>>>SINGAPOREPOOLS<<<
ANGKA MAIN : 8 2 5 4
TOP 2D : 08 12 25 34 48
CADANGAN 2D : 58 62 75 84 98
TOP SHIO : Kambing Kelinci Kerbau
COLOK BEBAS : 2 4 5
AS : 3 4 5
KOP : 6 7 9
KEPALA : Besar / Ganjil
EKOR : Besar / Genap
Perkenalkan namasaya Emmy,
diumurku yang beranjak kepala 3 aku masih melajang, padahal aku tidak jelek,
kulitku putih dengan wajah yang cantik, tinggi 171 cm, diusiaku saat ini
statusku masih gadis, kalau secara medis seorang wanita diusia segitu untuk
mempunyai keturunan sudah lewat.
Kadang aku frustasi kalau
mendengar berita dari dokter, tapi kalau saya ingat – ingat terus semuanya
membuat aku sedih, jadi aku tidak tenggelam dalam kesedihanku, aku selalu
mencari kegiatan yang bisa membuat aku bahagia.
Namun ada yang terus-terusan
mengganjal di batinku. Masalah seks ! Rasanya tidak terlalu dini untuk cewek
seusiaku sering memikirkan hal yang satu itu. Bahkan mungkin sudah terlambat.
Tapi mending terlambat daripada tidak.
Ya. Kalau aku sudah membayangkan
yang satu itu, aku jadi bingung sendiri dan tak tahu lagi apa yang harus
kulakukan.
Baca Juga: Kehidupan Pelacur
Sangat
Padahal aku sering Mbakton film
bokep, baca cerita-cerita dewasa dan dengar dari sana sini tentang nikmatnya
hubungan seks dengan pria. Tapi aku hanya bisa membayangkannya. Karena belum pernah
merasakannya. Yang jelas ada hasrat di batinku, hasrat untuk merasakannya.
Tapi beginilah takdir wanita
timur. Sekalipun ada hasrat yang terpendam, aku tak bisa seperti kaum pria yang
bisa seenaknya mencari mangsa pelampiasan. Apalagi untuk berstatus belum
menikah seperti aku, bisa dibilang perawan tua.
Kemelut dan hasrat terpendam ini
berlangsung berbulan-bulan. Sampai pada suatu hari, aku teringat pada Roni,
anak buah ayahku yang sering datang ke rumah. Aku punya nomor handphonenya,
tapi tak pernah memanfaatkannya. Pada hari itu, aku memberanikan diri menelepon
pria 26 tahunan itu.
“Lagi ngapain Ron?”
“Ehh…Mbak Sinta….tumben nelepon?
Aku lagi di bengkel Mbak. Lagi benerin motor.”
“Sendirian?”
“Iya. Kenapa Mbak? Mau
ditemenin?”
“Mau sih…tapi takut istrimu
ngambek.”
“Hahaha…masa nemenin putri bossku
ngambek?”
“Tapi aku pengen ditemaninnya
seharian. Bisa gak?”
“Siap Mbak. Tapi harus di hari
libur.”
“Minggu mendatang ini gimana?”
“Boleh.”
“Tapi hanya kita berdua saja Ron.
Jangan ngajak sapa-sapa. Dan jangan bilang-bilang sama Papa.”
“Iya…iya…mau ditemenin ke mana?”
Aku lalu menyebutkan salah satu
daerah wisata di dekat kotaku.
“Ke sana harus pake mobil Mbak.”
“Iya, pake taksi aja. Nanti
kujemput di tempat yang sudah ditentukan. Deal?”
“Deal…tapi aku lagi bokek Mbak.
Pas tanggung bulan nih.”
“Semua aku yang tanggung Ron.
Santai aja.”
“Oke deh kalau gitu. Jam berapa
berangkatnya?”
“Lebih pagi lebih baik. Biar
jangan kemalaman pulangnya.”
Pada hari Minggu yang sudah
dijanjikan, jam 9 pagi aku dan Roni sudah duduk-duduk berdua di gubuk beratap
ijuk dan berada di dekat air terjun. Suasana masih sepi, maklum massih pagi.
Dalam perjalanan aku belum bicara apa-apa. Karena aku tak mau sopir taksi
mendengar masalah yang harus dirahasiakan ini.
“Ron…tau nggak kenapa aku ngajak
ke sini?” tanyaku setelah belasan menit menikmati indahnya pemandangan di
sekitar air terjun ini.
“Mungkin di rumah Mbak lagi
jenuh, lalu ingin refreshing di sini,” sahut Roni sambil menyalakan rokoknya.
“Bukan Ron. Aku butuh bantuanmu,
please…”
“Dibantu dalam soal apa Mbak?”
Roni menatapku. Hmm…memang ganteng anak buah ayahku ini. Rasanya aku tak salah
pilih meski aku tahu dia sudah beristri.
“Ini sangat rahasia Ron. Maukah
kamu berjanji untuk tidak menyampaikan hal ini kepada siapa pun?”
“Iya Mbak, saya janji…” Roni
mengangguk-angguk. Lalu mengepulkan asap rokok dari mulutnya.
Aku sendiri suka merokok. Karena
itu kukeluarkan rokok mentholku dari tas kecilku, untuk menenangkan diri,
karena aku akan mengucapkan kata-kata yang terlalu penting buatku.
Setelah menyalakan rokok dan
mengisapnya dalam-dalam, aku memegang pergelangan tangan Roni sambil
mendekatkan mulutku ke telinganya. Dan berkata setengah berbisik, “Aku ingin merasakan
hubungan seks, Ron…please Ron….kamu bisa kan?”
Roni tersentak, pasti kaget dan
tak menyangka kalau aku mau membicarakan masalah itu.
“Mbak becanda apa serius?” Roni
menatapku, masih dengan tatapan sopan, karena aku ini putri bossnya.
“Serius Ron. Umurku sudah
tigapuluhlima tahun. Wajar kan kalau aku ingin merasakannya?”
“Emangnya Mbak belum pernahsama
sekali?”
“Belum Ron. Jangankan hubungan
seks. Ciuman aja belum pernah. Sumpah deh. Tadinya aku mempertahankan
kesucianku, untuk suamiku di malam pertama. Tapi sampai hari ini belum juga ada
yang mau nikah dnganku. Makanya kupikir tak ada gunanya menahan-nahan diri
lagi. Biarlah virginitasku buat kamu saja Ron.”
“Tapi Mbak kan tahu, aku sudah
punya istri.”
“Biar saja. Aku gak minta dikawin
kok. Aku hanya ingin merasakan hubungan seks aja. Ingin banget…..”
Suasana saat itu masih tetap
sepi. Biasanya jam 12 mulai banyak pengunjung yang ingin refreshing di tempat
yang sejuk dan indah ini. Roni terdiam. Tapi tangannya tidak diam. Mulai mengelus
betisku. Membuatku merinding syur. Ih, belum apa-apa sudah dag-dig-dug gini.
Kubiarkan saja tangannya menyelinap ke balik gaun putihku, menyelusuri pahaku
sampai ke pangkalnya. Mungkin memang harus seperti itu awalnya.
Dan tanpa basa-basi lagi tangan
Roni menyelinap ke balik celana dalamku. Tetap kubiarkan. Bahkan aku ingin
diperlakukan seperti itu. Maka kurasakan jemarinya mulai mengelus-elus jembut
dan bibir kemaluanku…oooh…baru dielus jari saja sudah terasa enaknya. Maka
kubiarkan saja semuanya itu terjadi. Dengan hasrat semakin menggila.
“Kita tak mungkin bisa
melakukannya di sini Mbak,” kata Roni setengah berbisik, “Kalau kelihatan orang
lain kan bisa heboh.”
“Ya iyalah,” sahutku sambil
menahan tangan Roni agar jangan menjauh dulu dari vaginaku, karena elusannya
geli-geli enak. Dan ini pertama kalinya vaginaku disentuh tangan pria.
“Emang aku gak ngajak di sini. Di
situ kan ada hotel, jalan kaki sepuluh menit juga sampai,” kataku sambil
menunjuk ke arah selatan, “Nanti di sana aja mainya. Tapi oooh…jangan cabut
dulu tanganmu Ron…elusanmu kok enak sekali….”
Sebagai jawaban, Roni
mengangsurkan bibirnya ke bibirku sambil bertanya, “Beneran belum pernah
dicium?”
“Bener Ron…ngapain aku bohong..”
sahutku sambil membiarkan bibirnya makin dekat dan makin dekat ke bibirku. Lalu
ia melumat bibirku, sementara tangannya tetap mengelus vaginaku, sehingga aku
terkejang-kejang dalam perasaan yang indah dan nikmat.
Tapi lalu kubayangkan alangkah
indahnya kalau semua ini dilakukan di dalam kamar tertutup, sehingga aku dan
Roni akan bebas melakukan apa saja.
“Ayo Ron…kita ke hotel aja yok,”
kataku sambil mencium pipi Roni.
Roni mengangguk dan mengeluarkan
tangannya dari balik celana dalamku.
Kami tinggalkan gubuk yang
sengaja dibangun oleh dinas parawisata itu, kemudian menuju hotel yang tak jauh
dari pintu masuk ke taman itu. Sebuah hotel kecil tapi bersih, membuatku senang
cek ini di situ. Kamarnya tidak besar. Hanya berisi satu tempat tidur besar dan
kursi dua buah. Ada juga cermin besar di dinding dan disediakan dua helai
handuk bersih berikut sabun mandi.
Berbeda dengan waktu di dekat air
terjun tadi, setelah berada di dalam kamar hotel itu Roni jadi agressif. Begitu
masuk ke dalam kamar dan setelah menguncikan pintunya, dia langsung menerkamku.
Memelukku dengan ciuman ganas di bibir dan leherku.
Ini memang yang kuinginkan. Tapi
aku tak tahu cara membalasnya. Aku hanya memeluknya dengan penuh hasrat, dengan
jantung berdegup kencang dan membayangkan apa yang akan terjadi dengan benak
penuh tanda tanya.
“Buka ya bajunya, biar jangan
kusut,” kata Roni sambil mencium pipiku dengan bibir terasa hangat.
Aku mengangguk sambil tersenyum.
Walaupundengan malu-malu kutanggalkan gaun dan underwearku, sehingga tinggal CD
dan BH saja yang masih melekat di tubuhku.
“Hmmm…ternyata tubuhmu mulus
banget Mbak,” kata Roni sambil mengelus perutku.
“Mulus tapi gendut…” kataku.
“Ah…gak seberapa gendut…malah
tampak seksi gini….” Roni melepaskan kancing BHku yang bernomor 40.
“Wow…ini baru toge…” kata Roni
setelah menanggalkan behaku. Lalu meremas buah dadaku yang besar ini dengan
lembut.
“Kok kamu sendiri masih pakaian
lengkap gitu? Buka juga dong biar adil,” kataku sambil melepaskan kancing baju
kausnya, kemudian ia sendiri yang menanggalkannya. Disusul dengan pelepasan
celana denimnya yang berwarna biru gelap.
Roni malah bertindak lebih cepat.
Ia menanggalkan segala yang melekat di tubuhnya. Sehingga ia duluan telanjang
bulat. Yang membuatku berdebar-debar adalah ketika melihat penisnya yang tampak
sudah keras, mengacung dengan gagahnya. Aku tidak tahu apakah penis Roni itu
tergolong besar atau kecil, panjang atau pendek, entahlah…karena baru sekali
itu aku melihat penis dalam kenyataan (kalau nonton dari film-film bokep sih
sering).
Ketika Roni naik ke atas tempat
tidur, aku tak kuat lagi menahan hasrat, ingin memegang penisnya yang tampak
sudah tegang itu.
“Ini harus diapain Ron?” tanyaku
lugu sambil menggenggam penis Roni yang memang sudah keras dan hangat itu.
“Ya dimasukin ke dalam memek Mbak
nanti…makanya buka dong celana dalamnya biar leluasa…” sahut Roni sambil
menurunkan celana dalamku dengan hati-hati. Sedikit demi sedikit kemaluanku
mulai terbuka….lalu terbuka sepenuhnya setelah celana dalamku dilemparkan ke
dekat bantal oleh Roni.
“Hmm…kebayang…memek perawan pasti
enak,” kata Roni sambil mengelus-elus jembutku yang kubiarkan tumbuh liar dan
lebat sekali.
Kemudian Roni mendorong dadaku
dengan lembut, supaya aku merebahkan diri di tempat tidur yang lumayan besar
ini. Aku pun manut saja. Bahkan kataku, “Aku ikuti instruksi kamu aja Ron.
Jangan diketawain ya…soalnya aku masih bodoh banget. Anggap aja sekarang ini
aku cuma anak TK.”
“Santai aja, Mbak…kita lakukan
secara smooth and clear…tapi bagaimana kalau Mbak hamil nanti?”
“Wah, jangan bikin hamil dong.
Aku gak akan nuntut apa-apa, asal jangan sampai hamil aja.”
“Berarti padaa waktu mau
ejakulasi, harus dicabut dan dilepaskan di luar.”
“Terserah…pokoknya asal jangan
hamil aja. Kamu tentu lebih pengalaman dalam soal itu.”
“Iya, tenang aja. Aku jamin
takkan hamil. Tapi besok-besok kalau mau aman, pasang alat KB aja di dokter.
Bilangnya sudah punya suami gitu. Jangan ngaku masih lajang.”
“Oke….” sahutku dengan senyum.
Roni rebah di sampingku, saling
berhadapan dan mulai asyik mempermainkan payudaraku. Mula-mula cuma diremasnya
dengan lembut. Lama kelamaan ia mulai mengulum pentilnya, terasa disedot-sedot
seperti anak kecil menyusu pada ibunya. Tapi ujung lidahnya terasa
bergerak-gerak, menyapu-nyapu pentil payudaraku yang sangat montok ini. Aku
jadi geli-geli enak dibuatnya.
Dan jarinya merayap ke bawh, ke
arah vaginaku lagi. Mungkin melanjutkan yang terhenti di dekat air terjun tadi.
Tapi…oh…elusannya di bibir kemaluanku…lalu elusan di clitorisku ini…benar2
membuatku mengejang-ngejang dalam nikmat yang luar biasa. Baru dimainkan dengan
jemari saja sudah begini enaknya, apalagi kalau penisnya sudah dimasukkan…oooh…aku
tak sabar lagi untuk merasakannya. Tapi aku harus menahan diri agar acaranya
tidak kacau, karea aku belum mengerti apa-apa.
Tak lama kemudian ia minta agar
aku menelentang. Pikirku sudah mau memasukkan penisnya ke dalam vaginaku. Tapi
ternyata tidak. Ia malah menciumi pusar perutku. Lalu menurun ke arah
kemaluanku.
Aku terkejut ketika ia mulai
menciumi kemaluanku. Tapi lalu teringat film-film bokep yang pernah kutonton
dari laptopku. Karena itu aku diam saja, karena mungkin seharusnya seperti itu.
Maka aku pun menurut saja ketika kedua pahaku disuruh agar direntangkan selebar
mungkin. Menuruti perintahnya dengan jantung semakin deg-degan.
LAlu aku diam saja sambil menatap
langit-langit kamar hotel. Dan tiba-tiba aku merasa sesuatu yang geli luar
biasa, tapi gelinya geli enak. Rupanya Roni mulai menjilati vaginaku. Oh, ini
edan banget enaknya. Terlebih ketika kurasakan jilatannya terpusat di
kelentitku, oooh..aku mulai tak bisa menahan rintihan-rintihan histerisku,
“Rooob…ooooh…kok enak banget Ron….oooh….iya Ron…terus Ron….iya clitorisnya enak
sekali….kamu edan Ron…kamu pandai banget Ron…..oooh….addduuuh….”
Aku menggeliat-geliat dalam arus
nikmat yang luar biasa. Sekujur tubuhku seolah dialiri arus listrik yang
membuatku berdenyut dari ujung kaki sampai ke ubun-ubun. Bahkan tak lama
kemudian aku merasakan liang vaginaku berkedut-kedut….dan aku merasa seperti
melesat ke angkasa, lalu jadi takut jatuh…membuatku merintih,
“Rooobiiiii….oooooh….”
Aku tidak tahu apa yang sedang
terjadi saat itu. Belakangan lalu tahu bahwa itu yang disebut orgasme.
Saat itu yang aku tahu, Roni
seperti sengaja ingin membuat vaginaku basah sebasah-basahnya. Bukan hanya
lendirku sendiri yang membasahi vaginaku, tapi juga air liur Roni yang begini
banyaknya.
Kemudian Roni naik dan
menelungkup di atas dadaku sambil mengarahkan moncong penisnya ke mulut
vaginaku. “Sengaja kubikin becek dulu, supaya tidak sakit waktu penetrasi,”
katanya sambil berusaha meletakkan penisnya di tengah-tengah mulut vaginaku.
Kemudian aku rasakan desakan penisnya, membuat napasku tertahan.
“Pahanya lebih direnggangkan lagi
Mbak,” kata Roni yang kuturuti juga.
Lalu terasa desakan penis
Roni…kuat sekali….aaah…mulai membenam sedikit. Aku makin merenggangkan pahaku
supaya Roni tidak kesulitan membenamkan batang kemaluannya.
Aku sering mendengar betapa
sulitnya meneRonos kegadisan di malam pertama, malah katanya ada yang sampai
seminggu baru berhasil. Tapi Roni tidak seperti itu. Aku merasakan sedikit demi
sedikit batang kemaluannya membenam ke dalam liang vaginaku. Tapi dia tidak
mendorong langsung sampai tuntas, melainkan digeser-geser dulu, lalu makin lama
makin dalam masuknya.
“Sakit?” tanyanya ketika kurasa
ada yang sedikit perih di dalam vaginaku. Mungkin karena selaput daraku (hymen)
sudah tertembus penis Roni.
“Sakit sedikit….” sahutku.
“Tahan ya sakitnya…hanya pertama
kali ini saja terasa agak sakit, nantinya sih gak sakit lagi.”
“Iya….aku kuat nahan sakit
kok…tuntaskan aja Ron,” sahutku sambil mencumi hidung dan mata Roni .
Lalu desir-desir nikmat itu makin
lama makin nyata ketika penis Roni mulai menggelusur-gelusur di dalam liang
vaginaku. Oh, pantaslah orang bilang bersenggama ini laksana berada di surga
dunia. Aku mulai merasakannya kini, ketika Roni mulai menggerakkan penisnya
secara teratur…masuk semakin dalam, ditariklagi, didorong lagi…oooh…ini luar
biasa nikmatnya…sehingga rintihan-rintihan nikmatku berlontaran begitu saja :
“Ron…oooh…Ron…enak sekali Ron….oooh….Ron…iya Ron….enak Ron….oooh….”
Roni mendekap leherku sambil
berbisik, “Memek Mbak juga enak banget…wah..ini bener-bener memek perawan…luar
biasa enaknya Mbak….” Aku tidak tahu apakah ucapannya itu keluar dari
kejujurannya atau hanya ingin menyenangkan hatiku. Yang jelas tanganku
meremas-remas rambut Roni sampai kusut masai, karena menahan geli-geli enaknya
enjotan penis Roni yang berada di dalam jepitan liang kemaluanku.
Roni pun mulai ganas melumat
bibirku sambil meremas-remas buah dadaku dengan agak keras, sementara penisnya
tetap mengenjot liang kemaluanku. Oh, ini nikmat sekali. Sehingga aku sering
terpejam-pejam dibuatnya. Batinku seolah melayang-layang di langit ketujuh.
Luar biasa indah dan nikmatnya.
Saat itu aku belum tahu apa yang
sedang terjadi ketika tiba-tiba saa sekuur tubuhku mengejang di puncak
kenikmatanku, kemudian bagian dalam vaginaku terasa berkedut-kedut, lalu
seperti ada yang mengalir di dalamnya. Sekarang aku tahu bahwa saat itu aku
sedang mengalami puncak orgasme. Puncak dari segala kenikmatan dalam
bersenggama.
Entah berapa kali aku mengalami
hal itu. Yang jelas keringat Ronbi mulai berjatuhan di tubuhku. Terasa makin
lama makin hangat. Tapi aku tak peduli lagi dengan semuanya itu, kecuali satu
hal..bahwa enjotan batang kemaluan Roni luar biasa enaknya. Membuatku terkadang
memejamkan mata dengan mulut ternganga, terkadang melotot dan menahan napas
dalam syur.
Sampai pada suatu saat, tiba-tiba
saja Roni mencabut batangg kemaluannya, kemudian bergegas naik ke atas perutku,
sambil memegang penisnya yang sudah berlumuran lendirku.
Lalu terdengar ia mendengus
panjang. Dan moncong penisnya menyembur-nyemburkan cairan kental hangat ke buah
dadaku, ke leherku dan ke pipiku. Aku sudah dapat menduga bahwa itu air mani
Roni. Gilanya aku malah senang dada dan mukaku disemproti cairan kental itu.
Bahkan yang di pipi kuusap dan kujilati dari telapak tanganku.
Roni pun mencium keningku disusul
dengan bisikan hangat, “Mbak sangat memuaskan….”
“Masa sih?” aku bangkit dan
meraih handuk yang disediakan oleh hotel. Kuseka keringatku yang telah
bercampur aduk dengan keringat Roni. Ketika melirik ke arah seprai, kulihat ada
genangan darah yang sudah muai mengering. Hmm…itulah darah perawanku.
Aku sudah menjadi wanita yang
lengkap, yang benar-benar dewasa. Aku tidak menyesalinya, bahkan hatiku bahagia
sekali. Maka dengan mesra kupeluk Roni diiringi bisikan, “Terimakasih Ron.
Sekarang aku benar-benar sudah menjadi wanita yang dewasa. Aku bahagia sekali.”
“Terimakasih juga Mbak. Karena
Mbak sudah mempercayakannya padaku. Selain daripada itu, aku mengalami kepuasan
yang luar biasa,” sahut Roni disusul dengan kecupan hangat di bibirku.
“Kalau dibandingkan dengan
istrimu pasti aku gak ada apa-apanya kan?”
“Gak Mbak. Mungkin karena dengan
istri seolah hanya menunaikan kewajiban saja. Sudah terlalu hapal seluk
beluknya. Tapi dengan Mbak barusan, luar biasa. Sebenarnya Mbak ini seksi banget.
Bodoh juga cowok-cowok yang tidak mau sama Mbak.”
MINGGU itu benar-benar Minggu
yang indah dan mengesankan. Di hari itu aku sudah menjadi wanita yang lengkap,
meski belum bersuami. Setelah berada di rumah, sampai larut malam aku tak bisa
tidur. Bukan karena resah, melainkan sebaliknya. Asyik mengenang keindahan yang
terjadi siang harinya.
Roni memang penuh kelembutan dan
sangat berhati-hati memperlakukanku. Waktu kutanya, benarkah pengantin baru
bisa 5 kali bersetubuh di malam pertamanya, Roni menjawab, “Memang benar. Tapi
aksi seperti itu menyiksa wanitanya. Karena luka di vaginanya belum kering,
lalu dihajar lagi terus-terusan. Aku gak mau seperti itu.
Aku ingin luka di vagina Mbak
mengering dulu. Kalau sudah benar-benar sembuh, ayo kita habis-habisan. Aku
punya banyak cara untuk memuasi Mbak nanti. Santailah dulu. Sembuhkan dulu luka
di vagina Mbak. Nanti kita ketemuan lagi. Gak usah jauh-jauh ke sini…di dalam
kota juga banyak hotel yang bisa kita pakai. Jadi gak buang-buang waktu di
jalan.”
Aku setuju pada pendirian Roni
itu. Aku akan bersabar sampai perih di vaginaku lenyap. Lalu habis-habisan
menikmati keindahan berhubungan badan dengan Roni lagi.
Hanya dalam dua hari perih di
dalam vaginaku hilang. Tapi lalu ada gatal-gatal. Mungkin karena luka yang
sudah mengering biasa menimbulkan gatal. Tapi gilanya, aku bayangkan
gatal-gatal ini pasti enak sekali kalau digesek oleh penis Roni. Dengan kata
lain, aku ingin disetubuhi oleh anak buah ayahku itu.
Aku mencoba meneleponnya. Tapi
ternyata dia sedang di luar kota, bersama ayahku.
O, kecewanya hatiku. Tapi di
telepon tadi aku tidak berterus terang bahwa sebenarnya aku ingin digaulinya
lagi. Percuma kukatakan juga, karena dia sedang mendampingi ayahku di luar
kota. Mungkin dua atau tiga hari lagi baru pulang, karena ayahku juga bilang
begitu.
Tapi khayalan tentang nikmatnya
kalau vaginaku yang agak gatal ini digesek oleh penis….ah…makin lama makin
menggila. Sehingga aku resah sendiri di dalam kamarku.
Seperti orang kesurupan, aku
telanjang di dalam kamarku. Kupandang bayangan sekujur tubuh bugilku di cermin
besar yang ada di lemari pakaianku. Lalu kuremas-remas sepasang buah dadaku
yang sangat montok ini. Kuelus kemaluanku yang berbulu sangat lebat ini.
Aaaah…seandainya tangan yang menyentuh kemaluanku ini bukan tanganku sendiri….seandainya
ada seorang lelaki yang menyentuhku malam ini….aaaah….seandainya malam ini ada
seorang lelaki yang mau menggelutiku, mengelus kemaluanku, meremas buah
dadaku…lalu memasukkan penisnya ke celah vaginaku…alangkah indahnya kalau
khayalanku ini menjadi suatu kenyataan.
Bermenit-menit aku tenggelam di
dalam khayalanku. Tiba-tiba aku teringat Seno, anak muda yang tugasnya mengurus
taman, kolam dan membersihkan mobil ayahku. Kenapa aku baru berpikir sekarang
mengenai orang itu?
Ya, di rumahku hanya ada tiga
orang malam ini, Bi Iyem yang sudah tua itu, Seno dan aku sendiri.
Bi iyem yang sudah tua itu tidak
kupikirkan. Yang menyelinap ke dalam pikiranku adalah Seno itu. Cowok 22
tahunan itu sudah hampir setahun bekerja di rumahku. Menurutku, dia tidak jelek.
Lumayan lah. Kenapa baru sekarang aku memperhitungkannya? Bukankah biasanya aku
jutek-jutek aja padanya?
Lalu kukenakan gaun tidurku yang
putih dan transparant, tanpa mengenakan apa-apa lagi di dalamnya. Kulihat jam
sudah menunjukkan pukul 10 malam. Bi Iyem sudah tidur, seperti biasa. Tapi
pintu kamar Seno masih terbuka. Aku lalu melangkah ke arah pintu yang terbuka
itu.
Sesampainya di depan pintu yang
terbuka itu, kulihat Seno sedang menyisiri rambutnya yang agak gondrong. Tampak
kelimis. Mungkin baru selesai mandi, karena biasanya dia suka mandi
malam-malam.
“Seno…malam ini kamu tidur di
kamarku ya,” kataku, “aku lagi takut tidur sendiri. Kemaren juga mimpiku serem
banget.”
Seno kaget, memandangku sesaat.
Tapi lalu mengangguk, “Ba…baik Mbak.”
Lalu ia menggulung tikar yang
terhampar di dekat dipannya.
“Buat apa tikar itu?” tanyaku
heran.
“Buat tidur saya Mbak,” sahutnya
sopan.
“Gak usah. Nanti tidur di tempat
tidurku aja. Tempat tidurku kan gede banget. Ngapain bawa-bawa tikar segala,”
kataku sambil kembali ke kamarku.
Sesaat terkilas pertentangan di
dalam batinku : Apakah aku tidak salah? Pembantuku sendiri mau dijebak agar mau
menggauliku? Di mana letak harga diriku? Ahhh…persetan dengan segala harga diri
! Bukankah Seno juga manusia? Bukankah aku sedang sangat membutuhkan lelaki
malam ini? Ya, yang penting lelaki ! Lelaki yang lengkap dengan kejantanannya !
Tak lama kemudian Seno masuk ke
dalam kamarku, dengan mengenakan kaus oblong dan sarung. Mudah-mudahan
sarungnya tidak bau. Tapi yang aku tahu, dia menjaga kebersihan juga, meski
statusnya cuma seorang pembantu di rumah ini.
“Kamu bisa mijet No?” tanyaku ketika
Seno masih berdiri canggung di dekat tempat tidurku yang luas dan ditutupi bad
cover bercorak bunga lotus. “Mijet asal-asalan sih bisa Mbak.”
“Yang penting urut-urut aja,
badanku pegel-pegel,” kataku sambil mengambil baby lotion dari meja riasku.
“Baik Mbak,” katanya sambil
menerima botol lotion itu.
Aku pun lalu telungkup di atas
tempat tidur. “Sarungmu lepasin dulu gih…gak enak lihatnya,” kataku, “Nanti
kalau mau tidur sih ada selimut buatmu.”
“Ba…baik Mbak…tapi…tapi saya cuma
pake celana dalam. Saya mau pake celana panjang dulu ya Mbak.”
“Gak usahlah. Buang-buang waktu
aja. Laki-laki kan gak usah tertutup-tutup banget. Anggap aja di kolam renang.
Hihihi…”
“I..iya Mbak…yang mau dipijet
apanya Mbak?” Seno melepaskan sarungnya, sehingga tinggal mengenakan celana
dalam dan kaus oblong aja, lalu duduk di pinggiran tempat tidurku.
“Semuanya lah. Dari kaki sampai
kepala.”
“Ba..baik Mbak…”
Lalu terasa Seno mulai
memijit-mijit telapak kakiku. “Enak juga pijetanmu No. Belajar dari mana?”
“Ah asal-asalan aja Mbak. Dulu
waktu kecil suka disuruh pijetin ayah saya…”
“Terus naik ke atas,” kataku
sambil menyingkapkan gaun tidurku sampai ke paha.
“Iya Mbak,” sahutnya sambil
membalurkan lotion ke betisku.
“Yang agak kuat ngurutnya ya,”
kataku.
“Iya Mbak,” sahutnya. Lalu
tangannya mulai mengurut-urut betisku. Dan aku justru membayangkan sedang
dipijat oleh Roni. Tapi Seno setelah tangannya berada di lipatan lutut, seperti
ragu memijat ke arah paha, sehingga aku harus memberi instruksi yang jelas,
“Ayo terus ke atas. Justru yang pegel di pangkal pahaku, No.” Kusingkapkan gaun
tidurku sampai ke pinggangku. Padahal saat itu aku tidak mengenakan beha maupun
celana dalam. Maka pastilah sekujur pantatku dilahap oleh mata Seno.
“Iya Mbak,” sahut Seno dengan
suara agak terengah. Pasti karena melihat pantat besarku yang tak tertutup
apa-apa lagi. Bahkan sebagian jembutku pasti ada yang nyembul di pantatku,
karena memang lembutku lebat sekali tanpa pernah dicukur.
Sambil menelungkup kuamati
perilaku Seno, dengan mata disipitkan seolah-olah sedang terpejam.
Dia mengurut pahaku dengan mulut
ternganga. Dan kulihat di celana dalamnya ada yang menonjol. Ah, rasanya aku
tak sabar lagi, ingin memegang yang berada di balik celana dalam itu. Tapi aku
harus menahan diri dulu. Aku harus yakin dulu bahwa dia mau kuajak bersetubuh.
Ketika tangan Seno mulai memijati buah pinggulku, aku mulai menyelidikinya,
“Kamu pernah main sama cewek, No?”
“Ma…main gimana Mbak?”
“Bersetubuh, gitu…pernah kan?”
“Hehehe…pernah, di kampung saya
dulu, waktu baru umur tujuhbelas.”
“Sama siapa?”
“Sama janda Mbak. Sekarang dia
malah sudah nikah, dijadikan istri ketiga sama bandar tembakau.”
“Sering kamu main sama janda
itu?”
“Gak terlalu sering…kalau
dihitung-hitung, paling juga baru lima kali.”
“Enak gak maen sama janda itu?”
“Mmm…ya enak Mbak…tapi sudah lama
sekali, sudah lupa rasanya.”
Aku tersenyum sendiri
mendengarnya. Dan aku semakin tak sabar, rasanya ingin sekali liang vaginaku
digesek dan dienjot oleh batang kemaluan lelaki. Lalu aku membalikkan badan,
menelentang sambil menarik gaunku sampai ke perut. “Ininya pijit tapi jangan
terlalu keras,” kataku sambil menunjuk ke pangkal pahaku.
“I…iya Mbak…pa…pakai minyak ini
juga?” sahut Seno tergagap, pasti gugup karena melihat kemaluanku yang
berjembut lebat liar ini.
“Iya,” sahutku sambil mengamati
bagian yang menonjol di balik celana dalamnya itu.
Sebenarnya saat itu aku juga
gugup. Tapi aku bisa menguasainya. Bahkan kurentangkan sepasang pahaku
lebar-lebar, biar dia bisa mengamati kemaluanku sepuasnya. Lalu kutarik
tangannya yang baru saja dibasuh dengan baby lotion, kuletakkan telapak tangan
itu di kemaluanku sambil berkata binal, “Ini urutnya yang lembut ya.”
“I…iya…ininya diurut juga Mbak?”
ucap Seno dengan suara hampir tak terdengar, sementara tangannya terasa
gemetaran.
“Iya,” sahutku sambil menjulurkan
tanganku ke arah celana dalam Seno. Dan kupegang bagian yang menonjol itu.
Hihihi…benar-benar sudah ngaceng. Dan Seno terkejut. Terlebih lagi waktu aku
menyelinapkan tanganku ke balik celana dalamnya, karena aku ingin memegang
penisnya tanpa terhalang celana dalam lagi.
Seno gelagapan. Tapi dengan
senyum binal aku berkata, “Ya sudah, kamu elus memekku, aku elus kontolmu yang
udah ngaceng ini, biar adil kan?”
“I…iya
Mbak…ta…tapi…duuuh…perasaan saya jadi gak bener nih…” kata Seno sambil berusaha
mengikuti perintahku, mulai mengelus-elus kemaluanku dengan tangan yang sudah
berlumuran baby lotion.
“Iya begitu ngelusnya, No…enak
nih…oooh…” kata-kataku berlontaran begitu saja ketika tangan Seno mengelus
bibir kemaluanku, “Masukin jarinya sedikit gak apa-apa No….duuuh…enaknya sih
pake kontolmu ini No….” kataku lagi sambil meremas-remas batang kemaluan Seno.
“Ah…ma…masa pake punya saya
Mbak….”
“Kamu mau nggak? Kalau mau ya
masukin aja kontolmu ke memekku..yang jujur dong kalau jadi cowok…kalau mau
bilang mau, kalau gak bilang gak…”
“Ma…mau Mbak…mau…mau…”
“Ya udah masukin aja
kontolmu…pasti lebih enak…”
Dengan sikap bersemangat, Seno
melepaskan celana dalamnya, lalu menempelkan puncak penisnya di mulut vaginaku.
Aku degdegan juga menunggu
semuanya ini, karena tampaknya penis Seno sedikit lebih besar daripada penis
Roni. Panjangnya pun melebihi penis Roni. Karena sudah dilumuri baby lotion,
meskipun penis Seno lumayan gede, mudah saja ia mendorongnya sampai amblas ke
dalam liang vaginaku.
“Ooooh…sudah masuk No…..ayo
mainkan, kenapa didiamkan aja? Entotin aja seperti waktu kamu ngentot janda itu
ayo…..nnaaaahhh…gitu No….oooh…enak No….entot terus No…ini enak sekali….”
“Duuuh Mbk….kita jadi bersetubuh
ya Mbak…duuuh, punya Mbak masih kecil banget…enak sekali Mbak…”
“Ya iyalah masih kecil. Aku baru
satu kali ngerasain dientot. Ini yang kedua kalinya No…”
“Oooh, pantesan masih kecil
banget lubangnya….enak sekali Mbak….mmm…”
“Tetekku remas atau diemut dong,
jangan dibiarkan nganggur,” kataku sambil menarik gaun tidurku tinggi-tinggi
dan kulepaskan sekalian. Sehingga aku kini benar-benar telanjang bulat.
Seno patuh saja pada perintahku.
Dia mulai mengentotku sambil meremas-remas buah dadaku, terkadang juga
mengemutnya seperti yang dilakukan oleh Roni 3 hari yang lalu.
“Ooooh…enak No…kontolmu gede
No…lebih gede daripada punya pacarku…mantap No…iya…oooh…enak banget No…..”
ucapku berlontaran begitu saja sambil meremas-remas rambut Seno, terkadang
menjambaknya dengan gemas….bukan main nikmatnya.
Seno sendiri tampak sangat
menikmati persetubuhan ini. Hmm…namanya kusimpan di hatiku, sebagai cowok yang
bisa kuajak bersetubuh kapan pun aku menginginkannya.
“Mbak…nanti kalau sa…saya mau
keluar…lepasinnya di mana?” tanyanya terengah-engah.
“Di dalam memekku saja,” sahutku
sambil memeluk lehernya dengan gemas. Aku memang tak takut hamil lagi. Karena
kemarin aku sudah dipasangi alat KB oleh dokter. Aku mengaku pengantin baru
yang belum mau punya anak. Maka dipasanglah alat KB, yang membuatku leluasa
bersetubuh dengan cowok yang kuinginkan, tanpa takut hamil.
Dan memang waktu bersetubuh
dengan Seno ini aku ingin tahu bagaimana rasanya waktu air mani pria menyembur
di dalam liang vaginaku.
Pada waktu Seno sedang asyik
mengayun batang kemaluannya, aku masih sempat menarik kaus oblongnya agar
terlepas dari tubuhnya, supaya sama-sama telanjang bulat. Lalu kudekap
pinggangnya erat-erat, sambil berusaha menggoyang-goyang pinggul dengan gerakan
seadanya, karena aku belum berpengalaman dalam menggoyang pinggul. Yang penting
jangan diam seperti gebok pisang aja.
Tapi baru kira-kira seperempat
jam berlangsungnya persetubuhan ini, tiba-tiba Seno melenguh, “Oooh…Mbak…saya
sudah mau keluar….”
Aku agak heran, karena aku belum
mencapai orgasme, justru sedang enak-enaknya disetubuhi oleh Seno. Dan
tiba-tiba saja ia mendesakkan batang kemaluannya sedalam-dalamnya…kemudian
terasa ada cairan hangat menyembur-nyembur di dalam liang kewanitaanku. Oh, ini
nikmat sekali. Tapi sayangnya, aku belum mencapai orgasme.
“Kok cepat sekali kamu
meletusnya?” bisikku ketika kurasakan penis Seno jadi mengecil dan melemah.
“Iya Mbak,” Seno mengangguk
malu-malu, “Maklum sudah lama sekali tidak merasakan. Tapi asal Mbak mau, dalam
semalam ini saya kuat sampai lebih dari 5 kali. Biasanya yang kedua lebih lama.
Yang ketiga jauh lebih lama lagi….”
“Ohya?” aku tersenyum, “Nanti buktikan
ya. Aku mau nyoba sesering mungkin malam ini. Tapi ingat, ini rahasia No.
Jangan sampai Papa tau. Bi Iyem juga jangan dikasihtau.”
“Tentu saja Mbak. Kalau Bapak
tau, wah…saya bisa diusir dari sini.”
Ketika penis Seno dicabut, terasa
ada yang mengalir dari vaginaku. Pasti itu air mani Seno. Aku pun turun
mengambil handuk kecil dari lemariku. Kulap vaginaku, kemudian handuknya
diberikan kepada Seno sambil menyuruhnya melap penisnya yang berlepotan lendir.
Aku sendiri melangkah ke kamar mandi di dalam kamarku. Kusemprot vaginaku
dengan air hangat shower. Kemudian menyabuninya dan membilasnya sampai bersih.
Lalu kuambil salah satu handuk yang terlipat di dinding kamar mandi. Kubelitkan
ke badanku dan kembali ke ruang tidur.
Kulihat Seno sudah duduk di
karpet sambil menonton televisi yang sejak tadi tidak dimatikan, hanya suaranya
dipelankan sekali. Ada rasa iba, kasihan bercampur sayang menjalar di dalam
batinku. Karena itu aku tidak menegurnya meski kulihat dia sudah memakai sarung
lagi.
Tiba-tiba aku ingat bahwa di
dalam dvd player yang tersambung ke televisi itu masih ada film bokep yang
belum jadi kutonton. Maka kuambil remote control TV dan DVD player.
Begitu layar LCD televisiku
menayangkan isi DVD, Seno menoleh padaku yang menonton sambil rebahan di tempat
tidurku. “Waduh, filmnya seru Mbak,” katanya ketika melihat layar televisi
mulai memperagakan dua orang cowok sedang berdiri, di tengahnya ada cewek
sedang duduk di kursi kecil sambil memegang penis kedua cowok itu.
Lalu tampak cewek itu mulai
disetubuhi sama lelaki yang satu, sementara lelaki yang lainnya tampak asyik
karena penisnya diemut oleh cewek itu.
“Wah, ceweknya pasti keenakan.
Kenyang banget tuh, bisa dapet dua cowok sekaligus,” kata Seno lagi.
“Sini nontonnya No, jangan di
bawah gitu duduknya,” kataku sambil menarik tangannya.
Seno patuh saja. Naik lagi ke
atas termpat tidurku setelah meletakkan sarungnya di lantai.
Rupanya celana dalam Seno sudah
dipakai lagi. Tapi biarlah, nanti gampang lepasinnya. Mungkin dia memang masih
malu-malu, meski sudah menyetubuhiku tadi.
Seno duduk di pinggiran tempat
tidur, dengan kaki terjuntai ke lantai seperti duduk di kursi. Aku pun
memeluknya dari belakang, dalam keadaan cuma ditutupi handuk yang dililitkan di
tubuhku.
Aku yang belum orgasme merasa
belum terpuasi. Maka dengan binal tanganku menyelinap ke balik celana dalam
Seno. Wow, ternyata batang keemaluannya sudah ngaceng lagi!
“Kamu benar-benar kuat lima
kali?” tanyaku sambil meremas-remas penis Seno yang sudah tegang itu.
“Saya kalau lagi kepengen suka
dikocok Mbak. Dalam semalam saya bisa ngook sampai tujuh atau delapan kali.”
“Praktekkan malam ini ya,” kataku
sambil menyembulkan penis Seno dari celana dalamnya, “tuh sudah ngaceng. Ayo
main lagi No. Tapi sekarang kamu di bawah, aku di atas. Pengen nyobain posisi
itu.”
Seno tidak membantah sepatah kata
pun. Lalu menanggalkan celana dalam dan kaus oblongnya. Aku melepaskan belitan
handukku ketika Seno sudah menelentang dalam keadaan sudah sama-sama telanjang
bulat.
Meski belum pernah melakukan
sebelumnya, aku sudah sering nonton film bokep. Tentu tak sulit bagiku untuk
berlutut dengan kedua kaki terletak di kanan kiri pinggul Seno. Lalu kupegang
batang kemaluan Seno dan kutempelkan “topi baja”nya di mulut vaginaku. Kuturunkan
pantatku dengan hati-hati. Dan…blessss….penis pembantuku itu terasa masuk ke
dalam liang vaginaku.
Ini pertama kalinya aku merasakan
bersetubuh dengan posisi di atas begini. Tapi aku bisa melakukannya dengan
baik. Karena aku sering menonton posisi begini di film-film bokep. Lagian aku
sudah tahu prinsip dalam persetubuhan, yang penting penis bisa menggesek-gesek
liang kenikmatanku. Mudah sekali mempraktekkannya.
Ketika aku menatap wajah Seno
yang berada di bawah wajahku, sekali lagi hatiku dijalari perasaan sayang
padanya. Karena meski cuma seorang pembantu, ia bisa menjadi sarana kepuasanku.
Maka seharusnya aku berterimakasih padanya, tanpa harus diucapkan, tapi dengan
tindakan.
Maka tanpa ragu lagi, ketika aku
semakin asyik mengayun pantatku berputar dan naik turun, kulumat bibirnya, yang
ternyata disambut dengan lumatan penuh kehangatan juga. Bahkan kedua tangannya
meremas-remas bahuku, buah pinggulku dan terkadang buah dadaku yang
bergelantungan di atas dadanya pun tak luput dari remasan.
Tapi benar kata orang-orang,
bahwa kalau cewek main di atas, biasanya lebih cepat mencapai orgasme.
Belum sampai setengah jam aku
mengenjot dari atas, aku tak kuasa lagi menahan puncak kenikmatanku. Lalu
seperti orang kesurupan aku menggelepar-gelepar di atas tubuh Seno. “Aku mau
keluar No…mau keluar…keluar…oooh..oooh….”
Lalu tibalah aku di titik orgasme
yang sangat nikmat. Di saat itulah kucium bibir Seno dengan penuh rasa
terimakasih, karena ia telah memberikan kepuasan padaku.
Ternyata Seno itu sesosok cowok yang
bisa memuaskan hasratku. Bahkan kalau aku harus bicara jujur, Seno itu lebih
memuaskan daripada Roni.
Di malam yang indah itu Seno
membuktikan ucapannya. Bahwa ia sanggup bersenggama lebih dari 5 kali dalam
semalam.
Di kamar mandi, kami mandi
bersama. Dengan telaten ia menyabuni sekujur tubuhku. Dan ketika kutantang
untuk bersetubuh lagi, ia mengangguk dengan senyum. Lalu kami bersetubuh lagi
untuk ketiga kalinya, sambil berdiri di bawah semburan shower air hangat.
Setelah kembali ke kamar, aku
ingin mencoba posisi dogy seperti di film bokep yang sedang kuputar. Seno pun
langsung setuju saja. Lalu aku menungging, Seno mengenjotku dari belakang. Ini
adalah persetubuhan yang keempat kalinya. Persetubuhan yang kelima, kami
lakukan di ruang keluarga, di atas sofa. Tentu saja setelah pintunya dikunci
dulu, takut Bi Iyem masuk, karena hari sudah hampir subuh. Kelihatannya Seno
masih mampu untuk menyetubuhiku keenam kalinya. Tapi aku menyerah, letih dan
ngantuk.
“Nanti aja kita lanjutin ya.
Sekarang kita harus iistirahat dulu,” kataku sambil mengelus rambut Seno.
“Iya Mbak,” Seno mengangguk
patuh.
“Tapi ingat No…semuanya itu harus
dirahasiakan ya.”
“Tentu aja Mbak.”
Di pagi yang masih gelap itu aku
baru mulai merebahkan diri di atas tempat tidur. Dengan batin puas. Puas
sekali. Terdengar suara Bi Iyem dan Seno di luar:
“Lho kamu dari mana No? Pagi-pagi
gini sudah ngelayap.”
“Nongkrong di tukang bubur kacang
ijo, Bi.”
Ooo, kirain ngelayap ke mana….”
Aku tersenyum sendiri di kamarku.
Seno jelas berbohong. Dia bukan habis nongkrong di tukang bubur kacang ijo.Dia
habis menggasak “kacang”ku. Hihihihi….