>>> SINGAPOREPOOLS <<<
ANGKA MAIN : 9 4 3 5
Top 2D : 09 14 23 35 49
Cadangan 2D : 53 64 75 89 93
TOP SHIO : Anjing Naga Ular
COLOK BEBAS : 4 5 9
AS : 0 1 2
KOP : 6 7 8
KEPALA : Kecil / Ganjil
EKOR : Besar / Ganjil
ini bermula ketika aku ada janji
dengan temanku bernama Irfan (samaran) untuk membicarakan suatu organisasi.
Disepakati sebuah tempat yang mudah didapat yaitu café S yang terletak di
sebuah plaza di kota S. Rencana pertemuan ditentukan jam 2 siang, artinya
setelah kami sama-sama selesai kuliah.
Sebelumnya perlu pembaca ketahui,
namaku Sakti, sesuai dengan namanya, entah mengapa dalam setiap jenjang
pendidikan, aku selalu aktif berorganisasi dan selalu menempati posisi puncak
dalam organisasi yang kuikuti, mulai dari OSIS SMP, OSIS SMA, Organisasi Pemuda
dan kemasyarakatan (tidak perlu kusebutkan namanya), hingga organisasi intra
dan ekstra kampus, yaitu ketua Himpunan, Senat dan lain-lain. Kegiatanku
bertambah dengan semaraknya demonstrasi di masa reformasi, hingga pernah suatu
ketika aku menjadi target intai para intel militer dan polisi. Padahal aku
bukanlah termasuk sosok yang spesial, wajahku biasa saja, kulit tidak putih
mulus (cenderung coklat gelap), badan sedang-sedang saja (170 cm), sehingga aku
mengambil kesimpulan mungkin karena otakku yang encer, pandai berorasi/pidato,
supel (walaupun tidak gaul).
Kembali ke cerita tadi, maka
siang itu aku segera berangkat ke plaza, berhubung masih pukul 1 lewat 15
menit, kumanfaatkan waktu yang tersisa dengan jalan-jalan sambil melihat-lihat
barang yang dipajang di etalase. Sesekali aku melirik setiap ada wanita cantik
yang menarik perhatianku. Hingga pukul 2 kurang 5 menit, segera aku mengambil
tempat di café S yang sengaja meja untuk dua kursi karena hanya aku dan
temanku yang akan bertemu. Namanya mahasiswa, maka aku memesan yang
ringan-ringan saja, secangkir java cofee, begitu yang tertulis di menu hot
cofee, walaupun rasanya masih lebih sedap kopi buatan sendiri di tempat kost.
Oke, lima menit aku menunggu dan
kopi belum datang, pager-ku berbunyi (maklum baru mampu bawa pager, dan itu
penting bagi seorang aktivis seperti saya). Sebenarnya aku malas untuk membaca
pesan tersebut, tetapi karena tidak ada yang kulakukan selain menunggu, maka
kubaca saja pesan yang baru masuk tadi, dan ternyata menambah kekecewaanku hari
ini. Hari sial batinku, Irfan minta maaf kalau pertemuan dibatalkan karena ia
harus menemui seorang dosen, dan aku mengerti untuk urusan yang satu itu, tentu
tidak dapat dibatalkan.
Tanpa kusadari, dari tadi
gerak-gerikku diperhatikan oleh dua orang wanita yang duduk terpaut dua meja
dari tempatku, dan mereka dapat melihatku dengan bebas, sementara aku sibuk
dengan pager-ku dan kopi yang baru saja datang dan terlambat untuk dibatalkan,
maka kuputuskan untuk menghabiskan dulu dan segera pulang ke kost-ku.
Kejadian ini baru kuketahui
ketika tiba-tiba salah satu dari wanita tersebut sudah ada di hadapanku dan
bertanya, “Sedang menunggu teman ya Mas?”
Kata-kata klise untuk memulai
pembicaraan (batinku), “Ya, dan Mbak sendiri?”
“Oh saya sedang istirahat saja,
habis belanja, maaf jam berapa ya Mas.. soalnya jam saya mati, lupa belum ganti
baterai, di mana ya di plaza ini ada service jam..”
“Wah pasti Mbak bukan orang dari
kota ini ya.. karena plaza ini sudah tentu paling lengkap di kota S, apa saja
ada di sini, termasuk mmhh..(tadinya aku mau bicara wanita, biasa gaya orang
yang ceplas-ceplos, tapi buru-buru kupotong karena dia bertanya dengan jujur)”
“Oh ya.. maaf nama saya Anggi,
dan itu teman saya Rina”, kata wanita tersebut sambil megulurkan tangan.
“Betul saya baru datang dari B
pagi tadi dan rencananya tinggal di kota S ini untuk 3 hari, sambil menunggu
acara nanti malam, saya sempatkan belanja di plaza ini, karena hotel saya
dekat, cukup jalan kaki saja.”
“Sakti, dan saat ini sudah pukul
2.30.”
Rupanya percakapan yang singkat
ini berlangsung 15 menit, bukan main, sebuah perkenalan terlama bagiku, mungkin
karena aku tidak terlalu bersemangat atau ada sesuatu yang lain. Mmmhh.. ya,
sesuatu yang lain itu mungkin terlalu bermain di pikiranku. Maklum, otakku terkenal
encer, sehingga mudah menangkap sesuatu dengan cepat dan aku baru sadar bahwa
selama beraktivitas aku melupakan satu hal penting dalam hidup, wanita. Dan dia
kini hadir di hadapanku dengan penuh pesona. Hasil perhitungan (seperti
matematika), dengan cepat aku dapat membuat kesimpulan yang kuyakini
kebenarannya. Cantik, manis, umur 25-30 tahun, bentuk badan yang seimbang,
kira-kira 160-165 cm, dan.. wah aku belum pengalaman untuk mengukur lebih jauh
dari itu, aku bermain dengan lamunanku, pinggang dan payudaranya bukan main.
Cukup waktu satu jam saja untuk
memperlancar diskusi dengan Anggi (sementara Rina hanya sesekali menimpali)
sambil kami mengambil jadi satu meja saja, dan aku yang rela bergeser ke meja
mereka. Satu jam yang berarti (aku jadi lupa urusanku dan juga Irfan). Anggi
adalah seorang sekretaris sebuah perusahaan swasta di kota B dan Rina adalah
asisten Anggi. Aku tidak peduli siapa mereka, yang jelas kedua-duanya sangat
mempesona.
“Mari saya bawakan barang
belanjaan Mbak Anggi.”
“Oh terima kasih.. tidak perlu
serepot itu”, (sepintas aku maklum, karena sedikit terlihat apa saja yang
dibelanjakan, kebutuhan wanita).
“Begini saja, bagaimana kalau
kamu ikut kita, karena saya ada voucher di café D hotel tempat saya menginap,
jadi kita bisa manfaatkan voucher tersebut, dan melanjutkan diskusi kita,
mungkin kamu bisa cerita banyak tentang kota S ini, bagaimana?”
“Tetapi saya tidak bawa mobil,
maklum mahasiswa Mbak..”
“Lho hotel kita dekat kok, cukup
jalan kaki saja, gimana mau nggak.”
Aku belum menjawab, tetapi kaki
ini sudah terburu melangkah menyetujui usulannya. Kami pun berjalan menuju
hotel tempat mereka menginap. Sesampainya di hotel.
“Kamu tunggu dulu, aku mau ganti
baju dulu, Rin.. tolong tuh Sakti diberi coklat yang tadi kita beli.”
Sekejab saja Anggi melepaskan
pakaian di hadapan kita berdua (aku dan Rina).
“Mbak.. ih kan ada Mas Sakti, kok
nyelonong gitu aja sih..”
“Mmmhh, sebaiknya aku tunggu di
luar saja Mbak, betul kata Rina..” aku membalikkan badan, dan memang kamar itu
tidak ada sekat kecuali kamar mandi.
“Lho emangnya umurmu berapa?”
“25 tahun Mbak..”
“Sudah cukup dewasa bagi kamu,
apakah kamu belum pernah lihat sebelumnya?”
“Kamu beruntung, kupikir inilah
saat pertama bagi kamu.”
“OK, saya beri waktu satu menit
untuk memutuskan apa kamu mau melihatku atau tunggu di luar.”
Satu menit, setengah menit saja
aku sudah membalikkan badan dan melihat Mbak Anggi dengan bra dan celana dalam
saja.
“My God.. seseorang wanita cantik
telah berdiri di hadapanku..”
“Terima kasih Tuhan, telah
memperlihatkanku tubuh wanita cantik di hadapanku, ini merupakan hal yang
pertama dalam diriku.”
“Mari kita memulai permainan.”
“OK Sakti, kita punya suatu
permainan yang mengasyikkan.”
Kemudian aku tidak bisa menolak
karena sekali lagi melihat bodi itu. Rina hanya bengong aja. Maka dimulailah
les private yang pertama dalam hidup saya.
“Coba sentuh susuku..” dan aku
menurut, dituntunnya tanganku meraba payudaranya yang kenyal, saat itu aku
belum tahu berapa ukuran payudara Anggi, belakangan (setelah mahir) baru tahu
kalau 34B.
Kukumpulkan keberanian untuk
mulai menikmati kedua payudara Anggi dengan kedua tanganku. Perlahan tetapi
pasti kujelajahi kedua bukit kembar yang untuk pertama kalinya, kudapati tanpa
sebuah perjuangan yang berarti. Semakin lama aku permainkan dengan sekali dua
kali kucubit putingnya yang menonjol menantang, mengalunlah suara yang
terengah-engah, “Oohh.. Saakk.. ohhkh.. nakal kamu..” dan suara itu, ya.. suara
itu membangkitkan kemaluanku dengan cepat tegak berdiri dan sialan! Anggi
menyadari itu dan tanpa permisi melorotkan celana Jeans-ku dan dibukanya
sebagian CD-ku. “Wow.. Sak, punya kamu sudah minta segera di treatment tuh..
kasihan 25 tahun dianggurin aja, woowww.. kepala burungmu besar betul.. bisa
masuk nggak ya? Ohhkh.. ya, terus Saktii..” Jujur saja sebenarnya burungku
tidaklah istimewa, panjang sekitar 14 cm saja, hanya kepalanya besar dan
diameternya lumayan. Aku sempat ragu juga apa bisa memuaskan, maklum ini
pengalaman pertamaku dan ukuran burungku yang tidak spesial menambah kurang
percaya diri.
Tetapi dengan sigap Anggi melumat
habis kemaluanku, aku kaget setengah mati ternyata bukan main nikmatnya, terus
dan terus hingga mencapai kekerasan dan tegak maksimum. Aku sudah tidak kuat
untuk memuncratkan spermaku dan benar, untuk pertama kalinya spermaku muncrat
di mulut seorang wanita, dan habis diminumnya seperti segelas anggur. Aku baru
sadar jika Rina dari tadi memperhatikan permainan kami berdua.
Tidak sampai 5 menit kemudian
kemaluanku sudah berdiri lagi dan kini dituntunnya burungku memasuki liang
kemaluan Anggi yang sudah semakin basah, ini memudahkan tugasku untuk
menelusuri lubang kenikmatan tersebut. Sungguh dalam permainan ini aku
benar-benar diajari oleh Anggi, sehingga dengan cepat aku sudah terbiasa dan
memulai inisiatif untuk mengimbangi permainan Anggi. Syukurlah walaupun pertama
kali, ternyata aku sanggup bertahan setengah jam menggosok-gosokan kemaluanku
di lubang kemaluan Anggi tanpa henti dengan segala posisi dan variasi yang
Anggi ajarkan.
Entah sudah berapa kali
kusaksikan Anggi mengejang (aku belum tahu kalau itu orgasme), tetapi tampak
Anggi semakin semangat dan tanpa kusadari permainan sudah berlangsung 1,5 jam
sehingga Anggi berkomentar, “Sakti, puluhan kali aku bersetubuh dengan berbagai
lelaki.. tetapi baru kali ini aku bisa orgasme lebih dari lima kali dan kamu
kuat sekali bertahan. Oke deh aku nyerah, tolong segera keluarkan spermamu, aku
bisa mati kelemasan karena orgasme berulang kali.” Maka di setengah jam
berikutnya aku semakin menghayati permainanku dan bukan semakin mempercepat
kocokanku tetapi semakin intent dengan menekan batang kemaluanku ke lubang
Anggi, dan dia sangat menikmatinya. Akhirnya saat yang kutunggu tiba,
muncratlah spermaku untuk yang kedua kalinya di lubang kemaluan Anggi.
Total permainan kami 3 jam dan
itu adalah waktu yang cukup buat Rina untuk memahami permainan kami. Maka
dituntunlah Rina oleh Anggi untuk menikmati diriku, sekali lagi tidak sampai 5
menit batang kemaluanku sudah gagah perkasa lagi, dan tidak sulit memulai
permainan dengan Rina, karena dia sudah terpengaruh dengan permainan kami. Ini
terbukti dengan liang kemaluannya yang becek. Satu yang membedakan Rina dengan
Anggi, ketika batang kemaluanku mencoba masuk lubang kemaluan Rina, sulitnya
bukan main dan belakangan kusadari kalau ternyata Rina masih perawan. Aku
merasa bersalah telah merusak keperawanan Rina, tetapi kenapa dia tidak menolak
sejak awal? “Aku sudah terangsang hebat dan aku juga ingin merasakan kenikmatan
ini”, begitu jawabnya singkat dengan peluh bercucuran, permainan ini tidak
berlangsung lama seperi saat bercinta dengan Anggi, cukup 2 jam. Jadi total
permainan kami 5 jam. Aku hendak pamit pulang, ternyata mereka melarang,
jadilah kami bertiga tidur di hotel seranjang dalam keadaan telanjang bulat.
Sebelum perpisahan di pagi hari,
kami sempat bercinta lagi, tetapi kali ini aku dikeroyok oleh mereka berdua,
dan aku sudah semakin terbiasa dengan seni percintaan ini, sehingga tidak
langsung memasukkan batang kemaluanku ke liang kemaluan mereka, tetapi dengan
saling merangsang melalui jilatan dan ciuman di liang kemaluan mereka.
Akibatnya bisa dibayangkan, jika semalam permainan kami berlangsung 5 jam, kali
ini berlangsung 7 jam non stop entah berapa kali mereka orgasme, yang jelas aku
selalu bergantian dari satu lubang ke lubang lainnya dan aku cukup mengeluarkan
4 kali sperma, masing-masing sekali di mulut Anggi dan Rina, sekali di lubang
kewanitaan Anggi dan Rina.
Demikianlah pembaca, sejak
peristiwa itu, setiap kali Anggi atau Rina ke kotaku, selalu kami bercinta, dan
dari mereka pula aku dikenalkan dengan wanita lain yang juga butuh kepuasan
seks, dari eksekutif muda hingga ibu-ibu ataupun wanita karir yang enggan
berkeluarga. Mereka yang pernah aku layani berkisar 23 tahun hingga 42 tahun.
Saat ini aku sudah pindah ke ibu
kota dengan jabatan pekerjaan yang lumayan sebagai seorang general manager
tetapi hobiku yang satu itu tidak dapat kulupakan dan ingin melakukannya lagi,
tetapi bagaimana? Cari saja pelacur? No way! Kalau di kota S saja aku bisa
dapatkan tanpa harus mencari, pasti di ibu kota ini akan lebih banyak.
Kepada pembaca (terutama wanita)
yang ingin berkenalan silakan kirim ke alamat e-mail saya, sengaja aku memakai
alamat dengan nama seorang wanita, karena aku ingin mengenang nama itu, dia
adalah wanita yang paling spesial dalam melayaniku. Suatu saat akan
kuceritakan, bagaimana permainanku dengan Dwilina. Sekarang aku ingin bermain
dengan wanita dari ibu kota ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar