>>> SINGAPOREPOOLS <<<
ANGKA MAIN : 6 8 0 1
Top 2D : 06 18 20 31 46
Cadangan 2D : 56 68 70 81 96
TOP SHIO : Monyet Anjing Tikus
COLOK BEBAS : 0 1 6
AS : 3 4 5
KOP : 7 8 9
KEPALA : Kecil / Ganjil
EKOR : Kecil / Ganjil
Namaku Karina, usiaku 17 tahun
dan aku adalah anak kedua dari pasangan Menado-Sunda. Kulitku putih, tinggi
sekitar 168 cm dan berat 50 kg. Rambutku panjang sebahu dan ukuran dada 36B.
Dalam keluargaku, semua wanitanya rata-rata berbadan seperti aku, sehingga
tidak seperti gadis-gadis lain yang mendambakan tubuh yang indah sampai rela
berdiet ketat. Di keluarga kami justru makan apapun tetap segini-segini saja.
Suatu sore dalam perjalanan
pulang sehabis latihan cheers di sekolah, aku disuruh ayah mengantarkan
surat-surat penting ke rumah temannya yang biasa dipanggil Om Robert. Kebetulan
rumahnya memang melewati rumah kami karena letaknya di kompleks yang sama di
perumahan elit selatan Jakarta.
Om Robert ini walau usianya sudah
di akhir kepala 4, namun wajah dan gayanya masih seperti anak muda. Dari dulu
diam-diam aku sedikit naksir padanya. Habis selain ganteng dan rambutnya
sedikit beruban, badannya juga tinggi tegap dan hobinya berenang serta tenis.
Ayah kenal dengannya sejak semasa kuliah dulu, oleh sebab itu kami lumayan
dekat dengan keluarganya.
Kedua anaknya sedang kuliah di
Amerika, sedang istrinya aktif di kegiatan sosial dan sering pergi ke
pesta-pesta. Ibu sering diajak oleh si Tante Mela, istri Om Robert ini, namun
ibu selalu menolak karena dia lebih senang di rumah.
Dengan diantar supir, aku sampai
juga di rumahnya Om Robert yang dari luar terlihat sederhana namun di dalam ada
kolam renang dan kebun yang luas. Sejak kecil aku sudah sering ke sini, namun
baru kali ini aku datang sendiri tanpa ayah atau ibuku. Masih dengan seragam
cheers-ku yang terdiri dari rok lipit warna biru yang panjangnya belasan centi
diatas paha, dan kaos ketat tanpa lengan warna putih, aku memencet bel pintu
rumahnya sambil membawa amplop besar titipan ayahku.
Ayah memang sedang ada bisnis
dengan Om Robert yang pengusaha kayu, maka akhir-akhir ini mereka giat saling
mengontak satu sama lain. Karena ayah ada rapat yang tidak dapat ditunda, maka
suratnya tidak dapat dia berikan sendiri.
Seorang pembantu wanita yang
sudah lumayan tua keluar dari dalam dan membukakan pintu untukku. Sementara itu
kusuruh supirku menungguku di luar.
Ketika memasuki ruang tamu, si
pembantu berkata, “Tuan sedang berenang, Non. Tunggu saja di sini biar saya
beritahu Tuan kalau Non sudah datang.”
“Makasih, Bi.” jawabku sambil
duduk di sofa yang empuk.
Sudah 10 menit lebih menunggu, si
bibi tidak muncul-muncul juga, begitu pula dengan Om Robert. Karena bosan, aku
jalan-jalan dan sampai di pintu yang ternyata menghubungkan rumah itu dengan
halaman belakang dan kolam renangnya yang lumayan besar. Kubuka pintunya dan di
tepi kolam kulihat Om Robert yang sedang berdiri dan mengeringkan tubuh dengan
handuk.
“Ooh..” pekikku dalam hati demi
melihat tubuh atletisnya terutama bulu-bulu dadanya yang lebat, dan tonjolan di
antara kedua pahanya.
Wajahku agak memerah karena
mendadak aku jadi horny, dan payudaraku terasa gatal. Om Robert menoleh dan
melihatku berdiri terpaku dengan tatapan tolol, dia pun tertawa dan memanggilku
untuk menghampirinya.
“Halo Karin, apa kabar kamu..?”
sapa Om Robert hangat sambil memberikan sun di pipiku.
Aku pun balas sun dia walau
kagok, “Oh, baik Om. Om sendiri apa kabar..?”
“Om baik-baik aja. Kamu baru
pulang dari sekolah yah..?” tanya Om Robert sambil memandangku dari atas sampai
ke bawah.
Tatapannya berhenti sebentar di
dadaku yang membusung terbungkus kaos ketat, sedangkan aku sendiri hanya dapat
tersenyum melihat tonjolan di celana renang Om Robert yang ketat itu mengeras.
“Iya Om, baru latihan cheers.
Tante Mella mana Om..?” ujarku basa-basi.
“Tante Mella lagi ke Bali sama
teman-temannya. Om ditinggal sendirian nih.” balas Om Robert sambil memasang
kimono di tubuhnya.
“Ooh..” jawabku dengan nada
sedikit kecewa karena tidak dapat melihat tubuh atletis Om Robert dengan
leluasa lagi.
“Ke dapur yuk..!”
“Kamu mau minum apa Rin..?” tanya
Om Robert ketika kami sampai di dapur.
“Air putih aja Om, biar awet
muda.” jawabku asal.
Sambil menunggu Om Robert
menuangkan air dingin ke gelas, aku pindah duduk ke atas meja di tengah-tengah
dapurnya yang luas karena tidak ada bangku di dapurnya.
“Duduk di sini boleh yah Om..?”
tanyaku sambil menyilangkan kaki kananku dan membiarkan paha putihku makin
tinggi terlihat.
“Boleh kok Rin.” kata Om Robert
sambil mendekatiku dengan membawa gelas berisi air dingin.
Namun entah karena pandangannya
terpaku pada cara dudukku yang menggoda itu atau memang beneran tidak sengaja,
kakinya tersandung ujung keset yang berada di lantai dan Om Robert pun limbung
ke depan hingga menumpahkan isi gelas tadi ke baju dan rokku.
“Aaah..!” pekikku kaget, sedang
kedua tangan Om Robert langsung menggapai pahaku untuk menahan tubuhnya agar
tidak jatuh.
“Aduh.., begimana sih..? Om nggak
sengaja Rin. Maaf yah, baju kamu jadi basah semua tuh. Dingin nggak airnya
tadi..?” tanya Om Robert sambil buru-buru mengambil lap dan menyeka rok dan
kaosku.
Aku yang masih terkejut hanya
diam mengamati tangan Om Robert yang berada di atas dadaku dan matanya yang
nampak berkonsentrasi menyeka kaosku. Putingku tercetak semakin jelas di balik
kaosku yang basah dan hembusan napasku yang memburu menerpa wajah Om Robert.
“Om.. udah Om..!” kataku lirih.
Dia pun menoleh ke atas memandang
wajahku dan bukannya menjauh malah meletakkan kain lap tadi di sampingku dan
mendekatkan kembali wajahnya ke wajahku dan tersenyum sambil mengelus rambutku.
“Kamu cantik, Karin..” ujarnya
lembut.
Aku jadi tertunduk malu tapi
tangannya mengangkat daguku dan malahan menciumku tepat di bibir. Aku refleks
memejamkan mata dan Om Robert kembali menciumku tapi sekarang lidahnya mencoba
mendesak masuk ke dalam mulutku. Aku ingin menolak rasanya, tapi dorongan dari
dalam tidak dapat berbohong. Aku balas melumat bibirnya dan tanganku meraih
pundak Om Robert, sedang tangannya sendiri meraba-raba pahaku dari dalam rokku
yang makin terangkat hingga terlihat jelas celana dalam dan selangkanganku.
Ciumannya makin buas, dan kini Om
Robert turun ke leher dan menciumku di sana. Sambil berciuman, tanganku meraih
pengikat kimono Om Robert dan membukanya. Tanganku menelusuri dadanya yang
bidang dan bulu-bulunya yang lebat, kemudian mengecupnya lembut. Sementara itu
tangan Om Robert juga tidak mau kalah bergerak mengelus celana dalamku dari
luar, kemudian ke atas lagi dan meremas payudaraku yang sudah gatal sedari
tadi.
Aku melenguh agak keras dan Om
Robert pun makin giat meremas-remas dadaku yang montok itu. Perlahan dia
melepaskan ciumannya dan aku membiarkan dia melepas kaosku dari atas. Kini aku
duduk hanya mengenakan bra hitam dan rok cheersku itu. Om Robert memandangku
tidak berkedip. Kemudian dia bergerak cepat melumat kembali bibirku dan sambil
french kissing, tangannya melepas kaitan bra-ku dari belakang dengan tangannya
yang cekatan.
Kini dadaku benar-benar telanjang
bulat. Aku masih merasa aneh karena baru kali ini aku telanjang dada di depan
pria yang bukan pacarku. Om Robert mulai meremas kedua payudaraku bergantian
dan aku memilih untuk memejamkan mata dan menikmati saja. Tiba-tiba aku merasa
putingku yang sudah tegang akibat nafsu itu menjadi basah, dan ternyata Om
Robert sedang asyik menjilatnya dengan lidahnya yang panjang dan tebal. Uh..,
jago sekali dia melumat, mencium, menarik-narik dan menghisap-hisap puting kiri
dan kananku.
Tanpa kusadari, aku pun
mengeluarkan erangan yang lumayan keras, dan itu malah semakin membuat Om
Robert bernafsu.
“Oom.. aah.. aah..!”
“Rin, kamu kok seksi banget
sih..? Om suka banget sama badan kamu, bagus banget. Apalagi ini..” godanya
sambil memelintir putingku yang makin mencuat dan tegang.
“Ahh.., Om.. gelii..!” balasku
manja.
“Sshh.. jangan panggil ‘Om’,
sekarang panggil ‘Robert’ aja ya, Rin. Kamu kan udah gede..” ujarnya.
“Iya deh, Om.” jawabku nakal dan
Om Robert pun sengaja memelintir kedua putingku lebih keras lagi.
“Eeeh..! Om.. eh Robert.. geli
aah..!” kataku sambil sedikit cemberut namun dia tidak menjawab malahan mencium
bibirku mesra.
Entah kapan tepatnya, Om Robert
berhasil meloloskan rok dan celana dalam hitamku, yang pasti tahu-tahu aku
sudah telanjang bulat di atas meja dapur itu dan Om Robert sendiri sudah
melepas celana renangnya, hanya tinggal memakai kimononya saja. Kini Om Robert
membungkuk dan jilatannya pindah ke selangkanganku yang sengaja kubuka
selebar-lebarnya agar dia dapat melihat isi vaginaku yang merekah dan berwarna
merah muda.
Kemudian lidah yang hangat dan
basah itu pun pindah ke atas dan mulai mengerjai klitorisku dari atas ke bawah
dan begitu terus berulang-ulang hingga aku mengerang tidak tertahan.
“Aeeh.. uuh.. Rob.. aawh..
ehh..!”
Aku hanya dapat mengelus dan
menjambak rambut Om Robert dengan tangan kananku, sedang tangan kiriku berusaha
berpegang pada atas meja untuk menopang tubuhku agar tidak jatuh ke depan atau
ke belakang.
Badanku terasa mengejang serta
cairan vaginaku terasa mulai meleleh keluar dan Om Robert pun menjilatinya
dengan cepat sampai vaginaku terasa kering kembali. Badanku kemudian direbahkan
di atas meja dan dibiarkannya kakiku menjuntai ke bawah, sedang Om Robert
melebarkan kedua kakinya dan siap-siap memasukkan penisnya yang besar dan sudah
tegang dari tadi ke dalam vaginaku yang juga sudah tidak sabar ingin dimasuki
olehnya.
Perlahan Om Robert mendorong
penisnya ke dalam vaginaku yang sempit dan penisnya mulai menggosok-gosok
dinding vaginaku. Rasanya benar-benar nikmat, geli, dan entah apa lagi,
pokoknya aku hanya memejamkan mata dan menikmati semuanya.
“Aawww.. gede banget sih Rob..!”
ujarku karena dari tadi Om Robert belum berhasil juga memasukkan seluruh
penisnya ke dalam vaginaku itu.
“Iyah.., tahan sebentar yah
Sayang, vagina kamu juga sempitnya.. ampun deh..!”
Aku tersenyum sambil menahan
gejolak nafsu yang sudah menggebu.
Akhirnya setelah lima kali lebih
mencoba masuk, penis Om Robert berhasil masuk seluruhnya ke dalam vaginaku dan
pinggulnya pun mulai bergerak maju mundur. Makin lama gerakannya makin cepat
dan terdengar Om Robert mengerang keenakan.
“Ah Rin.. enak Rin.. aduuh..!”
“Iii.. iyaa.. Om.. enakk..
ngentott.. Om.. teruss.. eehh..!” balasku sambil merem melek keenakan.
Om Robert tersenyum mendengarku
yang mulai meracau ngomongnya. Memang kalau sudah begini biasanya keluar
kata-kata kasar dari mulutku dan ternyata itu membuat Om Robert semakin nafsu
saja.
“Awwh.. awwh.. aah..!” orgasmeku
mulai lagi.
Tidak lama kemudian badanku
diperosotkan ke bawah dari atas meja dan diputar menghadap ke depan meja,
membelakangi Om Robert yang masih berdiri tanpa mencabut penisnya dari dalam
vaginaku. Diputar begitu rasanya cairanku menetes ke sela-sela paha kami dan
gesekannya benar-benar nikmat.
Kini posisiku membelakangi Om
Robert dan dia pun mulai menggenjot lagi dengan gaya doggie style. Badanku
membungkuk ke depan, kedua payudara montokku menggantung bebas dan ikut
berayun-ayun setiap kali pinggul Om Robert maju mundur. Aku pun ikut
memutar-mutar pinggul dan pantatku. Om Robert mempercepat gerakannya sambil
sesekali meremas gemas pantatku yang semok dan putih itu, kemudian berpindah ke
depan dan mencari putingku yang sudah sangat tegang dari tadi.
“Awwh.. lebih keras Om..
pentilnya.. puterr..!” rintihku dan Om Robert serta merta meremas putingku
lebih keras lagi dan tangan satunya bergerak mencari klitorisku.
Kedua tanganku berpegang pada
ujung meja dan kepalaku menoleh ke belakang melihat Om Robert yang sedang merem
melek keenakan. Gila rasanya tubuhku banjir keringat dan nikmatnya tangan Om
Robert di mana-mana yang menggerayangi tubuhku.
Putingku diputar-putar makin
keras sambil sesekali payudaraku diremas kuat. Klitorisku digosok-gosok makin
gila, dan hentakan penisnya keluar masuk vaginaku makin cepat. Akhirnya
orgasmeku mulai lagi. Bagai terkena badai, tubuhku mengejang kuat dan lututku
lemas sekali. Begitu juga dengan Om Robert, akhirnya dia ejakulasi juga dan
memuncratkan spermanya di dalam vaginaku yang hangat.
“Aaah.. Riin..!” erangnya.
Om Robert melepaskan penisnya
dari dalam vaginaku dan aku berlutut lemas sambil bersandar di samping meja
dapur dan mengatur napasku. Om Robert duduk di sebelahku dan kami sama-sama
masih terengah-engah setelah pertempuran yang seru tadi.
“Sini Om..! Karin bersihin
sisanya tadi..!” ujarku sambil membungkuk dan menjilati sisa-sisa cairan cinta
tadi di sekitar selangkangan Om Robert.
Om Robert hanya terdiam sambil
mengelus rambutku yang sudah acak-acakan. Setelah bersih, gantian Om Robert
yang menjilati selangkanganku, kemudian dia mengumpulkan pakaian seragamku yang
berceceran di lantai dapur dan mengantarku ke kamar mandi.
Setelah mencuci vaginaku dan
memakai seragamku kembali, aku keluar menemui Om Robert yang ternyata sudah
memakai kaos dan celana kulot, dan kami sama-sama tersenyum.
“Rin, Om minta maaf yah malah
begini jadinya, kamu nggak menyesal kan..?” ujar Om Robert sambil menarik diriku
duduk di pangkuannya.
“Enggak Om, dari dulu Karin emang
senang sama Om, menurut Karin Om itu temen ayah yang paling ganteng dan baik.”
pujiku.
“Makasih ya Sayang, ingat kalau
ada apa-apa jangan segan telpon Om yah..?” balasnya.
“Iya Om, makasih juga yah
permainannya yang tadi, Om jago deh.”
“Iya Rin, kamu juga. Om aja nggak
nyangka kamu bisa muasin Om kayak tadi.”
“He.. he.. he..” aku tersipu
malu.
“Oh iya Om, ini titipannya ayah
hampir lupa.” ujarku sambil buru-buru menyerahkan titipan ayah pada Om Robert.
“Iya, makasih ya Karin sayang..”
jawab Om Robert sambil tangannya meraba pahaku lagi dari dalam rokku.
“Aah.. Om, Karin musti pulang
nih, udah sore.” elakku sambil melepaskan diri dari Om Robert.
Om Robert pun berdiri dan mencium
pipiku lembut, kemudian mengantarku ke mobil dan aku pun pulang.
Di dalam mobil, supirku yang
mungkin heran melihatku tersenyum-senyum sendirian mengingat kejadian tadi pun
bertanya.
“Non, kok lama amat sih nganter
amplop doang..? Ditahan dulu yah Non..?”
Sambil menahan tawa aku pun
berkata, “Iya Pak, dikasih ‘wejangan’ pula..”
Supirku hanya dapat memandangku
dari kaca spion dengan pandangan tidak mengerti dan aku hanya membalasnya
dengan senyuman rahasia. He..he..he..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar