menikah ini Dany? Aku ingin kamu mengeluarkan spermamu yang hangat
jauh di dalam vaginaku sekarang. Vagina seorang istri pria lain ini” Kiki hanya
bicara kotor saat benar-benar sedang sangat-sangat terangsang. Dan ini biasanya
terjadi saat Hendra pulang dari perjalanan luar kotanya, tidak saat Hendra MASIH
berada di luar kota… Tidak pernah dengan pria lain, Tapi persetan, Kiki sudah
tak peduli lagi. Dan sama sekali tidak ambil pusing lagi saat kepala penis yang
gemuk ini mulai mendorok masuk menyeruak dalam kelopak bunga dari vaginanya.
Tidak saat batang ereksi Dany membelah bibirnya dan mengisinya dinding lembut
vaginanya dengan sesak
“Ohhhhh,” erang Kiki begitu
tubuhnya mulai bergerak turun ke tubuh Dany di bawahnya. “Oh, sayangku, rasanya
saaaangat nikmat…”
Dany tak bias mempercayai betapa
mencengangkannya pengalamannya kali ini. Dia sudah pernah tidur dengan beberapa
wanita yang sudah menikah sebelumnya. Dalam pengalamannya, pertama kali sulit
untuk menembus pertahanan mereka, tapi berikutnya kalu sudah takluk, mereka
akan sangat liar di ranjang. Tapi Kiki lain, dia tidak menunjukkan tanda-tanda
penolakan untuk sampai di titik ini, dan sekarang, dia seperti benar-benar
terbakar birahinya. Tubuhnya bergerak naik turun pada batang penisnya,
tangannya di rambutnya sendiri, tubuhnya dengan punggung melengkung tengadah ke
belakang. Dany dapat melihat tulang rusuk Kiki dengan posisi tubuhnya sekarang
ini. Payudara sekalnya terguncang menantang di dadanya, berkilat oleh
keringatnya.
“Uh, uh, oh, OH!” Jika saja ada
seseorang di lantai dua rumah Johan ini, orang itu pasti akan mendengar sura
Kiki. Dia mendesah, mengerang, tersengal, menggeram bahkan kadang menjerit
pelan. Kiki bersetubuh dengan berisik, tapi itu malah semakin membuat Dany
terbakar birahinya. Sudah sangat lama Dany ingin meniduri wanita bersuami ini.
Dan sekarang ini, itu sudah tercapai dan dia tidak akan menyia-nyiakan
kesempatan ini. Dia tidak pernah mau jika affairnya dengan seorang wanita
bersuami berkelanjutan. Terlalu rumit, tapi begitu dia merasakan sinding vagina
Kiki yang cantik dan rapat ini menggesek batang penisnya turun naik, dia
memberikan pengecualian untuk kasus ini.
“Oh, keluarkan untukku! Oh, Dany,
keluarkan dalam vaginaku! Aku ingin merasakannya–ohhhh! Fuck me, fuck! Fuck!
Yes! OHHHH!” Pertahanan Kiki jebol terlebih dulu, dia keluar dan Dany
membiarkan semua reaksi tubuh Kiki, dibiarkannya Kiki mengocok pelan naik turun
batang pennisnya dengan dinding vaginanya yang terasa licin. Dany tahu kalau
dia tidak bias bertahan terus, tapi dia terus berkonsentrasi untuk memberikan
persetubuhan yag terhebat untuk wanita bersuami ini dan terlebih lagi bagi
dirinya sendiri.
“Ohh, Dan… jangan…
mempermainkanku terus! Hentikan dan… cepat keluarkan!” Kata-kata Kiki
tercekat oleh nafasnya yang terhenti sesaat. Kiki kembali berada di tepi orgasmenya
ketika Dany batang penis Dany mulai berkedut hebat.
“Ohhh!!! ARGHHH!!” teriak Dany.
Dany belum pernah berteriak sekeras ini saat bersetubuh. Tapi sekarang ini dia
melakukannya, Gerungan, dan erangan layaknya binatang liar keluar dari
mulutnya. Dan wanita cantik di atas tubuhnya ini terus menggoyang tubuhnya
seakan menandakan penaklukannya atas burannya ini. Dany sekan mengenakan sebuah
helm virtual dikepalanya, dia menyaksikan Kiki menari telanjang di atas salju
di hadapannya. Dia merasakan gairah peperangan, gairah kemenangan, gairah
penaklukan. Dan kemudan dia mengosongkan kantung spermanya ke dalam rahim
terlarang Kiki, menyemburkan sebanyak-banyaknya sperma panasnya ke dalam rahim
istri pria lain yang sangat terpuaskan.. “AAAARRRRGHHHHHHH!! AH! AHHHH!!!” Dany
tak mampu mengontrol dirinya.
Kiki juga tak dapat menghentikan
dirinya. Dia tetap memompa, meskipun ketika batang penis Dany tengah
menyemburkan spermanya dengan hebatnya ke dalam rahimnya. Kiki menghentak turun
pinggulnya ke arah Dany, semakin keras dan bertambah keras saja, otot vaginanya
meremas dan memerah setiap tetes intisari dari Dany. Kiki merasakan semburan
hangat itu menghantamnya dan dia tak mampu menahan pertahanannya lagi.
“OOHHHHHHHHH YEAHHHHHHHH!!!
YES–YESSSSSSS!!!”
Kiki merasa setengah sadar dibuai
orgasmenya yang sangat intens. Tubuhnya rebah terkulai di atas dada indah Dany,
batangnya yang sudah menyusut masih terbenam sebagian dalam vagina Kiki. Kiki
dapat merasakan sperma Dany yang hangat meleleh keluar diantara jepitan selangkangan
mereka. She felt light headed from the intensity of her orgasm. She was laying
on Dany’s beautiful chest, his shrinking member still half buried in her cunt.
She could feel his warm jism leak out from between them. Hal ini membuatnya
pusing, memikirkan apa yang sudah mereka perbuat. Hal ini sangat terlarang.
Sangat salah tapi juga sangat menyenangkan.
Kiki memberi sebuah ciuman ringan
di bibir Dany dan berkata “Aku rasa lebih baik kita segera bawa handuk handuk
ini untuk yang lainnya.”
Kiki mengangkat pinggulnya
mengeluarkan batang penis Dany dan keduanya mendesah begitu batang itu tercabut
keluar. “Aku mau mandi dulu,” kata Kiki dengan tersenyum sambil melangkah ke
arah kamar mandi. Dia merasa begitu nakal saat dirasakan vaginanya yang penuh
sperma menimbulkan jejak putih menurun di pahanya, dia sangat menyukainya.
*****
Dany dan Kiki turun untuk
berkumpul kembali dengan yang lain setelah menghilang kurang lebih setengah
jam. Sebuah handuk membungkus tubuh Kiki, melilit hingga atas belahan dadanya.
Dia menemukan sebuh penjepit rambut di kamar mandi dan menguncir rambutnya ke
belakang. Saat menuruni anak tangga yang menuju ke ruang tengah, dia merasa
bagaikan seorang putri, dan ini bukan hanya karena ‘pakaian’ yang
dikenakannya. Pada sofa di bawahnya, sekali lagi, terpampang adegan yang
membuat vaginanya basah kembali.
Si keturunan timur tengah yang
berkulit gelap itu duduk dengan posisi kedua kaki terpentang lebar, telanjang
seutuhnya dan memperlihatkan ereksi yang sungguh mendebarkan hati. Dina berada
di lantai di antara pahanya, sedang sibuk menjilati batang ereksi luar biasa
itu. Dia masih tetap memakai g-string biru kecilnya, tapi jemarinya terlihat
jelas sedang sibuk juga di balik kain sutera tipis itu.
Duduk di kursi yang bersebelahan
dengan sofa itu, Johan, yang celana renangnya sudah turun hingga lututnya dan
sedang sibuk mengocok batang penisnya sambil melihat adegan di hadapannya. Kiki
terpaku di tangga sampai Dany menarik tangannya dan menuntunnya turun.
Johan segera beranjak mengambil
handuk saat Dany dan Kiki menghampiri mereka. Dia menawarkan minuman pada
mereka, dan tentu saja kedua temannya menyambutnya dengan suka cita. Saat dia
kembali dengan membawa vodka tonic, dia mendapati Dina sudah duduk diatas
pangkuan Ahmad, menciumnya sebentar dan memintanya untuk memperlihatkan
kejantanannya.
“Belum pernah kulihat yang
sebesar ini. Aku hanya… hanya ingin melihatnya.” Dina mengerjapkan matanya
dengan mimik yang polos yang melumerkan hati Ahmad. Bagaimana mungkin dia menolaknya?
Kemudian yang dia tahu, dia
merasakan batang penisnya yang gemuk dan panjang sudah berada di dalam mulutnya
dan Dina sedang menghisapnya menuju surga. Betapapun dia mencoba sebisanya,
Dina tak mampu menampung batang kejantanan itu masuk seluruhnya ke dalam
mulutnya. Ini terlalu besar dan panjang. Jadi kemudian dia mengeluarkannya,
mengangkat tubuhnya sedikit hingga batang penis itu berada di antara belahan
payudaranya yang sekal, lalu tersenyum manja padanya. “Pernah melakukannya?”
tanyanya, sekali lagi dengan ekspresi kekanak-kanakan.
“Hah?” tanyanya, tak mengira ini
akan terjadi.
“Seperti ini,” Dina tersenyum
dengan nakal, tangannya berada di kedua sisi payudaranya dan menekannya
bersamaan, menjepit batang itu diantara kedua bongkahan daging kenyal itu.
Lidah Dina membantu melicinkan gerakannya, dan dia mulai menggesekkan
payudaranya pada batang penis itu.
“Ohhh,” rekasi Ahmad, kedua bola
matanya melotot terpana menyaksikan apa yang dilakukan wanita ini padanya.
Ahmad cukup berpengalaman, sudah banyak wanita yang tidur dengannya, tapi seks
selalu terjadi setelah rangkaian kencan yang mesra. Dia selalu punya hasrat
terpendam terhadap Dina dan selalu menghayalkannya, tapi belum pernah sekalipun
hal seperti ini ada dalam fantasinya. Ketika kepala penis Ahmad muncul dari
jepitan payudaranya, Dina menyambutnya dengan jilatan lidahnya, sekali, dan
kembali melenyapkannya ke dalam hangatnya buah dadanya. Kepala Ahmad terhentak
ke belakang dan menggeram.
Kiki tak sanggup mempercayai apa
yang disaksikannya. Dany membimbingnya menuju ke kursi di seberang Dina dan
Ahmad, dia merasa pipinya memerah saat menyaksikan wanita ini memanjakan
pasangannya menggunakan buah dadanya sendiri. Ini seperti sebuah film porno
yang sering dia dengar. Ini membuatnya semakin terangsang. Dia rebahkan
tubuhnya bersandar pada Dany. Kiki tak mampu menahannya lagi. Dia mencium bibir
Dany dengan rakus sambil tangannya bergerak meraih penisnya yang mengeras, dan
Kiki mengocoknya agar semakin bertambah keras.
Johan harus memejamkan matanya
untuk meredam ledakan orgasmenya saat menyaksikan Dina yang menjepit penis
Ahmad di antara payudaranya, dan kemudian melihat Kiki dan Dany yang juga
memulai adegannya sendiri. Ketika dia membuka matanya, Kiki sudah duduk diatas
pangkuan Dany, dengan punggung yang menghadap ke arah Dany dan kedua tangan
Dany meremas payudaranya. Tubuh keduanya kembali menyatu dan mulai bersetubuh
lagi. Kiki terlihat sangat menawan saat sedang dibakar gairah. Jauh lebih
cantik dari biasanya, termasuk di saat hari pernikahannya. Rambut sebahunya,
terkuncir ke belakang, terlihat kusut dan basah. Sebagian menempel lekat pada
dahi dan pipinya. Matanya setengah terbuka, giginya saling beradu keras dalam
erangannya yang rendah, pelan dan berat. Dia mengayun berlawanan mengiringi
hentakan Dany, dengan keras, layaknya seorang wanita yang sudah sangat lama
tidak mendapatkan sentuhan pria.
“Oh, YA!” Ahmad berteriak, saat
spermanya menyembur. Dengan cepat Dina menangkapnya dengan mulut, membiarkan
hanya sebuah gumpalan sperma yang lolos menghantam dagunya. Dia sangat menyukai
rasa dari sperma pria, dan pria ini tak terkecuali.
“Aku ingin keluar dalam mulut
kamu,” bisik Dany di telinga Kiki. “Aku ingin merasakan bibirmu mengulum
penisku saat kamu membuatku orgasme untuk yang kedua kali malam ini.” Kata-kata
nakalnya membuat Kiki merasa jengah bercampur dengan birahinya yang semakin
tinggi karenanya.
Kiki mengeluarkan penis Dany dari
dalam vaginanya, lalu memutar tubuhnya di antara paha Dany, dan memasukkan
penis Dany yang basah oleh cairan madunya sendiri ke dalam mulutnya. Dia
merasakan cairan madunya sendiri untuk yang kedua kalinya. Kali ini rasa itu
membatnya bergairah. Hal ini sangatlah keliru! Benaknya menjerit dan lidahnya
menjulur membasahi lidahnya dengan penuh rasa nikmat. Dia gunakan cairan
vaginanya sendiri sebagai pelican, tangan kanannya mengocok seiring dengan kuluman
bibirnya, sedang tangan kirinya dengan mesra menggenggam buah zakar Dany.
Johan tak mempercayai semua yang
tengah terjadi. Tak lama berselang adegan oral, adegan berikutnya langsung
menyusul. Kiki tak membutuhkan waktu lama mengoral. Dany sudah berada di garis
ketahanannya saat dia rasakan kepala penisnya menyentuh tenggorokan Kiki dan
mulai masuk. “Ohhhh, fuck, baby! YEAAHH!”
Dina mengorek sperma yang lepas
dari tangkapannya tadi dan menghisapnya habis dari ujung jemarinya, sambil
melirik nakal ke arah Johan. Pria muda ini terlihat sangat manis, duduk di sana
dengan penis dalam genggaman tangannya, bingung menentukan adegan mana yang
harus disaksikannya. Terasa sudah cukup lama sejak terakhir kali Dina melihat
penisnya yang indah. Bagi Dina, itu adalah ukuran yang paling tepat untuknya,
dan setiap kali dia bercinta dengan Johan itu adalah persetubuhan terbaik yang
pernah didapatkannya.
Johan melihat wanita berambut
ikal panjang sampai punggung ini berdiri dan berjalan ke arahnya. Dina
membetulkan g-string biru kecil yang melingkari pinggulnya dan Johan seketika
membayangkan apakah wanita ini masih mencukur bersih vaginanya. Dina
menghampirinya, duduk di sebelah kirinya dan dapat dirasakannya sesuatu yang
berbeda yang akan segera dia ketahui.
Perasaan Johan campur aduk saat
menyaksikan Dina memuaskan Ahmad. Di satu sisi, dia merasa cemburu.
Bagaimanapun juga Dina bukanlah miliknya dan dia tidak berhak merasa cemburu.
Di sisi lainnya, dia merasakan ini sangat merangsang birahinya ketika
menyaksikan Dina memuaskan sahabatnya.
Johan tergetar akan keberadaan
Dina yang merapat. Dapat dia rasakan kehangatan dari tubuh Dina yang hampir
telanjang di dekatnya. “Kamu terabaikan,” kata Dina dengan suara jalang dan
dalam. Tangannya menggenggam ereksi Johan, tepat di atas tangan Johan berada.
“Kedua temanmu sudah bersenang-senang. Sekarang giliran tuan rumah.”
Diturunkannya boxerg Johan dari
kakinya hingga batas lutut. Sebelum Dina mulai mengulum penis Johan dengan
mulutnya, entah kenapa, dia menoleh pada istri kakaknya Johan dan berkata, “Mau
bantu?” dengan suaranya yang termanis.
Kiki, yang sedang menatap penis
Johan, melirik ke mata Johan, lalu kearah Dina, kembali lagi ke Johan, dan
mengedip. “Dengan senang hati.”
Tubuh telanjang Kiki mendekati
Dina dan Johan. Birahi Johan semakin terbakar melihat selangkangan isteri
kakanya yang dihiasi rambut kemaluan yang tercukur rapi mengecil ke bawah. Dia
tak mengira kakak iparnya ini sebagai tipe wanita seperti ini. Dan lagi, dia
tak pernah menyangka kakak iparnya adalah tipe wanita yang mau bersama dengan
wanita lain memberikan oral seks padanya.
Kedua wanita ini saling
bergantian memanjakan penisnya. Saat yang satu mengulum batangnya, yang satunya
lagi menjilati buah zakarnya. Kemudian, bagaikan kedua pikirannya saling terhubung,
mereka bergantian posisi hampir tanpa jeda. Tehnik keduanya sangat berbeda,
tapi ini jadi terasa menakjubkan. Bibir Kiki menciptakan jepitan cincin yang
kencang melingkari batang penis Johan, sedangkan Dina menggunakan lidahnya
untuk memberi kepuasan yang maksimal bagi Johan. Yang paling menggairahkan
adalah menyaksikan tangan Dina membelai wanita berambut sebahu ini. Sejauh yang
dia tahu, Dina belum pernah melakukan dengan wanita lain. Tapi kemudian, bukan
berarti hal ini sama sekali mustahil.
Johan sadar orgasmenya sudah
dekat, dan kelihatannya Dina juga tahu akan hal itu. Dilepasnya batang penis
Johan dari kuluman mulutnya, dan mencegah Kiki yang ingin ganti mengulum. Dia
berbisik pada Kiki, “Maafkan aku, tapi aku benar benar ingin segera disetubuhi.”
Tanpa berpikir panjang apa reaksinya, Dina mencium dengan lembut bibir wanita
di hadapannya ini dan berdiri. Jemarinya bergerak ke tali pengikat g-stringnya,
dengan perlahan diturunkannya, membuat dirinya telanjang tak beda dengan semua
yang berada dalam ruangan ini.
Johan sangat terkejut saat
melihat ciuman singkat yang dilakukan oleh kedua wanita cantik ini dan
membuatnya tak merespon langsung akan kecantikan dari wanita yang telanjang
seutuhnya di hadapannya. Kulit putihnya terlihat indah dan Johan merasa senang
melihat Dina tak mencukur habis rambut kemaluannya. Dia masih menyisakan
segaris tebal rambut di atas bibir vaginanya yang tebal. Rambut itu terlihat
sangat pendek seakan baru saja tumbuh, dan vulva yang membuka karena gairahnya
dan seakan mengisyaratkan sudah benar-benar siap. Dina menaiki pangkuannya,
menggosokkan payudaranya ke wajah Johan, dan mulai menurunkan pinggulnya pada
batang terbaik yang pernah dia setubuhi. Tak ada halangan di pintu masuk, dan
segera saja, bibir vaginanya yang sensitif bertemu dengan rambut ikal dari
kemaluan Johan.
Kiki memandang penis Johan
memasuki vagina Dina dan sebuah getaran melandanya. Belum pernah dia
menyaksikan pasangan lain melakukan hubungan seks di hadapannya, tidak sedekat
ini! Ini sangat membakar gairahnya.
Kiki menyapukan pandangnya ke
sekitar. Dany sudah nggak ada, tapi Ahmad masih duduk di situ, sendirian di
tengah sofa, memegangi batang penis terbesar yang pernah dilihat dalam hidupnya
dengan tangannya. Ekspresinya seperti layaknya seorang anak kecil yang menatap
mainan di balik kaca toko. Dia tak tahu mana yang harus di lihat, terlalu
banyak pemandangan untuk direkam ingatannya. Kiki tertawa melihatnya, merasakan
betapa naturalnya semua ini terjadi.
Dia merangkak ke arah sofa dan
meringkuk di sebelah Ahmad. “Apa yang kamu pikirkan?” bisiknya di telinga pria
ini.
Ahmad memikirkan sesuatu, tapi
tak mampu mengucapkannya. Dia pandangi wanita cantik di sebelahnya ini, tak
pernah sekalipun dalam hidupnya akan bisa melihat wanita seperti ini telanjang.
Dia sangat cantik, sagat cerdas, terlalu berkelas baginya. Tapi disinilah dia
berada sekarang, duduk dengan kaki melipat di bawahnya, payudaranya menekan
erat lengannya dan tangannya yang mengelus kejantanannya.
“Aku berpikir, apa yang sudah
kulakukan hingga aku bisa menerima ini?’”
Kiki tertawa pelan. “Kamu sudah
memenangkan kontes ciuman,” jawabnya, dan perlahan mengangkat kepalanya,
mendekatkan bibirnya pada pria muda ini. Mereka saling berciuman dengan mesra
dan penuh gairah, membuat Kiki semakin bergairah dan terangsang. Sebuah ciuman
selalu membuatnya terangsang, tapi belum pernah dia seterangsang ini hanya
dengan sebuah ciuman sederhana saja.
“Ohhh,” dia melenguh, merasakan
jemari pria ini menelusuri bagian dalam pahanya, hingga pada belahan vaginanya.
Dia hentikan ciuman ini untuk melepaskan erangannya, lalu dengan lapar kembali
melumat bibir Ahmad. Nggak lagi ciuman singkat, dia membutuhkan ciuman yang
lebih dalam seiring jari Ahmad yang mulai memasuki vaginanya yang basah.
Kiki menjauh darinya dengan cepat,
menatap matanya yang tajam. Mata itu penuh dengan hasrat dan birahi, dan
tiba-tiba dia merasakan punya kekuatan yang besar. Dia yang mengendalikan di
sini, seperti halnya Dina. Kembali dia merapatkan bibirnya, dia merebahkan
tubuhnya kebelakang dan menarik Ahmad ke atasnya. Dengan sebelah kakinya
menekuk dan sebelahnya bersandar pada sandaran sofa, dia benar-benar terbuka
dan siap menyambutnya untuk menggantikan jari dengan batang penisnya yang
seperti milik bintang film porno itu.
Kiki membimbing batang penis
besar itu ke arah vaginanya, membelah bibir vaginanya yang hangat. “Uhhhh!”
erangnya, sedikit rasa sakit bercampur dengan kenikmatan, saat penisnya
membelah dan mendorong dan mengisinya melebihi semua yang pernah dirasakan Kiki
sebelumnya. Dia merasa rapat seperti perawan, dan itu membuat Kiki semakin gila
oleh hasratnya. Ingin rasanya agar Ahmad menyentakkan dengan keras ke dalam
vaginanya, tapi sadar jika Ahmad tak akan melakukan hal itu.
Ahmad sangat berhati-hati dengan
wanita menggiurkan di bawah tubuhnya ini. Dia selalu sabar jika berhubungan
dengan seks. Dia tahu kalau dia lebih besar dari kebanyakan pria, dan dia
merasa kalau itu adalah sebuah anugerah. Beberapa wanita merasa ngeri dengan
ukuran penisnya. Yang lainnya berusaha memasukkannya, tapi mengatakan kalau itu
terlalu menyakitkan. Dia hampir tak pernah mendapatkan oral seks. Karena
terlalu besar.
“Lebih keras,” kata Kiki disela
geretakan giginya. Ahmad melihat ke bawah dan melihat ekspresi wajah Kiki yang
diselimuti campuran antara kesakitan dan birahi. Ditekannya masuk lebih keras
batang penisnya, menariknya sedikit, lalu mendorongnya masuk lebih ke dalam.
“Lebih keras lagi,” perintahnya lagi, dan Ahmad mengulangi gerakan mengayunnya,
hanya saja kali ini lebih cepat. Wajahnya mengisyaratkan rasa sakit, tapi Kiki
mengerang nikmat, “Ohhhh, yesss!”
“Ayo sayang, setubuhi aku seperti
dalam semua mimpimu.” Suaranya terdengar berat dan menahan nafas.
Ahmad memompa dengan lebih keras
lagi dan Kiki memintanya lebih keras lagi. Ahmad menghentak hingga dia
merasakan tulang selangkangannya menghantam rambut mungil di atas kelentitnya,
dan Kiki menggeram. Mencengkeram erat batang penis didalam tubuhnya dengan
dinding vaginanya, dia tersengal dan mengerang keras. “Yess! Oh fuck, rasanya
sangaatt nik-mattt!” Ahmad semakin terpacu. Tak lagi dengan gerakan romantis
yang lembut, yang biasanya dia lakukan saat berhubungan seks dengan wanita,
tapi lebih cepat dan hentakan yang lebih keras dan kasar. Ditariknya separuh
bagian dari batang penisnya sebelum menyentakkan masuk kembali didiringi
erangan dari wanita di bawah tindihan tubuhnya ini. “Ya! Ya! YA!” Punggung Kiki
terangkat melengkung ke atas, payudaranya terdorong ke depan, putingnya
menonjol keras bagaikan sebuah berlian kecil.
Ahmad merasa saat menyetubuhi
tubuh Kiki sangat nikmat, dia merasa takut jika dia akan membuat wanita ini
terluka tapi tak mampu menghentikan dirinya sendiri. Dia menyentaknya lebih
keras dan jauh lebih keras lagi, yang semakin membuat Kiki mengerang bertambah
keras. “Uh! Uh! UH! NGH! UH!” Seluruh tubuhnya terguncang ketika gelombang demi
gelombang orgasme menggulungnya, membuat seluruh persendian tubuhnya terguyur
kenikmatan dan rasa sakit dan birahi yang tak pernah terpuaskan. “Fuck,
sayang… AK-KU… KELUAR SEKARANG! NGH! NGHHHH!”
Mendengar kalimat ini keluar dari
bibir isteri pria lain sudah lebih dari cukup baginya. Sebelah tangannya
mencengkeram keras payudara wanita ini satunya lagi memegangi pinggulnya dan
mengejang keras saat dia meledak di dalam rahim Kiki. “UHHH!” erangnya,
kenikmatan ini hampir meledakkan jantungnya. Batang penisnya berdenyut tak
terkendali di sepanjang dinding vagina lembut milik Kiki, yang membuat orgasme
Kiki mencapai titik puncaknya.
Kiki tak mampu menahannya lagi.
Pandangannya kabur. Sekujur tubuhnya dipeluk kebahagiaan dari surga ke tujuh.
Dapat dirasakannya semburan sperma Ahmad menyembur seakan aliran magma yang
panas memenuhinya, mengisikan madu cintanya jauh ke dalam rahimnya yang sudah
terikat dalam pernikahan. Ini terlalu berlebih! Dia kehabisan nafas. Tubuhnya
seakan terhempas dan ditelan jauh kedalam sofa ini. Segalanya terasa pudar. Hal
terakhir yang diingatnya sebelum tak sadarkan diri adalah betapa indahnya
merasakan ‘terisi dengan penuh’.
Ahmad rubuh menindih Kiki. Tubuh
mereka lengket oleh keringat yang membasahi sekujur tubuh dan juga sofa ini.
Ditariknya keluar batang penisnya dari vagina Kiki yang sekarang terlihat
terbelah lebar dan lalu memelukya mesra. Tiba-tiba dia merasa sangat lelah, dan
merasa sangat bahagia memeluk wanita ini dalam dekapannya. Tak ada tempat lain
yang diinginkannya selain di sini.
*****
Saat Kiki terbangun, dia berada
sendirian di ruang tengah ini, sebuah selimut hangat menutupi tubuhnya. Sebuah
lampu temaram menyinari ruangan ini. Dia nggak tahu jam berapa sekarang ini,
kepalanya masih terasa pusing karena minuman yang dikonsumsinya sebelumnya.
Dia bangkit, melilitkan selimut
menutupi tubuh telanjangnya, dan merasakan sperma Ahmad meleleh turun di
pahanya. Setengah tersenyum pada dirinya sendiri, mengingat persetubuhan yang
dahsyat, dan kemudian melangkah pergi menuju kamar mandi untuk membersihkan
dirinya.
Membasuh wajahnya dengan air,
Kiki bertanya pada dirinya, “Apa yang kamu lakukan, Ki? Kamu sudah menikah.”
Dia sadar jika apa yang sudah diperbuatnya sebelumnya tadi sepenuhnya salah.
Belum pernah dia menghianati Hendra atau pada semua kekasihnya sebelumnya, dan
sekarang telah dia biarkan dua orang pria berejakulasi di dalam rahimnya…
tanpa perlindungan… belum lagi dia juga telah berikan sebuah oral seks pada
adik suaminya.
Tapi untuk sebuah alasan yang
aneh, dia tidak merasa begitu bersalah seperti yang dia kira seharusnya terasa.
Hendra pergi sudah sebulan lamanya meninggalkan dirinya saat ini, suaminya juga
yang sudah ‘memaksanya’ untuk datang kemari. Dia menggelengkan kepalanya,
menatap matanya dalam pantulan cermin. Dia tahu bahwa untuk waktu sekarang ini,
di tempatnya berdiri, dia tidak menyesali apa yang telah dilakukannya.
Segalanya terasa menyenangkan. Ini adalah kesenangan terbesar yang pernah
dialaminya tanpa kehadiran Hendra dalam dua tahun usia perkawinan mereka, dan
tiga tahun masa pacaran mereka. Tidak termasuk mantan kekasihnya yang pernah
bersamanya. Dia tidak akan melakukan hal ini lagi. Malam ini adalah malam yang
unik, sangat menyenangkan, malam yang penuh dengan petualangan dan eksplorasi.
Malam ini, dia bebaskan ‘gadis nakal’ dalam dirinya yang berperan. Besok,
kembali pada perannya ‘gadis manis’ yang sudah menikah kembali.
Dia berjalan menapaki tangga dan
mengira semua orang sudah lelap dalam tidur, sebuah rintihan panjang keluar
dari kamar tidur utama menunjukkan dugaannya salah.
Kiki melangkah menuju
satu-satunya pintu di depan tangga. Sedikit terbuka dan dia mengintip ke dalam.
Dia kira nggak ada yang bisa membuatnya tersipu malu lagi, tapi setiap kali dia
menyaksikan sendiri perilaku seksual yang baru, seakan api kembali ke wajahnya
lagi. Dina sedang disetubuhi Dany dari belakang sedangkan mulutnya masih
mengulum batang penis milik Johan. Mereka berada di atas ranjang ukuran King
size. Kamar itu sendiri mempunyai jendela kaca besar yang mengelilingi hampir
semua bagian, suara rintihan dan lenguhan pecinta yang mereguk kenikmatan
memenuhi kamar ini.
Johan menoleh dan melihat Kiki
sedang berdiri di pintu masuk, sebuah selimut membungkus tubuh rampingnya. Dia
tersenyum padanya, berharap Kiki tidak mempermasalahkan akan semua yang
terjadi. Johan sebenarnya sangat menginginkan Kiki, tapi rasa hormatnya
terhadap kakaknya membuatnya mengesampingkan kenikmatan itu. Tapi saat Kiki
menjatuhkan selimut yang membungkus tubuhnya, lalu berjalan memasuki kamar ini
dengan tubuh telanjang, dan mencium bibirnya dengan dalam, dia merasa dinding
pendiriannya mulai retak.
Kiki mendorongnya ke atas kasur
dan menaiki kepalanya, menghadap membelakangi jadi dia bisa menyaksikan
tubuh-tubuh telanjang yang saling ‘terkait’. Vaginanya serasa terbakar api
dan dia membutuhkan sesuatu untuk meredakannya. Karena kedua penis yang
tersedia sedang terpakai, dia memutuskan untuk melihat sebagus apa adik parnya
dalam oral seks. Sebuah getaran yang sangat nakal menggetarkannya saat
memikirkan hal tersebut.
Dina melirik ke atas dan bertemu
dengan mata Kiki. Dia tersenyum dengan mulut masih penuh terisi batang penis
Johan dan mengedipkan mata pada Kiki. Dina sangat bahagia bertemu dengan Kiki,
dan sangat gembira akan perubahan suasana yang terjadi malam ini. Semua ini tak
akan terjadi jika isteri Hendra nggak berada di sini. Itu sudah pasti. Sesuatu
tentang rasa percaya diri seorang wanita dan ledakan seksualitas memicu
terjadinya pesta seks pada mereka semua
Dilepaskannya mulutnya dari
batang indah penis Johan dan memberi tanda pada Kiki dengan jarinya untuk
bergabung dengannya. Kiki tersenyum pada wanita ini dan mendekatkan mulutnya
pada penis Johan, membuatnya dalam posisi 69. Ini adalah posisi 69 bagi sejarah
kehidupan seksual Kiki. Sementara itu, Dina bergerak ke buah zakar Johan yang
terekspos, menjilatinya dengan lidahnya sebelum bergerak turun ke celah
sensitif diantara lubang anus dan kantung buah zakarnya.
Untuk kali yang kedua, Johan
mendapatkan penisnya dilayani oleh dua orang wanita menawan. Hanya saja kali
ini, wajahnya dipenuhi oleh vagina basahnya Kiki dan pantatnya yang indah.
Saat Kiki tidak sedang mengulum
batang penis Johan, posisinya yang nggak memungkinkannya untuk bergantian
memanjakan buah zakar Johan, maka hanya membuatnya melihat saja Dina ganti yang
mengulum penisnya yang penuh ke dalam mulutnya yang terlihat seksi. Kiki kira
batang panjang itu tak mungkin mampu tertampung menghilang seluruhnya ke dalam
mulut Dina yang berkilat basah, tapi ternyata itu dapat ditelan Dina
seluruhnya, selalu. Dan saat giliran itu tiba padanya, Kiki berusaha untuk
memasukkan batang penis ini kedalam mulutnya, tenggorokannya seluruhnya, dan
dia dapat merasakan, lebih dari hanya mendengarkan, Johan mengerang di bawah
tubuhnya.
Dina harus menghentikan
pelayanannya terhadap penis yang berbulu di hadapannya ketika Dany dengan
lambat tapi mantap membawanya pada orgasme kecil. Dina kembali konsentrasi pada
batang penis yang menghujamnya dari belakang, menyamakan irama ayunan pinggul Dany
dan menghisapnya semakin ke dalam.
Dany menyaksikan pesta di
hadapannya sambil menyetubuhi Dina dari belakang. Dia selalu menikmati jalan
masuk dari vaginanya Dina yang menyengkeram kejantanannya dengan erat ketika
dia mengayunkan ke dalam tubuhnya. Dia harus berhati-hati untuk tidak
menyemburkan spermanya saat menyaksikan kedua wanita ini bergantian melayani
penis Johan bagaikan sebuah permen yang lezat. Dia berharap andaikan itu adalah
penis miliknya.
Dina mengeluarkan suara basah
yang berisik saat mengoral pria. Dany menyukai suara itu dan kadang menjadi
terangsang ketika mendengar orang lain yang ‘berisik saat menyantap
hidangannya’. Dina tahu kalau oral seks yang basah adalah oral seks yang
baik. Dany suka pada ekspresi takjub Kiki saat melihat wanita lain sedang
mengoral adik iparnya. Kiki menjilat bibirnya sendiri dan Dany tahu kalau Kiki
sedang menantikan gilirannya untuk menikmati batang daging yang lembut itu ke
dalam mulutnya lagi.
Dany menyaksikan kepala Dina
bergerak naik turun bagaikan seorang yang profesional. Dina mengeluarkan
mainannya dari mulutnya sepenuhnya, dan menatap tepat pada mata indah Kiki.
Kiki tertawa kecil lalu tersenyum lebar, menggenggamkan tangannya pada batang
keras yang berada tepat di bawah wajah Dina. Sebelum dia memasukkan kembali
batang itu ke dalam mulutnya, wajah kedua wanita ini saling mendekat dan
mencium satu sama lain. Ini terjadi begitu natural, hampir seperti tak mereka
rencanakan.
Para wanita memiringkan kepalanya
masing-masing dan saling membuka mulut untuk satu sama lainnya, menikmati rasa
manis saat lidah mereka saling melilit dan air liurnya bercampur. Saat itu
semua terjadi, suara dalam kepala Kiki berteriak pada dirinya The, “Apa yang
kamu lakukan?! Apa yang sedang kamu lakukan?!” Tapi itu sudah menjadi ‘suara
bisu’ yang tak lagi di dengarnya, bahkan saat semua ini berawal. Bahkan, dia
hanya mengikuti kemana alur ini menyeretnya masuk pada pesta ini, dan sekarang
ini, melakukan sebuah French Kiss dengan satu-satunya wanita yang seksi selain dirinya
di malam ini, di rumah ini, dan terjadi begitu saja secara alami dan sangat
menggairahkan.
Dany nggak mampu mempercayai apa
yang dia lihat. Dina menaruh tangannya di pipi Kiki, membelainya dengan lembut
saat mereka berciuman, penuh dengan gairah. Dany sering meminta agar Dina
mempertimbangkan untuk membawa wanita lain dalam permainan cinta mereka. Dina
selalu menggelengkan kepala tanda nggak setuju. Sekarang…
Kedia wanita ini menghentikan
ciuman mereka dan mulut Kiki berganti membungkus batang penis Johan. Dina
menarik nafas dengan berat, benaknya kacau. Dia nggak pernah punya keinginan
untuk melakukan hal tadi pada kegiatan seksual yang nyata. Bahkan sekarang, dia
tidak merasa bahwa dirinya tertarik untuk jadi biseksual. Dia menikmati ciuman
tadi, ya. Tapi itu tidak membuatnya mengkatagorikan dirinya sebagai seseorang
yang lain. Baginya ini adalah sesuatu yang benar untuk dilakukan di saat yang
tepat.
Johan nggak mampu menahannya
lebih lama lagi. Penisnya sudah dioral lebih dari sepuluh menit, dan dia sudah
berusaha sebisanya untuk menahan orgasmenya, ini sudah melampaui dari yang bisa
ditahan oleh pria manapun. Dengan lidahnya yang masih terkubur dalam lembutnya
bibir vagina Kiki, dia berejakulasi dalam salah satu mulut wanita ini. Dia
nggak tahu pasti mulut siapa, tapi dia juga sudah nggak peduli lagi. Sepuluh
menit berlalu dan itu adalah pengalaman terbaik.
Kiki mulai merasakan orgasmenya
mulai datang tak lama berselang setelah Johan, dan dia menggesekkan
selangkangannya pada wajah Johan dan daging kenyalnya ke bibir dan hidung
Johan. “Oh! Ohhh!” Kiki dapat mendengar erangannya sendiri.
Johan keluar dengan hebatnya
dalam mulut Dina. Dia menelan sebagian sperma itu, tapi menyisakan cukup untuk
teman barunya. Kembali lagi, mulut kedua wanita ini saling merapat untuk sebuah
ciuman penuh gairah, kali ini saling bertukar cairan sperma yang putih dan
kental. Hal ini lebih dari cukup bagi Dany dan dia meledak, samar-samar sadar
jika kedua wanita ini juga mengalami hal yang sama.
Keempatnya rubuh saling
bertindihan. Mereka merangkak dan menggerakkan tubuh lelah mereka untuk
merebahkan kepala pada bantal, telanjang dan menatap langit-langit. Nafas
berat, tersengal, hanya suara nafas yang memenuhi senyapnya kamar ini. Para
pria rebah di kedua sisi ranjang, dengan para wanita diapit di tengahnya.
Setelah beberapa menit
beristirahat, Dina setengah bangkit dan bergerak menindih Kiki, tangannya
membelai rambut Kiki sambil keduanya saling bertatapan. Para pria hanya
menyaksikan dengan seksama, menahan nafas.
“Belum pernah aku melakukan
dengan…” Kiki memulai, tapi Dina dengan lembut memotongnya dengan “shhh…”
Dia semakin merapat dan
membisikkan, “Aku juga.” Saling memejamkan mata, kedua wanita ini berciuman
lagi. Kali ini, ciuman yang perlahan, pada awalnya hanya sentuhan bibir dengan
penuh rasa kewanitaan dan saling melumat lembut. Dan semakin bergerak cepat,
mulut terbuka cukup untuk lidah mereka saling menyentuh dan menari. Posisi
kepala mereka berganti, kedua bibir semakin masuk ke dalam untuk menyentuh bagian
mulut mereka yang paling pribadi. Dengan cepat mereka saling berciuman layaknya
dua orang kekasih, dan untuk pertama kalinya Dina mengeksplorasi wanita cantik
ini. Jika sebelumnya Kiki menilai Ahmad adalah serang yang hebat ciumannya…
Kiki nggak tahu apa yang tengah
terjadi, tapi dia tahu kalau dia menyukai apapun ini. Ciuman antara wanitanya
dengan Dina adalah ciuman yang paling erotis yang pernah dilakukannya dengan
seorang manusia. Sekujur tubuhnya bergetar oleh kenikmatan dari erotisnya
sebuah ciuman yang tabu. Dia merasakan sebuah tangan wanita yang kecil, nikmat,
menelusuri badannya, bergerak naik ke arah payudaranya, ibu jari yang memainkan
putingnya dengan penuh rasa nikmat.
Kiki membawa tangan kirinya pada
kepala Dina, menariknya lebih merapat untuk sebuah ciuman yang lebih mendalam.
Tangannya yang satunya lagi mencengkeram payudara Dina, meresapi lembutnya
kekenyalan daging wanita lain untuk pertama kalinya. Payudara Dina lebih
kencang dibandingkan dengan miliknya, tapi kulitnya terasa luar biasa lembut.
Jemari Dina bermain di tubuh
wanita lain, menari di atas rambut di atas selangkangan wanita lain. Kiki
melenguh dalam mulut Dina dan harus menghentikan lumatan bibir mereka.
Mendengar reaksi dari seorang wanita lain karena rangsangannya mengirimkan
sebuah kejangan kecil dalam vaginanya sendiri.
Para pria menyaksikan saat kedua
wanita ini saling bermain satu sama lain, mengeksplorasi tubuh lembut mereka
dengan tangan dan, tak lama kemudian dengan mulut dan lidah mereka. Johan nggak
bisa mempercayai kalau dia menyaksikan istri kakaknya menghisap puting wanita
lain, mempermainkan dengan lidahnya yang panjang.
Saat ciuman dan hisapan Dina
mulai bergerak turun menyusuri lekukan tubuh Kiki menuju ke arah vaginanya yang
terbakar, para pria hampir tidak bisa menguasai diri, mata isteri Hendra
terpejam rapat rintihannya terdengar seperti. “Mmmmmm-uh! Ngh! Uh! Yyaaa…”
Merasakan sentuhan pipi dari
seorang wanita lain pada sisi bagian dalam dari pahanya adalah sebuah perasaan
yang akan dialaminya, dan tidak pernah menyangka jika dia menyukainya.
Sekarang, dia merasa nggak cukup hanya dengan semua ini. Dina pasti sudah
berbohong saat mengatakan kalau dia belum pernah melakukan hal ini sebelumnya,
karena semua yang dilakukannya membawa sebuah sensasi yang bahkan tidak
dibayangkannya jika ini bisa tercipta dari sepasang bibir, sebuah lidah, dan
kedua jari.
Dina sendiri, di sisi yang lain,
sudah sangat basah di antara pahanya saat dia memberi jilatan pada daging manis
dan empuk milik teman wanitanya ini. Dia kini tahu kenapa pria suka pada vagina
yang tercukur bersih. Dia dapat menarikan lidah bibirnya berulang-ulang di atas
lembutnya keseluruhan bagian dari daging vagina, menghisap daging di sekitar
kelentitnya untuk membawanya tinggi dan semakin tinggi. Dina menyentuh dan
menjilat Kiki sangat tepat pada bagian di mana dia tahu kalu dia sendiri akan
menyukainya, dan suara erotis yang keluar dari bibir Kiki serasa sebuah
penghargaan untuk apa yang dilakukan kepadanya.
“Oh Tuhan, Dina! Rasanya s-sangat
en-naakk! Ya! Jilat vaginaku, sayang- ohhhhhh… Ya, ya, ya! Oh, lagi, yes! Uh,
uhhhh!” ingin rasanya tangan Dina bergerak ke vaginanya sendiri, tapi
ditahannya. Dia ingin memberikan perhatiannya 100% pada kekasih wanitanya ini,
memanjakan kewanitaan Kiki dengan kedua tangannya saat lidahnya menari dan
menyapu kelentitnya yang sensitivf.
“Oh sayang, Dina, ohhhhh! Aku mau
punyamu juga… aku ingin menjilat vaginamu! B-balikkan tubuhmu, kekasihku! Berputarlah…
ohhhh… dan biarkan aku menjilatmu j-jugaa…”
Para pria perlahan mulai megocok
batang penisnya yang kembali mengeras, dengan mata yang terbuka lebar
menyaksikan para wanita saat berputar mengatur posisinya untuk sebuah 69 yang
sangat merangsang. Ini nggak nyata. Ini nggak mungkin terjadi! Tapi semuanya
sedang terjadi.
Merasakan untuk pertama kalinya
rasa dari seorang wanita sangat menggoda. Dina terasa berbeda dibandingkan
dirinya, tapi sama sekali bukan sebuah rasa yang buruk. Dari vagina yang tak
berambut Dina terasa campuran rasa asin dari sperma milik Dany dengan sebuah
rasa yang akrab tapi masih terasa asing. Secara perlahan Kiki menemukan
iramanya, dan seperti halnya semua kejadian malam ini, dia melakukannya secara
alami.
Setiap kali, kedua wanita ini
menarik kepalanya dari vagina masing-masing untuk melenguh, mengerang dan
mengambil nafas. Saat itu terjadi, para pria disuguhi pemandangan yang erotis
di hadapan mereka, dagu yang terlumuri oleh madu cinta masing-masing, sebelum
kemudian saling menyelam kembali. Mereka saling memberi orgasme yang
berkesinambungan sebelum akhirnya Dina bangkit dan berkata dalam suara bisikan
yang bergetar lirih, “Johan… kenapa kamu nggak… ke belakangku dan-mmmm…
masukkan… penismu yang indah itu ke dalam vaginaku… ohhhhh…”
Dia melakukan seperti apa yang
diperintahkan padanya, dirasakannya lidah Kiki menjilati sepanjang batang
penisnya saat dia mengarahkan ke pintu masuk vagina Dina. Dany nggak mau
menunggu untuk diminta melakukan hal yang sama pada wanita satunya yang sudah
menikah, dan segera saja, keempatnya saling memainkan sebuah babak lagi dari
malam yang penuh kenikmatan surgawi ini.
Kiki menengadah ke atas dan
melihat saat buah zakar adik iparnya menampari untaian kecil dari rambut di
selangkangan Dina. Kiki menjilat dan menghisapi semua yang ada di hadapannya
sambil menyaksikan batang penis Johan meluncur keluar masuk dalam vagina Dina,
berkilat dank keras dan seakan sedang mengamuk. Dia sendiri merasakan penis
Dany membelah bibir vaginanya untuk yang ketiga kalinya malam ini, dan dia
merasa kalau tak lama lagi orgasmenya segera meledak.
Bagaimana mungkin dia bisa
kembali pada kehidupan perkawinannya?
Dengan cepat, keempatnya mulai
merasa sangat kelelahan dan tak satupun yang bisa melakukan sesuatu kecuali
terlelap dalam tidur tidur yang nyenyak, saling berpelukan dengan telanjang
antara lembutnya tubuh wanita dan kerasnya tubuh kekar pria.
*****
Kiki bangun pertama kali keesokan
paginya dan menemukan dirinya meringkuk manja dalam pelukan hangat Johan. Kamar
ini, yang dikelilingi sebagian besar oleh jendela dibanjiri oleh rasa hangat
dari sinar mentari pagi yang baru terbit.
Saat dia berbalik dalam pelukannya,
mata Johan yang masih ngantuk mulai terbuka dengan malas dan kemudian tersenyum
padanya. Kiki teringat semua kejadian semalam, dia tidak bercinta dengan pria
ini, belum.
Kiki mencium bibirnya dengan
mesra dan berbisik, “Johan, terima kasih untuk yang semalam.” Dia berusaha
hati-hati agar tidak membangunkan Dany dan Dina di sisi lain ranjang ini.
“Rasanya… sangat indah dan manakjubkan.”
Mereka saling berciuman lagi, dan
tiba-tiba perasaan sedikit bersalah merasuki Kiki. Sekarang sudah pagi. Sekarang
waktu untuk kembali ke kehidupannya yang normal sebagai seorang isteri yang
setia dan mengabdi. Tapi hasratnya bercampur dengan kebimbangan dan itu terlalu
berat untuk dihadapinya. Dia berbisik, “Kita tidak boleh menceritakan hal ini
pada Hendra.”
Johan, menganggapnya tentang
kejadian pada malam sebelumnya, dan dia terkejut saat Kiki menggerakkan kakinya
melewati tubuhnya dan kemudian menindihnya. Seakan takdir sudah digariskan, dia
sudah ereksi dan siap untuk melaju, tubuhnya yang masih terasa pegal sudah jadi
persoalan yang lain lagi. Dan tentu saja, semua itu sirna dalam sekejap begitu
bidadari yang gemulai ini mulai merendahkan selangkangannya beserta vaginanya
yang lembut dan sudah basah turun ke arah kerasnya batang kejantanannya.
Johan mengerang dan tubuh Kiki
bersandar ke depan, wajah bidadari ini hanya beberapa senti saja dari wajahnya,
dan berbisik pelan, “Shhh…” sebelum memberinya sebuah ciuman ringan.
Johan selalu menganggap kalau
Hendra akan tetap sendiri selamanya. Karena dia mempunyai prinsip bahwa hidup
membujang terlalu berharga untuk ditukar pada seorang wanita saja. Dan kemudian
Kiki muncul dan mencuri hatinya. Dan baru sekarang dia benar-benar mengerti
betapa sungguh wanita ini mampu menawan hatinya. Dia memiliki semangat hidup
yang tinggi dan percaya diri yang tinggi untuk menjalani hidup ini dengan
caranya dan itu tidak pernah menjadi memalukan karenanya… Dia cantik, lucu,
cerdas, dan bercinta layaknya wanita panggilan seharga 1 milyar. Semua yang
kamu impikan dari seorang wanita. Seandainya dirinya adalah Hendra, dia akan
secepatnya berhenti dari pekerjaannya begitu perusahaannya mengirimnya dinas ke
luar kota meskipun untuk dua hari saja.
Menyadari betapa salahnya karena
bersetubuh dengan isteri kakaknya sama sekali tidak mengurangi kenikmatan dalam
melakukannya, malah nyatanya yang dirasakan adalah sebaliknya… Disamping rasa
sakit karena ereksinya, dia merasa bersukur karena dia telah mengalami orgasme
berulang kali semalam tadi karena sekarang, dia bisa merasakan kenikmatan tak
terperi dari rasa vagina Kiki yang selembut beludru lebih lama lagi.
Kedua insan ini berusaha bercinta
dengan ‘tidak berisik’ sebisa mungkin, tapi tak lama kemudian Dina dan Dany
mulai terbangun dari tidur lelapnya.
Dina hanya berbaring saja di atas
ranjang, dalam dekapan Dany, dan menyaksikan pemandangan indah dari dua pasang
pecinta muda di depannya. Mata Kiki perlahan terpejam, kepalanya mendongak ke
belakang untuk menyibakkan rambut yang menutupi wajahnya. Tangannya bersandar
pada dada Johan, dan tangan Johan memegangi pinggang langsing Kiki. Dina merasa
mulai basah dan dia tersenyum saat merasakan bibir Dany menjalari samping leher
dan bahunya. Dany mulai memasukinya dari belakang, dan keempat insan itu
perlahan mulai saling bersetubuh. Pagi masih sangat dini…
Kiki mendengar rintihan dari sisi
lain ranjang ini. Dia menoleh dan bertemu dengan tatapan mata Dina. Buyar sudah
ayunan dan goyangan pelan yang mereka lakukan dibalik selimut, dan Kiki tertawa
pada dirinya sendiri. Dina sungguh terlihat cantik. Sinar matahari pagi yang
menyorot dari jendela, menyinari rambut hitam legamnya yang panjang dan
membuatnya berkilau indah. Setelah apa yang mereka lakukan semalam tadi, Kiki
tahu bahwa Dina tak beda dengan dirinya.
Dia merasa malu sendiri, memikirkan
tentang itu semua, rasa dari vagina wanita lain sekilas melintas dalam
benaknya. Dina, sepertinya dapat menebak apa yang dipikirkan oleh wanita di
sampinya ini, dia berikan sebuah senyuman dan mengedipkan mata padanya, lalu
pejamkan matanya dan berkonsentrasi pada batang penis yang keras di
belakangnya.
Irama percintaan pagi ini terasa
berbeda jauh dengan persetubuhan liar semalam. Kiki mengayun pinggulnya naik
turun pelan dan panjang, ingin benar benar diresapinya rasaka dari setiap mili
batang penis adik iparnya di bawah tubuhnya. Serasa setiap gerakan dipenuhi
rasa dahaga dan sayang. Di sisi lain dari ranjang ini tampak Dany yang mengayun
Dina dari belakang.
Kemesraan terasa memenuhi kamar
ini, guyuran sinar matahari tampak semakin membuat tubuh-tubuh basah oleh
keriangat terlihat indah tiap lekuknya menyilaukan. Irama keempat insan ini
seiring, mendaki kenikmatan terakhir, mereka sadar ini adalah sesi terakhir
untuk hari ini dan waktu tak lagi mau kompromi.
Suara erangan, desahan, rintihan
dari puncak kenikmatan yang sekali lagi direguk mereka kembali terdengar keluar
lepas dari mulut mereka seiring dengan orgasme pertama dan terakhir dipagi ini.
Ingin rasanya surga ini tak berujung tapi bagaimanapun juga waktu sudah
menghadang. Setelah beberapa waktu beristirahat meredakan nafas yang memburu,
mereka berjalan berangkulan menuju ke kamar mandi, suara kicau burung
mengiringi langkah kaki mereka untuk membersihkan tubuh dari peluh dosa
termanis, untuk kembali ke kehidupan masing-masing lagi…
*****
Di depan pintu keluar, keempatnya
saling mengucapkan salam perpisahan. Kiki mencium kedua pipi Dany dan berkata,
“Terima kasih untuk yang semalam. Aku… sangat bahagia karena kamu sangat
bersedia tidur dengan seorang wanita yang sudah menikah.” Dany tertawa lepas
oleh kiasan jujur tersebut, dan mengangguk membalas pernyataan terima kasih
itu.
Kemudian, Kiki memeluk Johan dan
berkata, “Ingat, jangan pernah menyinggung hal sekecil apapun tentang ini
lagi.”
Johan pura-pura menutup resleting
di bibirnya mengunci dan kemudian membuang jauh kuncinya. Kiki tertawa lepas
karenanya, pura-pura ‘menangkap kembali kunci yang dibuang tadi’, dan
‘membuka’ mulut Dany. “Satu ciuman lagi untuk perpisahan?”
Ciuman perpisahan Kiki sama
bergairahnya dengan ciuman pertamanya, di sofa, sehari yang yang lalu.
Ketika ciuman itu berakhir, mata
mereka saling menatap untuk beberapa waktu yang terasa tak nyaman, kemudian dia
‘mengunci’ mulutnya kembali.
Dina dan Dany asik sendiri dengan
ciuman perpisahn mereka, dan Kiki harus memisahkan mereka. “Pulang bareng
mobilku, kan?” tanyanya pada Dina.
“Ya, kalau nggak merasa
keberatan.”
“Tidak sama sekali,” Kiki
tersenyum. “Dengan senang hati.”
Dina memberi Johan ciuman kecil
di bibir dan bilang, “Ku telpon nanti.”
Kemudian dalam perjalanan pulang
hanya saling berdiam diri tanpa kata. Kedua wanita ini tahu apa yang akan
diucapkan tapi saling menunggu. Akhirnya, Dina memecahkan kesunyian. “Hey, aku
rasa, mungkin nanti kita bisa keluar bareng lagi… ke kafe atau hanya
jalan-jalan ke mal.”
“Kelihatannya menyenangkan,”
jawab Kiki, berharap itu akan terdengar tulus.
Dia terlihat kurang percaya.
“Dengar, Kiki, aku sangat menyukaimu…”
Kiki merona karenanya, dan baru
saja dia akan mengucapkan sesuatu ketika Dina memotongnya: “Bukan, nggak
seperti itu.” tawanya terdengar natural. “Maksudku, ya itu memang menyenangkan,
tapi…” tawanya mulai terdengar sedikit nervous, dan dia menggelengkan kepala,
“Tapi aku nggak bermaksud begitu. Maksudku… kamu adalah wanita pertama yang
sangat ku inginkan jadi temanku. Dan… ku harap kejadian semalam tidak merusak
hal tersebut.”
Kiki menganggap sangat serius apa
yang diucapkan oleh wanita ini. Akhirnya dia mengangguk. Dia percaya padanya.
Dia tidak manangkap ada maksud tersembunyi dibalik ucapannya. Dan pada
kenyataan sesungguhnya Kiki juga menyukai Dina.
Sebenarnya Dina mulai merasakan
air mata di matanya ketika wanita di depannya ini mengangguk, dan tiba-tiba
sebuah beban yang berat terangkat dari bahunya. Dia merasa bebas dan dia
mendapatkan seorang sahabat baru. Mereka saling bertukar nomer telpon sebelum
sampai di apartemen Dina
“Apa yang akan kamu lakukan pada
Hendra?” Tanya Dina ketika mereka berhenti di depan pintu apartemennya.
“Mungkin aku akan ceritakan
padanya… suatu saat nanti. Tapi tidak saat ini. Dan kurasa, juga tidak untuk
waktu dekat.”
Dina mengangguk dan kedua wanita
ini saling berpelukan. Lalu mata mereka saling bertemu dan gairah kembali
menyala. Kiki menatap bibir Dina, yang hanya beberapa senti dari bibirnya,
basah dan sedikit terbuka. Untuk beberapa saat yang Kiki inginkan sepenuhnya
adalah merasakan bibir lembut itu pada bibirnya. Ciuman yang akan terjadi
secara natural.
Dan waktu berlalu lalu kedua
wanita ini tertawa sendiri. “Ku telpon nanti,” kata Dina, keluar dari mobil dan
berlari kecil menuju pintu depan apartemennya.
Hendra menelpon dari hp tak lama
setelah Anggie tiba dari apartemen Dina.
“Apa aku membangunkanmu, sayang?”
tanyanya. Sekarang baru jam 7 pagi.
“Nggak. Aku sudah bangun dari
tadi. Nggak bisa tidur semalam.”
“Maafkan aku. Apa kamu sakit?”
“Nggak… hanya butuh istirahat
saja.”
“Menyenangkan nggak sama adikku
dan teman-temannya?”
“Yah,” jawabnya, wajahnya memerah
oleh rasa bersalah. “Aku senang kamu sudah memaksaku untuk pergi.”
“Oh, aku nggak menyuruhmu
melakukan apapun,” dia tertawa. Wajah Kiki sedikit merona. “Tapi aku senang
kamu bisa menikmatinya. Mungkin kamu bisa keluar lebih sering lagi, sekarang
kamu sudah menemukan kesenangan lain di luar rumah.” Oh, ironis.
“Mungkin,” jawabnya dengan
pikiran jauh berada entah dimana. “Tapi ku rasa perjalanannya sedikit terlalu
jauh jaraknya.”
“Ya, aku tahu maksudmu.” Dalam
jedanya sejenak, yang memenuhi pikirannya hanyalah kenikmatan dari pesta seks
yang telah dialaminya, dan bagaimana dia tidak akan mengulanginya lagi, tak
akan pernah. “Hey, Kiki, coba tebak?”
“Apa?”
“Ini adalah perjalanan dinas ke
luar kotaku yang terakhir kalinya!”
“Benarkah?” Oh ku mohon, ya!
“Benar. Aku katakan pada mereka
kalau perjalanan-perjalanan dinas itu benar benar membuatku kecapaian. Ku
katakan pada mereka aku akan berhenti dan keluar kalau mereka mengirimku ke
luar kota lagi.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar