>>> SINGAPOREPOOLS <<<
ANGKA MAIN : 3 6 9 8
Top 2D : 03 16 29 38 43
Cadangan 2D : 56 69 78 83 96
TOP SHIO : Kelinci Ayam Kuda
COLOK BEBAS : 3 8 9
AS : 0 1 2
KOP : 4 5 7
KEPALA : Besar / Ganjil
EKOR : Besar / Genap
Cerita asliku ini adalah cerita
yang ke-dua setelah cerita pertamaku yang sudah dimuat di Rumah Seks dengan
judul Ibu Lia dengan Rasa juice melon. Sebenarnya aku punya banyak sekali kisah
petualanganku dengan wanita-wanita yang pernah aku cintai.
Dan yang pasti hampir semua
wanita yang aku kencani, biasanya aku gunakan alat atau bahan dari buah-buahan,
madu, dan lain-lain. Dan kali ini aku menggunakan dua irisan mentimun. Ini dia
kisahku.
Pada saat aku bekerja di sebuah
perusahaan besar dikawasan kota Denpasar yang bergerak di bidang penjualan
mobil-mobil baru kira-kira tiga tahun yang lalu, disanalah aku kenal banyak
wanita-wanita cantik yang hampir setiap hari aku jumpai. Mulai dari wanita yang
keibuan sampai dengan wanita yang haus akan kebutuhan laki-laki.
Ketika aku hendak pulang dari
kantor, kira-kira pukul 05.00 WITA, datang sepasang suami istri yang bermaksud
untuk melihat mobil baru yang dipajang di dalam ruang pameran. Kemudian setelah
kami berbincang-bincang agak cukup lama, akhirnya Bapak Lilis dan Ibu Lilis
menyepakati untuk membeli satu unit mobil keluaran terbaru dan saya berjanji
untuk mengirimkannya pada esok hari.
Hari Sabtu kira-kira pukul 10.00
WITA, sesuai dengan janji saya untuk mengirimkan satu unit mobil ke Bapak
Lilis. Dengan seorang sopir perusahaan, lalu saya bergegas meluncur ke rumah
Bapak Lilis.
“Selamat Pagi.., Bapak Lilis
ada..?” tanyaku kepada pembantunya yang membukakan pintu depan rumah Bapak
Lilis.
“Bapak sedang jemput tamunya di
Airport. Maaf bapak siapa..?” tanya pembantunya sambil memperhatikan aku.
“Saya Dimas.. Dari xx Company mau
hantarkan Mobil baru untuk Ba..?” belum sempat habis keterangannku kemudian Ibu
Lilis datang dari arah tangga rumahnya.
“Ooh.. Bapak Dimas.. Mari
masuk..?” sahut Ibu Lilis mempersilahkan aku masuk ke ruang tamunya.
Dengan pakaian senam yang masih
menempel ditubuh Bu Lia sambil menyeka keringat dengan handuk putihnya nampak
sexy sekali dan tampak lebih muda dari usianya. Yang aku perkirakan umurnya
tidak lebih dari 32 tahun. Sementara itu pembantunya diberi kode untuk
membuatkan aku dan sopirku suguhan orange juice, lalu Ibu Lilis masuk ke
kamarnya untuk mengganti pakaian.
“Sesuai dengan permintaan Bapak
dan Ibu, ini kami kirimkan mobil sesuai dengan warna yang Ibu minta kemarin dan
tolong di cek keadaan mobil sekaligus nanti akan saya perkenalkan cara
pemakaian berikut dengan garansinya.”
Dengan penuh teliti Ibu Lilis
memperhatikan unit mobinya sambil minta pengarahan mengenai spec mobilnya.
“Dari cara Ibu pegang
persenelingnya, nampaknya Ibu sudah berpengalaman naik Mobil. Hanya saja untuk
melepas hand rem-nya Ibu tekannya kurang keras. Jadi hand rem-nya nggak bisa
turun. Maklum mobil baru Bu..!” jawabku menjawab pertanyaan Ibu Lilis. Yang ternyata
jawabanku membuat wajah Ibu Lilis memandangiku serius.
“Saya merasa nyaman duduk di
mobil ini, dan bagaimana kalau saya coba dulu, tapi tolong ditemani ya.. Agak
takut juga soalnya mobil baru..?” pinta Ibu Lilis dengan suara khasnya.
“Jangan khawatir Bu, mobil ini
bergaransi tiga tahun dan saya siap menemani Ibu untuk mencobanya.”
Dalam perjalanan mengitari pantai
di Kuta akhirnya obrolanku dengan Ibu Lilis semakin akrab. Dan aku menawarkan
ke Ibu Lilis untuk membeli variasi dan acesoris untuk mempercantik mobilnya.
“Nanti mobil ini kan.. Dipakai
ibu sendiri.., jadi tinggal tambah sedikit acesoris, saya yakin penampilan
Mobil ini sama cantiknya dengan penampilan yang mengendarainya.”
Dengan senyumannya yang susah
untuk diartikan akhirnya Ibu Lilis mempertimbangkan penawarannku. Aku berharap
Ibu Lilis menyetujui ideku, sebab aku bisa lebih banyak cerita dan mendapat fee
dari pembelian acesoris di toko langgananku.
Seperti biasa kalau pada hari
senin biasanya orang-orang malas untuk bekerja, demikian juga denganku. Karena
hari minggu kemarin seharian aku di kampung karena ada upacara Agama, dan
sangat melelahkan untuk kembali ke Denpasar sebab jarak kampungku dengan tempat
aku bekerja di Denpasar cukup jauh. Kira-kira dua jam baru sampai. Dan pada hari
senin itu aku mendapat telpon dari temanku dan katanya ada seorang wanita yang
nunggu aku di counter. Kemudian aku bergegas turun dari ruanganku di lantai
atas.
“Oh.. Ibu Lilis.. Selamat pagi..
Apa khabar..?” tanyaku kepada Ibu Lilis dengan perasaan kaget dan khawatir.
Kaget karena Ibu ini tidak
menelpon aku terlebih dahulu kalau dia mau ke kantor, dan khawatir kalau mobil
yang aku kirim hari Sabtu bermasalah.
“Baik..!” jawab Ibu Lilis
singkat.
“Bisa saya bantu Bu..” tanyaku ke
Ibu Lilis sambil memperhatikan pakaian yang menempel cocok dengan tubuh Ibu
Lilis yang seperti foto Model iklan. Sungguh anggun dengan kaca mata merek
Versace yang siselipkan diantara rambutnya yang disemir merah keemasan. Wajah
yang cantik sesuai dengan pakaian feminim layaknya seperti wanita karir dengan
rok mini-nya terlihat jelas bulu halus tertata rapi dikakinya.
“Begini Pak Dimas.. setelah saya
pikir-pikir kemarin mengenai pemasangan dan pembelian acesoris, saya memutuskan
untuk mengikuti saran dari Bapak Dimas. Jadi hari ini saya datang kesini untuk
menjelaskan itu dan saya berharap kalau Bapak tidak ada jadwal atau acara, biar
Bapak Dimas yang mengantarkan saya ke toko variasi langganan Bapak”. Pinta Ibu
Lilis.
“Kebetulan hari ini saya tidak
ada jadwal, jadi saya siap untuk mengantarkan Ibu. Tapi tolong jangan resmi
gitu manggil saya Bapak. Panggil saya Dimas aja Bu.. Ya..?” pintaku kepada Ibu
Lilis karena aku merasa risih dipanggil Bapak. Karena umurku masih 30 tahun dan
dibawah umur Ibu Lilis.
Karena cukup lama pemasangan
acesoris yang dilakukan oleh sebuah toko variasi, maka kesempatan itu aku pakai
ngobrol dengan Ibu Lilis yang aku baru tahu kalau Ibu Lilis mempunyai perasaan
yang sama untuk mencapai satu tingkatan arti dari sebuah pertemuan yang membawa
aku dan Ibu Lilis ke sebuah episode kisah romantisme yang sulit untuk dilupakan
sampai akhir.
Setelah mobil selesai terpasang,
aku dan Ibu Lilis keluar dari toko variasi dan Ibu Lilis mengajakku untuk makan
siang bersama di sebuah restoran. Namun aku halangi ke tempat restoran yang Ibu
Lilis tunjukkan.
“Saya punya teman baru buka
restoran.. bagaimana kalau kita kesana untuk mencoba menu barunya. Barangkali
ada yang istimewa disana..?” kataku sedikit bohong karena restoran yang aku
sebutkan diatas adalah restoran dengan hotel yang biasa aku pakai untuk kencan
dengan mantan pacarku dulu.
Selagi makan siang, aku kasih
kode kepada waiters untuk memesan kamar. Ketika Ibu Lilis membayar Bill-nya ke
Kasir, aku ambil kunci kamar no 102 untuk short time.
“Bu.. Karena baru jam 02.00
bagaimana kalu kita ngobrol lagi di sebelah restoran ini.?” Tanpa sempat
bertanya tangan Ibu Lilis sudah aku gandeng untuk masuk kamar 102.
“Dimas.. Kamu nakal ya..?”
demikian tanya Ibu Lilis.
“Sedikit Bu.. Tapi asyik kalau
kita ngobrol nggak dilihat orang-orang disekitar.” jawabku mengalihkan
perhatiannya.
Sambil kusentuh halus jari
jemarinya sebab menurut pengalamanku orang yang berbintang virgo seperti Ibu
Lilis ini, rangsangan plus-nya ada di telapak tangan selain rangsangan bagian
lainnya yang umum dipunyai seorang wanita.
“Mmmh kamu romantis ya Dim..?”
tanya Ibu Lilis mungkin karena rambut yang terurai rapi sebahu itu aku sentuh
dengan tanganku lalu aku cium rambutnya yang harum bak kembang setaman yang
membuat bibir Ibu Lilis berkata seperti itu.
“Terus terang aku paling senang
memperlakukan wanita seperti ini Bu.. Tanpa dibuat-buat. Walau kadang pendapat
orang bilang kalau sudah ketemu wanita cantik pasti nafsunya yang nomer satu.
Tapi bagiku, perasaan yang muncul dulu baru nafsu. Sebab dulu aku pernah satu
kali ke lokalisasi dengan nafsu namun rasanya hambar. Nikmatnya hanya sekejab.
Lain dengan perasaan. Begitu mempesona dan mengasyikkan. Atau.. Ibu mau
membedakan mana perasaan dan mana nafsu..?” tanyaku sambil melirik matanya di
sela rambut yang tersingkap oleh hembusan angin AC di ruangan 102.
Ketika pikiran Ibu Lilis masih
menerawang jauh, kudekatkan bibirku dengan bibir sensualnya Ibu Lilis dan mulai
terasa hangat ketika lidah kami saling sedot dan bermain-main. Kemudian
pelan-pelan aku lepas ciumanku untuk mengambil dua irisan mentimun yang aku
ambil ketika aku makan siang tadi. Kusuruh Ibu Lilis untuk memejamkan matanya.
Agar aku bisa taruh irisan mentimun layaknya seperti orang facial.
“Setelah saya tutup mata Ibu..
sekarang tolong fokuskan pikiran Ibu kepada satu tujuan dan pikirkan
seolah-olah Ibu sedang mandi mengenakan kain sutra tipis di sebuah sungai yang
airnya bersih, tenang, dan damai. Disaat Ibu mandi itu.. Pikirkan bahwa ada
laki-laki datang [Dimas] menghampiri Ibu berbisik mesra dan mencium leher dan
bibir ibu kemudian melepaskan kain sutra yang ibu kenakan [dan aku buka
pakiannya], kemudian menjilati seluruh anggota tubuh Ibu satu-demi-satu mulai
dari jari kaki Ibu, betis Ibu, paha mulus Ibu, pusar Ibu, puting susu ibu
sampai ketitik rangsangan yang paling didamba kaum laki-laki yaitu kemaluan Ibu
yang merah delima.”
Seperti ada yang menggerakkan,
tubuh Ibu Lilis bergerak halus mengikuti irama jilatanku.
“Ohh.. Shhshh..?” Suara Ibu Lilis
bergairah.
Dan memang aku sengaja bercerita
fantasy seperti itu, Agar permainannya nanti lebih nikmat dan menjiwai.
Kemudian kedua kaki Ibu Lilis aku angkat pelan, kuamati gumpalan kecil diantara
rambut yang tertata rapi disela selangkangannya, kuautr lidahku agar bisa masuk
ke lubang vagina Ibu Lilis, dan terasa sekali bau khas kemaluan wanita yang
membuat aku tambah bergairah. Kubiarkan kedua tangan Ibu Lilis meremas
rambutku, kubiarkan kedua paha Ibu Lilis menjepit kepalaku pertanda bahwa
gairah nafsu Ibu Lilis sudah mulai naik. Hingga mata Ibu Lilis yang masih
terpejam dan tertindih irisan mentimun itu dibukanya sendiri. Karena tak kuasa
menahan geli.
“Uhh.. Terus sayang.. Aku
menikmatinya..! ohh.. Jangan di lepas..!” Kata Ibu Lilis memintaku untuk tidak
melepaskan jilatanku. Kemudian tubuhku aku balik mendekati wajah Ibu Lilis dan
tanpa dikomando kemaluanku sudah dipegang tangan kirinya dan dengan gerakan
maju mundur mulutnya telah mengulum Penisku yang sudah menegang itu.
“Auchh.. Sedot terus Bu..?
Pintaku dengan nafas mulai nggak teratur.
“Say.. Please..?” Suara Ibu Lilis
penuh gelora nafsu meminta penisku untuk dimasukkan.
Pelan dan pasti kumasukkan
penisku ke lubang vagina Ibu Lilis yang masih rapet.
“Ochh.. Mmhh..?” desah Ibu Lilis
sambil menggigit bibir sensualnya menahan geli.
Dengan gerakan
pelan-cepat-pelan-cepat membuat mata Ibu Lilis merem melek seperti orang
kelilipan. Sedikit demi sedikit pantat Ibu Lilis mulai dia goyangkan mengikuti
irama gerakanku. Sekali-sekali gerakannya diatur sedemikian rupa sehingga
membuat penisku seperti dijepit vaginanya.
“Ohh.. Sayang.. Aku mau seperti
ini terus..?” pinta Ibu lilis sambil mendekap erat tubuhku yang sudah mulai
berkeringat.
“Aku juga..!” kataku menahan
geli.
Aku pompa terus kemaluanku, lalu
kumiringkan badanku sehingga tubuhku dan tubuh Ibu Lilis sama-sama miring.
Kusuruh tangan kiri Ibu Lilis untuk mengankat dan memegang paha putihnya,
kemudian puting susu yang bentuknya seperti belum pernah di sedot orang lain,
aku gigit kecil dan kujilati sampai putingnya menegang. Sementara tangan
kananku [jari tengah] kumainkan di daerah klitoris kemaluan Ibu Lilis. Terlihat
tubuh Ibu lilis bergetar menahan geli yang teramat nikmat.
“Sayang.. Aku geli sekali..
Seperti.. Ochh!” tidak sempat Ibu Lilis melanjutkan percakapannya karena
spermanya keburu muncrat dan membasahi kemaluan dan buah pelirku.
“Ochh.. Ssshh..!!” suara terakhir
Ibu Lilis melepaskan cengkeraman tangannya di bahuku.
“Seperti apa..?” tanyaku
melanjutkan pertanyaan Ibu Lia yang belum sempat Dia jawab karena spermanya
keburu keluar. Dan pinggangku dicubitnya genit.
“Seperti.. Ochh.. Aku geli lagi
sayang.. Puasin aku sekali lagi?” pinta Ibu lilis meminta untuk kedua kalinya.
Dengan gairah yang menggebu-gebu,
kuubah-ubah posisiku agar Ibu Lilis nggak merasa bosan. Aku ulangi lagi
genjotanku sampai tubuh Ibu Lilis menggeliat seperti cacing kepanasan. Untuk
kedua kalinya kulihat tubuh Ibu Lilis seperti orang kejang-kejang. Pantatku
ditekannya, sementara bibirnya mendesah sambil menjilati kedua sisi bibirnya
yang terbungkus lipstik merah terang.
“Yang.. Kita keluar sama-sama
yuk..?” kata Ibu Lilis.
“Ya.. Sebentar lagi spermaku mau
keluar. Ibu rasakan nggak kontolku semakin menegang.?” jawabku.
“Oh.. Iya..” sahut ibu Lia sambil
melihat kemaluanku dan kemaluan Ibu Lilis yang tengah beradu untuk mencapai
titik kenikmatan.
“Ochh.. Sshh.. Ochh” sengaja
kudekatkan desahanku ke telinga ibu lilis. Saat itu juga telinga Ibu Lilis yang
bersih, aku gigit nakal dan dengan lidahku aku jilati lubang telinganya sampai
kepala Ibu Lilis geleng-geleng kegelian.
“Auchh.. Ouchh.. Crot.. Crot..
Crot.. Ouchh..!”
“Uachh.. Gila.. Ouchh..” akhirnya
aku dan Ibu Lia sama-sama mengeluarkan sperma yang keluar dari kemaluan kami
masing-masing.
Setelah cukup lama permainan
ngesek itu berlangsung, kemudian aku dan Ibu Lilis bergegas meninggalkan kamar
hotel yang banyak memberiku pengalaman bercinta. Demikian juga petualanganku
dengan Ibu lilis yang terus berlanjut sampai satu tahun, tanpa hambatan
berarti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar