>>> SINGAPOREPOOLS <<<
ANGKA MAIN : 4 7 6 2
Top 2D : 04 17 26 32 47
Cadangan 2D : 56 62 74 87 92
TOP SHIO : Kerbao Naga Ayam
COLOK BEBAS : 2 6 7
AS : 0 1 3
KOP : 5 8 9
KEPALA : Besar / Genap
EKOR : Kecil / Genap
Setelah semuanya selesai, kami
sepakat bahwa tiga orang lelaki harus mencari kayu bakar, sisanya tetap tinggal
di perkemahan. Aku, Robby, dan Doni memilih mencari kayu bakar, sedangkan
Fadli, Lia dan Wulan tetap tinggal di tenda. Baru beberapa langkah kami
beranjak pergi, tiba-tiba Wulan memanggil kami, katanya dia ingin ikut kelompok
kami saja (alasannya masuk akal, dia tidak enak hati sebab Fadli adalah pacar
Lia, dan Wulan tidak ingin kehadirannya di tenda mengganggu acara mereka).
Karena Fadli dan Lia tidak keberatan ditinggal berdua, kami (Robby, Doni, aku
dan Wulan) segera melanjutkan perjalanan.
Ada beberapa hal yang perlu aku
ceritakan kepada pembaca tentang dua orang teman wanita kami. Lia sifatnya
sangat lembut, dewasa, pendiam dan keibuan. Sifat ini bertolak belakang dengan
Wulan. Mungkin karena dia anak bungsu dan ketiga kakaknya semua lelaki, jadi
Wulan sangat manja, tapi terkadang tomboy. Tapi di balik semua itu, kami semua
mengakui bahwa Wulan sangat cantik, bahkan lebih cantik dari Lia.
Tidak berapa lama, sampailah kami
pada tempat yang dituju, lalu kami mulai mengumpulkan ranting-ranting kering.
Sambil mengumpulkan ranting, kami membicarakan apa yang sedang dilakukan Fadli
dan Lia di dalam tenda. Tentu saja pembicaraan kami menjurus kepada hal-hal
porno. Setelah cukup apa yang kami cari, Robby mengusulkan singgah mandi dulu
ke sungai yang tidak berapa jauh dari tempat kami berada. Wulan boleh ikut,
tapi harus menunggu di atas tebing sungai sementara kami bertiga mandi. Wulan
setuju saja. Singkat kata, sampailah kami pada sungai yang dituju. Aku, Robby
dan Doni turun ke sungai, lalu mandi di situ. Wulan kami suruh duduk di atas
tebing dan jangan sekali-kali mengintip kami.
Ketika sedang asyik-asyiknya kami
berkubang di air, tiba-tiba kami mendengar Wulan menjerit karena terjatuh dari
atas tebing. Tubuhnya menggelinding sampai akhirnya ia tercebur ke dalam air.
Cepat-cepat kami berlari mencoba menyelamatkan Wulan (kami mandi hanya
menanggalkan baju dan celana panjang, sedangkan celana dalam tetap kami pakai).
Robby yang pandai berenang segera menjemput Wulan, lalu menariknya dari air
menuju tepi sungai. Aku dan Doni menunggu di atas. Sampai di tepi sungai, tubuh
Wulan basah kuyup. Sepintas kulihat lengan Robby menyentuh buah dada Wulan.
Karena Wulan memakai T-Shirt basah, aku dapat melihat dengan jelas lekuk-lekuk
tubuh Wulan yang sangat menggairahkan.
Wulan merintih memegangi lutut
kanannya. Aku dan Doni terpaku tidak tahu apa yang harus kami lakukan, tapi
Robby yang pernah ikut kegiatan penyelamatan dengan sigap membuka ikat pinggang
Wulan lalu mencopot celana jeans Wulan sampai lutut. Wulan berteriak sambil
mempertahankan celananya agar tidak melorot. Sungguh, saat itu aku tidak tahu
apa sebenarnya yang hendak Robby lakukan terhadap Wulan. Segalanya berjalan
begitu cepat dan aku tidak menyimpan tuduhan negatif terhadap Robby. Aku hanya
menduga, Robby hendak memeriksa luka Wulan. Tapi dengan melorotnya jeans Wulan
sampai ke lutut, kami dapat melihat dengan jelas celana dalam wulan yang
berwarna off-white (putih kecoklatan) dan berenda. Kontan penisku bangun.
Robby memerintahkan aku dan Doni
memegangi kedua tangan Wulan. Seperti dihipnotis, kami menurut saja. Wulan
semakin meronta sambil menghardik, “Rob, apa-apaan sih.., Lepas.., lepas! Atau
saya teriak”.
Doni secepat kilat membungkam
mulut Wulan dengan kedua telapak tangannya. Robby setelah berhasil mencopot
celana jeans Wulan, sekarang mencoba mencopot celana dalam Wulan. Sampai detik
ini, akhirnya aku tahu apa sebenarnya yang sedang terjadi. Aku tidak berani
melarang Robby dan Doni, karena selain aku sudah merasa terlibat, aku juga
sangat terangsang saat melihat kemaluan Wulan yang lebat ditumbuhi rambut-rambut
hitam keriting.
Wulan semakin meronta dan mencoba
berteriak, tapi cengkeraman tanganku dan bungkaman Doni membuat usahanya
sia-sia belaka. Robby segera berlutut di antara kedua belah paha Wulan. Tangan
kirinya menekan perut Wulan, tangan kanannya membimbing penisnya menuju
kemaluan Wulan. Wulan semakin meronta, membuat Robby kesulitan memasukkan
penisnya ke dalam lubang vaginanya. Doni mengambil inisiatif. Dia lalu duduk
mengangkangi tepat di atas dada Wulan sambil tangannya terus membungkam mulut
Wulan. Tiba-tiba Wulan berteriak keras sekali. Rupanya Robby berhasil merobek
selaput dara Wulan dengan penisnya. Secara cepat Robby menggerak-gerakkan
pinggulnya maju mundur. Untuk beberapa menit lamanya Wulan meronta, sampai
akhirnya dia diam pasrah. Yang dia lakukan hanya menangis terisak-isak.
Doni melepaskan telapak tangannya
dari mulut Wulan karena dia merasa Wulan tidak akan berteriak lagi. Lalu dia
mencoba menarik T-Shirt Wulan ke atas. Di luar dugaan, Wulan kali ini tidak
mengadakan perlawanan, hingga Doni dan aku dapat melepaskan T-Shirt dan BH-nya.
Luar biasa, tubuh Wulan dalam keadaan telanjang bulat sangat membangkitkan
birahi. Tubuhnya mulus, dan buah dadanya sangat montok. Mungkin ukurannya 36B.
Doni segera menjilati puting susu
Wulan, sementara aku melihat Robby semakin kesetanan mengoyak-ngoyak vagina
Wulan yang beberapa saat yang lalu masih perawan. Aku sangat terangsang, lalu
aku mulai memaksa mencium bibir Wulan. Ugh, nikmat sekali bibirnya yang dingin
dan lembut itu. Aku melumat bibirnya dengan sangat bernafsu. Aku tidak tahu apa
yang sedang Wulan rasakan. Aku hanya melihat, matanya polos menerawang jauh
langit di atas sana yang menguning pertanda malam akan segera tiba. Tangisnya
sudah agak mereda, tapi aku masih dapat mendengar isak tangisnya yang tidak
sekeras tadi. Mungkin dia sudah sangat putus asa, shock, atau mungkin juga
menikmati perlakuan kasar kami.
Tiba-tiba aku mendengar Robby
menjerit tertahan. Tubuhnya mengejang. Dia menyemprotkan sperma banyak sekali
ke dalam vagina Wulan. Setengah menit kemudian Robby beranjak pergi dari tubuh
Wulan lalu tergeletak kelelahan di samping kami. Doni menyuruhku mengambil
giliran kedua. Aku bangkit menuju Vagina Wulan. Sepintas aku melihat sperma
Robby mengalir ke luar dari mulut vagina Wulan. Warnanya putih kemerahan.
Rupanya bercak-bercak merah itu berasal dari darah selaput dara (hymen) Wulan
yang robek. Tanpa kesulitan aku berhasil memasukkan penis ke dalam vaginanya.
Rasanya nikmat sekali. Licin dan hangat bercampur menjadi satu. Dengan cepat aku
mengocok-ngocok penisku maju mundur. Aku mendekap tubuh Wulan. Payudaranya
beradu dengan dadaku. Dengan ganas aku melumat bibir Wulan. Doni dan Robby
menyaksikan atraksiku dari jarak dua meter. Beberapa menit kemudian aku
merasakan penisku sangat tegang dan berdenyut-denyut. Aku sudah mencoba menahan
agar ejakulasi dapat diperlama, tapi sia-sia. Spermaku keluar banyak sekali di
dalam vagina Wulan. Aku peluk erat Tubuh Wulan sampai dia tidak dapat bernafas.
Setelah puas, aku berikan giliran
berikutnya kepada Doni. Aku lalu duduk di samping Robby memandangi Doni yang
dengan sangat bernafsu menikmati tubuh Wulan. Karena lelah, kurebahkan tubuhku
telentang sambil memandangi langit yang semakin menggelap.
Beberapa menit kemudian Doni
ejakulasi di dalam vagina. Setelah Doni puas, ternyata Robby bangkit kembali
nafsunya. Dia menghampiri Wulan. Tapi kali ini dia malah membalikkan tubuh
Wulan hingga tengkurap. Aku tidak tahu apa yang akan diperbuatnya. Ternyata
Robby hendak melakukan anal seks. Wulan menjerit saat anusnya ditembus penis
Robby. Mendengar itu Robby malah semakin kesetanan. Dia menjambak rambut Wulan
ke belakang hingga muka Wulan menengadah ke atas. Dengan sigap Doni menghampiri
tubuh Wulan. Aku melihat Doni dengan sangat kasar meremas-remas buah dada
Wulan. Wulan mengiba, “Aduhh.., sudah dong Ro.., ampun.., sakit Rob”. Tapi
Robby dan Doni tidak menghiraukannya.
“Oh, sempit sekali”, teriak Robby
mengomentari lubang dubur Wulan yang lebih sempit dari vaginanya. Setiap Robby
menarik penisnya aku lihat dubur Wulan monyong. Sebaliknya saat Robby
menusukkan penisnya, dubur Wulan menjadi kempot. Tidak lama, Robby mengalami
ejakulasi yang kedua kalinya. Setelah puas, sekarang giliran Doni menyodomi
Wulan. Melihat itu aku jadi kasihan juga terhadap Wulan. Di matanya aku melihat
beban penderitaan yang amat berat, tapi sekaligus aku juga melihat sisa-sisa
ketegarannya menghadapi perlakuan ini.
Setelah Doni puas, Robby dan Doni
menyuruhku menikmati tubuh Wulan. Tapi tiba-tiba timbul rasa kasihan dalam
hatiku. Aku katakan bahwa aku sudah sangat lelah dan hari sudah menjelang
gelap. Kami sepakat kembali ke perkemahan. Robby dan Doni segera berpakaian
lalu beranjak meninggalkan kami sambil menenteng kayu bakar. Wulan dengan
tertatih-tatih mengambil celana dalam, jeans, lalu mengenakannya. Aku tanyakan
apakah Wulan mau mandi dulu, dan dia hanya menggeleng. Dalam keremangan senja
aku masih dapat melihat matanya yang indah berkaca-kaca. Kuambil T-Shirtnya.
Karena basah, aku mengepak-ngepakkan agar lebih kering, lalu aku berikan
T-Shirt itu bersama-sama dengan BH-nya. Robby dan Doni menunggu kami di atas
tebing sungai. Setelah Wulan dan aku lengkap berpakaian, kami beranjak pergi
meninggalkan tempat itu. Robby dan Doni berjalan tujuh meter di depanku dan
Wulan.
Di perkemahan, Fadli dan Lia
menunggu kami dengan cemas. Lalu kami mengarang cerita agar peristiwa itu tidak
menyebar. Untunglah Fadli dan Lia percaya, dan Wulan hanya diam saja.
Tepat tengah malam di saat orang
lain merayakan pergantian tahun baru, kami melewatinya dengan hambar. Tidak
banyak keceriaan kala itu. Kami lebih banyak diam, walau Fadli berusaha
mencairkan keheningan malam dengan gitarnya.
Esoknya, pagi-pagi sekali Wulan
minta segera pulang. Kami maklum lalu segera membongkar tenda. Untunglah sesampainya
di kota kami, Wulan merahasiakan peristiwa ini. Tapi tiga bulan berikutnya
Wulan menghubungiku dan dia dengan memohon meminta aku bertanggung jawab atas
kehamilannya. Aku sempat kaget karena belum tentu anak yang dikandungnya itu
adalah anakku. Tapi raut wajahnya yang sangat mengiba, membuatku kasihan lalu
menyanggupi menikahinya.
Satu bulan berikutnya kami resmi
menikah. Wulan minta agar aku memboyongnya meninggalkan kota ini dan mencari
pekerjaan di kota lain. Sekarang “anak kami” sudah dapat berjalan. Lucu sekali.
Matanya indah seperti mata ibunya. Kadang terpikir untuk mengetahui anak siapa
sebenarnya “anak kami” ini. Tapi kemudian aku menguburnya dalam-dalam. Aku
khawatir kebahagiaan rumah tangga kami akan hancur bila ternyata kenyataan pahitlah
yang kami dapati.
Akhir Desember 1997 kami
menikmati pergantian tahun baru di rumah saja. Peristiwa ini kembali menguak
kenangan buruknya. Matanya berkaca-kaca. Aku memeluk dan membelai rambutnya.
Beberapa menit kemudian, dalam dekapanku dia mengaku bahwa sebelum peristiwa
itu terjadi, sebenarnya dia sudah jatuh cinta padaku. Dia ikut mencari kayu
bakar karena dia ingin bisa dekat denganku.
Ya Tuhan, aku benar-benar
menyesal. Pengakuannya ini membuat hatiku pedih tak terkira.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar