>>> SINGAPOREPOOLS <<<
ANGKA MAIN : 3 6 2 0
Top 2D : 03 16 22 30 43
Cadangan 2D : 53 66 70 82 90
TOP SHIO : Anjing Naga Tikus
COLOK BEBAS : 0 2 3
AS : 2 3 6
KOP : 4 5 7
KEPALA : Kecil / Genap
EKOR : kecil / Ganjil
Perkenalkanlah namaku Galaxy. Aku
adalah seorang teknisi parabola, dan bekerja di sebuah perusahaan swasta yang
bergerak di bidang penjualan antena parabola yang tentu saja membutuhkan
teknisi untuk melayani pemasangan dan perbaikan parabola.
Di perusahaan ini walau bukan
paling senior tetapi aku tergolong paling terampil dan cekatan, hingga jika
pimpinan dapat pekerjaan besar, aku yang jadi andalannya.
Suatu hari aku mendapat tugas
untuk memasang antena parabola di rumah kepala dinas sebuah bank pemerintah.
Dengan dibantu 2 orang asisten yakni Edo dan Salim, aku berangkat ke alamat
tujuan sambil menenteng segala peralatan.
Waktu itu aku diantar sopir
kemudian setelah sampai di tujuan, kami bertiga diturunkan berikut segala
barang dan peralatannya. Di rumah dinas yang terkesan asri karena dipenuhi
pohon mangga, kami diterima oleh satpam yang kemudian setelah mengadakan kontak
lewat intercom diberi ijin masuk.
Seorang wanita muda berumur
sekitar 25 tahun dengan berbusana daster biru malam, sangat kontras dengan
kulitnya yang putih mulus menyambut kami. Sekejap aku terpesona melihat
kecantikan wajahnya, bibir dan hidungnya luar biasa indahnya.
“Selamat pagi, Mbak.., kami yang
mau memasang parabola pesanan bapak kepala”.
“Ohh, iya silakan masuk saja
Mas.., tapi bapak masih dinas, dan kebetulan rumah lagi sepi jadi terserah Mas
saja masangnya”.
Tanpa basa basi lagi aku segera
memerintahkan asistenku untuk segera mulai bekerja, dengan harapan bisa
berkenalan tanpa gangguan, siapa tahu nasibku sedang mujur.
Dari perkenalan, wanita tersebut
bernama Asni dan adalah istri kepala dinas, tepatnya istri kedua, yang duda
karena ditinggal mati.
Semula kuduga dia adalah anaknya,
tapi ternyata ibu dari 2 anak tiri yang umurnya sebayanya. Kedua anak-tirinya
wanita dan cantik-cantik, terlihat dari foto besar yang terpajang di ruang
keluarga.
Sementara kedua asistenku sedang
merakit parabola, aku asyik menerangkan aneka macam seputar parabola, mulai
dari acara siaran sampai cara merawat parabola. Kelihatan Mbak Asni juga
antusias mendengarnya, padahal aku cuma asal bicara agar bisa berlama-lama
dekat dengan Mbak Asni sambil terus membayangkan besarnya payudara yang
mengembung besar di balik dasternya.
Mbak Asni duduk persis di
depanku, hingga waktu aku memberi keterangan sambil membuat tulisan di meja,
dia terpaksa menunduk untuk ikut membacanya, dan karena krah dasternya longgar
sekali maka otomatis semua isi di dalamnya jadi ternganga lebar, jantungku
seketika bergetar-getar tak menentu saat menyaksikannya.
Batang kemaluanku mendadak
beringas laksana torpedo hendak meluncur. Aku tak tahu apa Mbak Asni tahu kalau
aku jadi keterusan nulis-nulis sambil sesekali melirik ke balik dasternya.
Tampaknya dia cuek saja sambil mendengar penjelasanku.
“Diminum dulu Mas.., tehnya,
mumpung masih hangat!”, katanya sambil tersenyum manis setengah menggoda. Akupun
jadi salah tingkah dan mengiyakannya.
Tehnya memang hangat dan segera
menyegarkan otakku kembali. Daripada pusing memikirkan cara untuk menggapai
gunung kembar, aku minta diri untuk mengawasi pekerjaan asisten.
Tak terasa hari telah menjelang
sore ketika pekerjaan selesai. Terlihat Mak Asni tengah bersiap untuk mandi.
Pikiran kotor langsung menyergap, dan tak kuasa aku menolaknya.
Membayangkan kala tangannya
mengusap lembut seluruh tubuhnya, lalu dadanya, lalu perutnya, lalu anunya,
lalu.., wow, Mbak Asni tidak menyadari kalau mataku terus mengikuti langkahnya
menuju kamar mandi. Ketika pintu kamar mandi telah tertutup aku jadi merasa
kehilangan.
Dengan reflek aku memberi kode
dengan jari telunjuk berdiri di depan mulut pada kedua asistenku. Keduanya
malah cengengesan.
Tanpa komando, kami kompak
menggotong sebuah kursi tinggi agar bisa mengintip lewat lubang angin di atas
pintu. Aku langsung saja merebut kesempatan pertama untuk menaiki kursi, dan
karena besarnya lubang angin maka seluruh isi kamar mandi jadi terlihat.
Mbak Asni tampak mulai mengangkat
ujung dasternya ke atas hingga melampaui kepalanya. Tubuhnya tinggal terbalut
celana dalam warna coklat dan BH, itupun tak berlangsung lama, karena segera
dia melucutinya.
Dadaku terasa mau pecah saking
menahan napas. Luar biasa keindahan ciptaan Tuhan yang satu ini. Tetapi aku
terkejut dengan caranya mandi, tanpa diguyur air dia mengolesi seluruh tubuhnya
dengan sabun cair, lalu tangannya meremasi kedua payudaranya dan berputar-putar
di ujungnya. Batang kemaluanku seakan turut merasakan pijitannya jadi membesar.
Dengan posisi berdiri sambil
bersandar tembok, Mbak Asni meneruskan permainannya ke bawah selangkangan,
sementara matanya tertutup rapat, mulutnya menyungging seperti orang kepedasan
cabe. Tak sadar tanganku ikut memijiti batang kemaluanku sendiri.
Sayang kedua asistenkupun minta
giliran jatah tontonan gratis yang aduhai. Merekapun jadi seperti terkena
tegangan tinggi, celana kombornya tak mampu menyembunyikan batang yang mencuat
kencang.
“Ayo, Mass.., masuk saja tak
perlu mengintip begitu, kan nggak baik, pintunya tidak terkunci kok!”,
tiba-tiba terdengar seruan lembut bernada ajakan. Tetapi terus terang
kelembutan itu membuat kami hampir pingsan dan amat sangat mengejutkan. Kami
serentak saling berpandangan kebingungan.
“Maaf yah Mbak.., kami tidak
sengaja kurang ajar”.. Aku menjawab sambil mengambil inisiatif pelan-pelan
memutar handel pintu kamar mandi yang memang benar tidak terkunci. Tetapi
setelah pintu terbuka, kami bertiga seperti patung menyaksikan pemandangan yang
tidak pernah terbayangkan.
Mbak Asni tersenyum manis sekali
dan tanpa canggung melambaikan tangannya agar kami lebih mendekatinya. Wah
tentu saja kami tak perlu mendengar suara ulangan lagi, serempak kami bertiga
mengerubuti sang dewi.
Dengan posisi duduk di atas bak
mandi Mbak Asni menyuruh kami mandi dahulu agar bau keringat kami lenyap. Aku,
Edo, dan Salim segera melepas semua pakaian masing-masing, dan seperti anak
kecil berebutan mandi di bawah siraman shower.
Tanpa rasa malu kami bertiga
telanjang bulat di hadapan Mbak Asni. Batang kemaluan kami sudah pada posisi
maksimal, mengacung-acung keras minta perhatian. Mbak Asnipun kegelian melihat
tingkah kami bertiga.
Lalu Mbak Asni memandikan kami
satu per satu. Batang kemaluanku yang terlihat paling besar, berdenyut-denyut
kala tangan Mbak Asni mengelusinya dengan sabun. Ah, nikmat sekali apalagi
begitu tangannya bergerak maju mundur, segera kuraih gunung impianku yang telah
nyata di depan hidung dan meremasinya sambil mulut kami saling berpagutan.
Sementara Edo dan Salim tidak mau
ketinggalan, mereka memang tim yang kompak. Tangan Edo menggerayangi
selangkangan Mbak Asni yang nyaris tertutup seluruhnya oleh bulu ikal yang
lebat.
Sedang Salim kebagian pekerjaan
menjilati pantat Mbak Asni, kelihatan Mbak Asni keenakan sekali ketika ujung
lidah Salim menjongkel-jongkel lubang anusnya. Tangan Mbak Asnipun dengan adil
bergantian meremas dan mengocok batang kemaluan kami, yang tentu saja membuat
kami semua mengerang kenikmatan.
Mungkin karena kurang leluasa
dengan posisi berdiri, Mbak Asni mengajak kami bertiga segera menyudahi acara
mandi bersama. Dan mengajak pindah lokasi ke kamar tidur. Salim yang anak
keturunan Arab telentang di atas kasur, batangnya yang sangat panjang menegang
ke atas persis seperti orang punya ekor.
Mbak Asni tanpa ragu-ragu segera
mengangkanginya dan menyodorkan vaginanya. Salim kegirangan segera menjilatinya
dengan rakus sampai berbunyi cipak-cipuk. Mbak Asnipun keenakan sambil
menyosor-nyosorkan vaginanya ke mulut Salim agar lidah Salim lebih masuk ke
dalamnya. Tanpak Salim semakin gigih menyedoti cairan vagina Mbak Asni.
Sedang Edo yang tak tahan
menunggu lalu menyodorkan batangnya yang bulat hitam ke mulut Mbak Asni. Mulut
Mbak Asni tampak menganga menyambut kehadirannya. Lidahnya berputar-putar
mengulum batang Edo, lalu memainkannya maju mundur. Terang saja Edo
melenguh-lenguh merasakan kenikmatan yang luar biasa.
Aku tak habis berpikir
menyaksikan istri seorang pejabat terhormat dengan ganas mengerang-erang
menikmati pelayanan kami. Barangkali suaminya memang sudah tua atau impoten,
hingga tidak menyia-nyiakan kehadiran kami.
Padahal menurutku Mbak Asni
cantik sekali, hidungnya mancung, bibirnya agak tebal, sensual sekali. Dan
badannya padat berisi apalagi kala kuremas-remas payudaranya jelas seperti
gadis perawan. Membuatku gemas sekali menyedoti ujung puting susunya. Lidahku
mengais-ngais agak ngawur ke sana ke sini.
Tapi semakin ngawur semakin
membuat Mbak Asni bersemangat mengocok batang Edo dengan mulutnya. Dan akhirnya
Edo tampak kewalahan menahan permainan Mbak Asni. Tangannya mencengkeram kepala
Mbak Asni sambil mendorong ke arah selangkangannya.
Hingga batangnya habis tertelan
mulut Mbak Asni, lalu “Cret.., cret.., crett”, Batang Edo menyemburkan maninya,
Mbak Asnipun tidak merasa jijik atau bagaimana segera menelan habis mani Edo,
sambil lidahnya terus menjilati ujung batang Edo. Karuan saja Edo kegelian dan
terus memuntahkan “lahar” hingga loyo.
Aku segera membalik badan Mbak
Asni lalu kedua kakinya buru-buru kuangkat ke atas. Vaginanya kelihatan terbuka
kemerahan walau dirimbuni bulu yang sangat lebat. Lalu.., “Bless”, sekali
tancap batangku amblas ke dalamnya.
Karena batangku sudah
berdenyut-denyut dari tadi maka seperti orang kesetanan aku mengayunkan
pinggangku maju mundur. Mata Mbak Asni membelalak merasakan kenikmatan yang
tiada taranya.
Dari liang kewanitaannya mengalir
cairan lendir banyak sekali. Akibatnya goyanganku menimbulkan suara gaduh. Mbak
Asni mengerang-erang kala aku menyemburkan air maniku.Banyak sekali keluarnya,
maklum lagi bernapsu besar.
Salim segera menggantikan
posisiku, dan langsung memompa vagina Mbak Asni. Aduh, tak terbayangkan
kenikmatan yang dirasakan oleh Mbak Asni. Mukanya tampak bahagia sekali.
Pinggulnya menghentak-hentak mengikuti gerakan Salim.
Apalagi batang Salim yang sangat
panjang membuat Mbak Asni kelojotan kala batang itu mengayun tandas ke dalam.
Sambil meremas keras sprei kasur, Mbak Asni kelihatan mencapai klimaks yang
entah ke berapa. Sampai Salim pun menggelepar di atas perut Mbak Asni.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar