>>> SINGAPOREPOOLS <<<
ANGKA MAIN : 9 0 6 5
Top 2D : 09 10 26 35 49
Cadangan 2D : 59 60 76 85 99
TOP SHIO : Anjing Naga Kerbau
COLOK BEBAS : 0 5 6
AS : 3 4 5
KOP : 7 8 9
KEPALA : Besar / Genap
EKOR : Besar / Ganjil
Selesai sekolah Sabtu itu
langsung dilanjutkan rapat pengurus OSIS. Rapat itu
dilakukan sebagai persiapan sekaligus pembentukan panitia kecil pemilihan OSIS
yang baru. Seperti tahun-tahun sebelumnya, pemilihan dimaksudkan sebagai
regenerasi dan anak-anak kelas 3 sudah tidak boleh lagi dipilih jadi pengurus,
kecuali beberapa orang pengurus inti yang bakalan “naik pangkat” jadi
penasihat.
Usai rapat, aku bergegas mau
langsung pulang, soalnya sorenya ada acara rutin bulanan: pulang ke rumah ortu
di kampung. Belum sempat aku keluar dari pintu ruangan rapat, suara nyaring
cewek memanggilku.“Didik .. “ aku menoleh, ternyata Sarah yang langsung
melambai supaya aku mendekat. “Dik, jangan pulang dulu. Ada sesuatu yang pengin
aku omongin sama kamu,” kata Sarah setelah aku mendekat.“Tapi Rah, sore ini aku
mau ke kampung. Bisa nggak dapet bis kalau kesorean,” jawabku.“Cuman sebentar
kok Dik. Kamu tunggu dulu ya, aku mberesin ini dulu,” Sarah agak
memaksaku sambil membenahi catatan-catatan rapat.
Akhirnya aku duduk
kembali.“Dik, kamu pacaran sama Nita ya?” tanya Sarah setelah ruangan sepi,
tinggal kami berdua. Aku baru mengerti, Sarah sengaja melama-lamakan membenahi
catatan rapat supaya ada kesempatan ngomong berdua denganku.“Emangnya, ada apa
sih?” aku balik bertanya.“Enggak ada apa-apa sih .. “ Sarah berhenti sejenak.
“Emmm, pengin nanya aja.”“Enggak kok, aku nggak pacaran sama Nita,” jawabku
datar.“Ah, masa.
Temen-temen banyak yang tahu
kok, kalau kamu suka jalan bareng sama Nita, sering ke rumah Nita,” kata Sarah
lagi.“Jalan bareng kan nggak lantas berarti pacaran tho,” bantahku.“Paling juga
pakai alasan kuno ‘Cuma temenan’,” Sarah berkata sambil mencibir,
sehingga wajahnya kelihatan lucu, yang membuatku ketawa. “Cowok di mana-mana
sama aja, banyak bo’ongnya.”“Ya terserah kamu sih kalau kamu nganggep aku
bohong. Yang jelas, sudah aku bilang bahwa aku nggak pacaran sama
Nita.”Aku sama sekali tidak bohong pada Sarah, karena aku sama Nita memang
sudah punya komitmen untuk ‘tidak ada komitmen’. Maksudnya, hubunganku dengan
Nita hanya sekedar untuk kesenangan dan kepuasan, tanpa janji atau ikatan di
kemudian hari. Hal itu yang kujelaskan seperlunya pada Sarah, tentunya tanpa
menyinggung soal ‘seks’ yang jadi menu utama hubunganku dengan Nita.
“Nanti malem, mau nggak kamu ke
rumahku?” tanya Nita sambil melangkah keluar ruangan bersamaku.“Kan udah
kubilang tadi, aku mau pulang ke rumah ortu nanti,” jawabku.“Ke rumah ortu apa
ke rumah Nita?” tanya Sarah dengan nada menyelidik dan menggoda.“Kamu mau
percaya atau tidak sih, terserah. Emangnya kenapa sih, kok nyinggung-nyinggung
Nita terus?” aku gantian bertanya.“Enggak kok, nggak kenapa-kenapa,” elak
Sarah. Akhirnya kami jalan bersama sambil ngobrol soal-soal ringan
yang lain. Aku dan Sarahpun berpisah di gerbang sekolah. Nita sudah ditunggu
sopirnya, sedang aku langsung menuju halte. Sebelum berpisah, aku sempat
berjanji untuk main ke rumah Nita lain waktu.*****Diam-diam aku
merasa geli. Masak malam minggu itu jalan-jalan sama Sarah harus ditemani
kakaknya, dan diantar sopir lagi. Jangankan untuk ML, sekedar menciumpun
rasanya hampir mustahil.
Sebenarnya aku agak ogah-ogahan
jalan-jalan model begitu, tapi rasanya tidak mungkin juga untuk
membatalkan begitu saja. Rupanya aturan orang tua Sarah yang ketat itu, bakalan
membuat hubunganku dengan Sarah jadi sekedar roman-romanan saja. Praktis acara
pada saat itu hanya jalan-jalan ke Mall dan makan di ‘food court’.Di tengah
rasa bete itu aku coba menghibur diri dengan mencuri-curi pandang pada Mbak
Indah, baik pada saat makan ataupun jalan. Mbak Indah, adalah kakak sulung
Sarah yang kuliah di salah satu perguruan tinggi terkenal di kota ‘Y’. Dia
pulang setiap 2 minggu atau sebulan sekali. Sama sepertiku, hanya beda level.
Kalau Mbak Indah kuliah di ibukota propinsi dan mudik ke kotamadya, sedang aku
sekolah di kotamadya mudiknya ke kota kecamatan.Wajah Mbak Indah sendiri hanya
masuk kategori lumayan. Agak jauh dibandingkan Sarah. Kuperhatikan wajah Mbak
Indah mirip ayahnya sedang Sarah mirip ibunya. Hanya Mbak Indah ini lumayan
tinggi, tidak seperti Sarah yang pendek, meski sama-sama agak gemuk.Kuperhatikan
daya tarik seksual Mbak Indah ada pada toketnya. Lumayan gede dan kelihatan
menantang kalau dilihat dari samping, sehingga rasa-rasanya ingin tanganku
menyusup ke balik T-Shirtnya yang longgar itu. Aku jadi ingat Nita. Ah,
seandainya tidak aku tidak ke rumah Sarah, pasti aku sudah melayang bareng
Nita.
Saat Sarah ke toilet, Mbak
Indah mendekatiku.“Heh, awas kamu jangan macem-macem sama Sarah!” katanya
tiba-tiba sambil memandang tajam padaku.“Maksud Mbak, apa?” aku
bertanya tidak mengerti.“Sarah itu anak lugu, tapi kamu jangan sekali-kali
manfaatin keluguan dia!” katanya lagi.“Ini ada apa sih Mbak?” aku makin
bingung.“Alah, pura-pura. Dari wajahmu itu kelihatan kalau kamu dari tadi
bete,” aku hanya diamsambil merasa heran karena apa yang dikatakan Mbak
Indah itu betul.“Kamu bete, karena malem ini kamu nggak bisa ngapa-ngapain sama
Sarah, ya kan?” aku hanya tersenyum, Mbak Indah yang tadinya tutur katanya
halus dan ramah berubah seperti itu.“Eh, malah senyam-senyum,”
hardiknya sambil melotot.“Memang nggak boleh senyum. Abisnya Mbak
Indah ini lucu,” kataku.“Lucu kepalamu,” Mbak Indah sewot.“Ya luculah. Kukira
Mbak Indah ini lembut kayak Sarah, ternyata galak juga!” Aku tersenyum
menggodanya.“Ih, senyam-senyum mlulu. Senyummu itu senyum mesum tahu, kayak
matamu itu juga mata mesum!” Mbak Indah makin naik, wajahnya sedikit
memerah.“Mbak cakep deh kalau marah-marah,” makin Mbak Indah marah, makin
menjadi pula aku menggodanya.“Denger ya, aku nggak lagi bercanda. Kalau kamu
berani macem-macem sama adikku, aku bisa bunuh kamu!” kali ini Mbak Indah
nampak benar-benar marah.Akhirnya kusudahi juga menggodanya melihat Mbak Indah
seperti itu, apalagi pengunjung mall yang lain kadang-kadang menoleh pada kami.
Kuceritakan sedikit tentang hubunganku dengan Sarah selama ini, sampai pada
acara ‘apel’ pada saat itu.“Kalau soal pengin ngapa-ngapain, yah, itu sih
awalnya memang ada. Tapi, sekarang udah lenyap. Sarah sepertinya bukan cewek
yang tepat untuk diajak ngapa-ngapain, dia mah penginnya roman-romanan aja,”
kataku mengakhiri penjelasanku.“Kamu ini ngomongnya terlalu terus-terang ya?”
Nada Mbak Indah sudah mulai normal kembali.“Ya buat apa ngomong mbulet. Bagiku
sih lebih baik begitu,” kataku lagi.“Tapi .. kenapa tadi sama aku kamu
beraninya lirak-lirik aja. Nggak berani terus-terang mandang langsung?”Aku
berpikir sejenak mencerna maksud pertanyaan Mbak Indah itu. Akhirnya aku
mengerti, rupanya Mbak Indah tahu kalau aku diam-diam sering memperhatikan dia.
“Yah .. masak jalan sama
adiknya, Mbak-nya mau diembat juga,” kataku sambil garuk-garuk
kepala.Setelah itu Sarah muncul dan dilanjutkan acara belanja di dept. store di
mall itu. Selama menemani kakak beradik itu, aku mulai sering mendekati Mbak
Indah jika kulihat Sarah sibuk memilih-milih pakaian. Aku mulai lancar menggoda
Mbak Indah.Hampir jam 10 malam kami baru keluar dari mall. Lumayan pegal-pegal
kaki ini menemani dua cewek jalan-jalan dan belanja. Sebelum keluar dari mall
Mbak Indah sempat memberiku sobekan kertas, tentu saja tanpa sepengetahuan
Sarah.“Baca di rumah,” bisiknya.***Aku lega melihat Mbak Indah datang ke
counter bus PATAS AC seperti yang diberitahukannya lewat sobekan
kertas. Kulirik arloji menunjukkan jam setengah 9, berarti Mbak Indah terlambat
setengah jam.“Sori terlambat. Mesti ngrayu Papa-Mama dulu, sebelum dikasih
balik pagi-pagi,” Mbak Indah langsung ngerocos sambil meletakkan
hand-bag-nya di kursi di sampingku yang kebetulan kosong. Sementara aku tak
berkedip memandanginya. Mbak Indah nampak sangat feminin dalam kulot
hitam, blouse warna krem, dan kaos yang juga berwarna hitam. Tahu aku
pandangi, Mbak Indah memencet hidungku sambil ngomel-ngomel kecil,
dan kami pun tertawa.
Hanya sekitar sepuluh menit
kami menunggu, sebelum bus berangkat.Dalam perjalanan di bus, aku tak tahan
melihat Mbak Indah yang merem sambil bersandar. Tanganku pun mulai mengelu-elus
tangannya. Mbak Indah membuka mata, kemudian bangun dari sandarannya dan
mendekatkan kepalanya padaku.“Gimana, Mbaknya mau di-embat juga?” ledeknya
sambil berbisik.“Kan lain jurusan,” aku membela diri. “Adik-nya jurusan
roman-romanan, Mbak-nya jurusan … “ Aku tidak melanjutkan kata-kataku, tangan
Mbak Indah sudah lebih dulu memencet hidungku. Selebihnya kami lebih banyak
diam sambil tiduran selama perjalanan.***Yang disebut kamar kos oleh Mbak Indah
ternyata sebuah faviliun. Faviliun yang ditinggali Mbak Indah kecil tapi nampak
lux, didukung lingkungannya yang juga perumahan mewah.“Kok bengong, ayo masuk,”
Mbak Indah mencubit lenganku. “Peraturan di sini cuman satu, dilarang
mengganggu tetangga. Jadi, cuek adalah cara paling baik.”Aku langsung
merebahkan tubuhku di karpet ruang depan, sementara setelah meletakkan
hand-bag-nya di dekat kakiku, Mbak Indah langsung menuju kulkas yang sepertinya
terus on.“Nih, minum dulu, habis itu mandi,” kata Mbak Indah sambil menuangkan
air dingin ke dalam gelas.“Kan tadi udah mandi Mbak,” kataku.“Ih, jorok. Males
aku deket-deket orang jorok,” Mbak Indah tampak cemberut. “Kalau gitu, aku
duluan mandi,” katanya sambil menyambar hand-bag dan menuju kamar. Aku lihat
Mbak Indah tidak masuk kamar, tapi hanya membuka pintu dan memasukkan
hand-bag-nya. Setelah itu dia berjalan ke belakang ke arah kamar mandi.“Mbak,”
Mbak Indah berhenti dan menoleh mendengar panggilanku.
“Aku mau mandi, tapi bareng
ya?”“Ih, maunya .. “ Mbak Indah menjawab sambil tersenyum. Melihat itu aku
langsung bangkit dan berlari ke arah Mbak Indah. Langsung kupeluk dia dari
belakang tepat di depan pintu kamar mandi. Kusibakkan rambutnya, kuciumi leher
belakangnya, sambil tangan kiriku mengusap-usap pinggulnya yang masih
terbungkus kulot. Terdengar desahan Mbak Indah, sebelum dia memutar badan
menghadapku. Kedua tangannya dilingkarkan ke leherku.“Katanya mau mandi?”
setelah berkata itu, lagi-lagi hidungku jadi sasaran, dipencet dan ditariknya
sehingga terasa agak panas. Setelah itu diangkatnya kaosku, dilepaskannya
sehingga aku bertelanjang dada. Kemudian tangannya langsung membuka kancing dan
retsluiting jeans-ku. Lumayan cekatan Mbak Indah melakukannya, sepertinya sudah
terbiasa. Seterusnya aku sendiri yang melakukannya sampai aku sempurna
telanjang bulat di depan Mbak Indah.“Ih, nakal,” kata Mbak Indah sambil
menyentil rudalku yang terayun-ayun akibat baru tegang
separo.“Sakit Mbak,” aku meringis.“Biarin,” kata Mbak Indah yang diteruskan
dengan melepas blouse-nya kemudian kaos hitamnya, sehingga bagian atasnya
tinggal BH warna hitam yang masih dipakainya. Aku tak berkedip memandangi
sepasang toket Mbak Indah yang masih tertutup BH, dan Mbak Indah tidak
melanjutkan melepas pakainnya semua sambil tersenyum menggoda padaku.Birahi
benar-benar sudah tak bisa kutahan. Langsung kuraih dan naikkan BH-nya,
sehingga sepasang toket-nya yang besar itu terlepas.“Ih, pelan-pelan. Kalau
BH-ku rusak, emangnya kamu mau ganti,” lagi-lagi hidungku jadi sasaran. Tapi
aku sudah tidak peduli.
Sambil memeluknya mulutku
langsung mengulum tokenya yang sebelah kanan.Mbak Indah tidak berhenti mendesah
sambil tangannya mengusap-usap rambutku. Aku makin bersemangat saja, mulutku
makin rajin menggarap toketnya sebelah kanan dan kiri bergantian. Kukulum,
kumainkan dengan lidah dan kadang kugigit kecil. Akibat seranganku yang makin
intens itu Mbak Indah mulai menjerit-jerit kecil di sela-sela
desahannya.Beberapa menit kulakukan aksi yang sangat dinikmati Mbak Indah itu,
sebelum akhirnya dia mendorong kepalaku agar terlepas dari toketnya. Mbak Indah
kemudian melepas BH, kulot dan CD-nya yang juga berwarna hitam. Sementara
bibirnya nampak setengah terbuka sambil mendesi lirih dan matanya sudah mulai
sayu, pertanda sudah horny berat.Belum
sempat mataku menikmati tubuhnya yang sudah telanjang bulat,
tangan kananya sudah menggenggam rudalku. Kemudian Mbak Indah berjalan mundur
masuk kamar mandi sementara rudalku ditariknya. Aku meringis menahan rasa
sakit, sekaligus pengin tertawa melihat kelakuan Mbak Indah itu.Mbak Indah
langsung menutup pintu kamar mandi setelah kami sampai di dalam, yang
diteruskan dengan menghidupkan shower.
Diteruskannya dengan menarik
dan memelukku tepat di bawah siraman air dari shower. Dan …“mmmmhhhh …. “
bibirnya sudah menyerbu bibirku dan melumatnya. Kuimbangi dengan aksi serupa.
Seterusnya, siraman air shower mengguyur kepala, bibir bertemu bibir, lidah
saling mengait, tubuh bagian depan menempel ketat dan sesekali saling
menggesek, kedua tangan mengusap-usap bagian belakang tubuh pasangan,
“Aaaaaahhh,” nikmat luar biasa.Tak ingat berapa lama kami melakukan aksi
seperti itu, kami melanjutkannya dalam posisi duduk, tak ingat persis siapa
yang mulai. Aku duduk bersandar pada dinding kamar mandi, kali ku luruskan,
sementar Mbak Indah duduk di atas pahaku, lututnya menyentuh lantai kamar
mandi. Kemudian kurasakan Mbak Indah melepaskan bibirnya dari bibirku, pelahan
menyusur ke bawah. Berhenti di leherku, lidahnya beraksi menjilati leherku,
berpindah-pindah. Setelah itu, dilanjutkan ke bawah lagi, berhenti di dadaku.
Sebelah kanan-kiri, tengah jadi sasaran lidah dan bibirnya. Kemudian turun lagi
ke bawah, ke perut, berhenti di pusar. Tangannya menggenggam rudalku, didorong
sedikit ke samping dengan lembut, sementara lidahnya terus mempermainkan
pusarku.
Puas di situ, turun lagi, dan
bijiku sekarang yang jadi sasaran. Sementara lidahnya beraksi di sana, tangan
kanannya mengusap-usap kepala rudalku dengan lembut. Aku sampai berkelojotan
sambil mengerang-erang menikmati aksi Mbak Indah yang seperti itu.Pelahan-lahan
bibirnya merayap naik menyusuri batang rudalku, dan berhenti di bagian kepala,
sementara tangannya ganti menggenggam bagian batang. Kepala rudalku dikulumnya,
dijilati, berpindah dan berputar-putar, sehingga tak satu bagianpun yang terlewat.
Beberapa saat kemudian, kutekan kepala Mbak Indah ke bawah, sehingga bagian
batanku pun masuk 2/3 ke mulutnya. Digerakkannya kepalanya naik turun
pelahan-lahan, berkali-kali. Kadang-kadang aksinya berhenti sejenak di bagian
kepala, dijilati lagi, kemudian diteruskan naik turun lagi. Pertahananku nyaris
jebol, tapi aku belum mau terjadi saat itu. Kutahan kepalanya, kuangkat pelan,
tapi Mbak Indah seperti melawan. Hal itu terjadi beberapa kali, sampai akhirnya
aku berhasil mengangkat kepalanya dan melepas rudalku dari mulutnya.Kuangkat
kepala Mbak Indah, sementara matanya terpejam. Kudekatkan, dan kukulum lembut
bibirnya. Pelan-pelan kurebahkan Mbak Indah yang masih memejamkan mata sambil
mendesis itu ke lantai kamar mandi. Kutindih sambil mulutku melahap kedua
toketnya, sementara tanganku meremasnya bergantian.
Erangannya, desahannya,
jeritan-jeritan kecilnya bersahut-sahutan di tengah gemericik siraman air
shower. Kuturunkan lagi mulutku, berhenti di gundukan yang ditumbuhi bulu
lebat, namun tercukur dan tertata rapi. Beberapa kali kugigit pelan bulu-bulu
itu, sehingga pemiliknya menggelinjang ke kanan kiri. Kemudian kupisahkan kedua
pahanya yang putih,besar dan empuk itu. Kubuka lebar-lebar. Kudaratkan bibirku
di bibir memeknya, kukecup pelan. Kujulurkan lidahku, kutusuk-tusukan pelan ke
daging menonjol di antar belahan memek Mbak Indah. Pantat Mbak Indah mulai
bergoyang-goyang pelahan, sementara tangannya menjambak atau lebih tepatnya
meremas rambutku, karena jambakannya lembut dan tidak menyakitkan. Kumasukkan
jari tengahku ku lubang memeknya, ku keluar masukkan dengan pelan.
Desisan Mbak Indah makin
panjang, dan sempat ku lirik matanya masih terpejam. Kupercepat gerakan jariku
di dalam lubang memeknya, tapi tangannya langsung meraih tanganku yang sedang
beraksi itu dan menahannya. Kupelankan lagi, dan Mbak melepas tangannya dari
tanganku. Setiap kupercepat lagi, tangan Mbak Indah meraih tanganku lagi,
sehingga akhirnya aku mengerti dia hanya mau jariku bergerak pelahan di dalam
memeknya.Beberapa menit kemudian, kurasakan Mbak Indah mengangkat kepalaku
menjauhkan dari memeknya. Mbak Indah membuka mata dan memberi isyarat padaku
agar duduk bersandar di dinding kamar mandi. Seterusnya merayap ke atasku,
mengangkang tepat di depanku. Tangannya meraih rudalku, diarahkan dan
dimasukkan ke dalam lubang memeknya.“Oooooooooooohh ,” Mbak Indah melenguh
panjang dan matanya kembali terpejam saat rudalku masuk seluruhnya ke dalam
memeknya.
Mbak Indah mulai bergerak
naik-turun pelahan sambil sesekali pinggulnya membuat gerakan memutar. Aku
tidak sabar menghadapi aksi Mbak Indah yang menurutku terlalu pelahan itu,
mulai kusodok-sodokkan rudalku dari bawah dengan cukup cepat. Mbak Indah
menghentikan gerakannya, tangannya menekan dadaku cukup kuat sambil kepala
menggeleng, seperti melarangku melakukan aksi sodok itu. Hal itu terjadi
beberapa kali, yang sebenarnya membuatku agak kecewa, sampai akhirnya Mbak
Indah membuka matanya, tangannya mengusap kedua mataku seperti menyuruhkan
memejamkan mata. Aku menurut dan memejamkan mataku.Setelah beberapa saat aku
memejamkan mata, aku mulai bisa memperhatikan dengan telingaku apa yang dari
tadi tidak kuperhatikan, aku mulai bisa merasakan apa yang dari tadi tidak
kurasakan. Desahan dan erangan Mbak Indah ternyata sangat teratur dan serasi
dengan gerakan pantatnya,sehingga suara dari mulutnya, suara alat kelamin kami
yang menyatu dan suara siraman air shower seperti sebuah harmoni yang begitu
indah. Dalam keterpejaman mata itu, aku seperti melayang-layang dan
sekelilingku terasa begitu indah, seperti nama wanita yang sedang menyatu
denganku. Kenikmatan yang kurasakan pun terasa lain, bukan kenikmatan luar
biasa yang menhentak-hentak, tapi kenikmatan yang sedikit-sedikit, seperti
mengalir pelahan di seluruh syarafku, dan mengendap sampai ke ulu
hatiku.Beberapa menit kemudian gerakan Mbak Indah berhenti pas saat rudalku
amblas seluruhnya. Ada sekitar 5 detik dia diam saja dalam posisi seperti itu.
Kemudian kedua tangannya meraih kedua tanganku sambil melontarkan kepalanya ke
belakang. Kubuka mataku, kupegang kuat-kuat kedua telapak tangannya dan kutahan
agar Mbak Indah tidak jatuh ke belakang. Setelah itu pantatnya membuat gerakan
ke kanan-kiri dan terasa menekan-nekan rudal dan pantatku.“Aaa .. aaaaaa …
aaaaaaaaaaaaahhhhhhhhhhhhhh,” desahan dan jeritan kecil Mbak
Indah itu disertai kepala dan tubuhnya yang bergerak ke depan. Mbak Indah
menjatuhkan diri padaku seperti menubruk, tangannya memeluk tubukku, sedang
kepalanya bersandar di bahu kiriku.
Ku balas memeluknya dan
kubelai-belai Mbak Indah yang baru saja menikmati orgasmenya. Sebuah cara
orgasme yang eksotik dan artistik.Setelah puas meresapi kenikmatan yang baru
diraihnya, Mbak Indah mengangkat kepala dan membuka matanya. Dia tersenyum yang
diteruskan mencium bibirku dengan lembut. Belum sempat aku membalas ciumannya,
Mbak Indah sudah bangkit dan bergeser ke samping. Segera kubimbing dia agar
rebahan dan telentang di lantai kamar mandi. Mbak Indah mengikuti kemauanku
sambil terus menatapku dengan senyum yang tidak pernah lepas dari bibirnya.
Kemudian kuarahkan rudalku yang rasanya seperti empot-empotkan ke lubang
memeknya, kumasukkan seluruhnya. Setelah amblas semuanya Mbak Indah memelekku
sambil berbisik pelan.“Jangan di dalam ya sayang, aku belum minum obat,” aku
mengangguk pelan mengerti maksudnya. Setelah itu mulai kugoyang-goyang pantatku
pelan-pelan sambil kupejamkan mata. Aku ingin merasakan kembali kenikmatan yang
sedikit-sedikit tapi meresap sampai ke ulu hati seperti sebelumnya. Tapi aku
gagal, meski beberapa lama mencoba.
Akhirnya aku membuat gerakan
seperti biasa, seperti yang biasa kulakukan pada tante Ani atau Nita. Bergerak
maju mundur dari pelan dan makin lama makin cepat.“Aaaah… Hoooohh,” aku hampir
pada puncak, dan Mbak Indah cukup cekatan. Didorongnya tubuhku sehingga rudalku
terlepas dari memeknya. Rupanya dia tahu tidak mampu mengontrol diriku dan lupa
pada pesannya. Seterusnya tangannya meraih rudalku sambil setengah bangun.
Dikocok-kocoknya dengan gengaman yang cukup kuat, seterusnya aku bergeser ke
depan sehingga rudalku tepat berada di atas perut Mbak Indah.“Aaaaaaaah …
aaaaaaahhh … crottt… crotttt ..,” beberapa kali spermaku muncrat membasahi
dada dan perut Mbak Indah. Aku merebahku tubuhku yang terasa lemas di samping
Mbak Indah, sambil memandanginya yang asyik mengusap meratakan spermaku di
tubuhnya.“Hampir lupa ya?” lagi-lagi hidungku jadi sasarannya waktu Mbak Indah
mengucapkan kata-kata itu.***Selama di bus dalam perjalanan pulang aku
memejamkan mata sambil mengingat-ingat pengalaman yang baru saja ku dapat dari
Mbak Indah. Saat di kamar mandi, dan saat mengulangi sekali lagi di kamarnya.
Seorang wanita dengan gaya bersetubuh yang begitu lembut dan penuh
perasaan.“Kalau sekedar mengejar kepuasan nafsu, itu gampang. Tapi aku mau
lebih. Aku mau kepuasan nafsuku selaras dengan kepuasan yang terasa di
jiwaku.”Kepuasan yang terasa di jiwa, itulah hal yang kudapat dari Mbak Indah
dan hanya dari Mbak Indah, karena kelak setelah gonta-ganti pasangan, tetap
saja belum pernah kudapatkan kenikmatan seperti yang kudapatkan dari Mbak
Indah. Kepuasan dan kenikmatan yang masih terasa dalam jangka waktu yang cukup
lama meskipun persetubuhan berakhir.“Ingat ya, jangan pernah sekali-kali kamu
lakukan sama Sarah. Kalau sampai kamu lakukan, aku tidak akan pernah memaafkan
kamu!” Aku terbangun, rupanya dalam tidurku aku bermimpi Mbak Indah
memperingatkanku tentang Sarah, adiknya. Dan bus pun sudah mulai masuk
terminal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar