>>> SINGAPOREPOOLS <<<
ANGKA MAIN : 4 3 1 8
Top 2D : 04 13 21 38 44
Cadangan 2D : 54 63 71 88 94
TOP SHIO : Tikus Kelinci Anjing
COLOK BEBAS : 1 3 4
AS : 0 1 2
KOP : 4 5 6
KEPALA : Kecil / Ganjil
EKOR : Besar / Genap
Kisah ini bermula bisa dibilang
kebetulan, temanku punya istri yang sangat cantik dan seksi badanya semok dan
payudaranya besar sekali.. penasaran ? mari kita simak kisah ini..Di keluagaku
memang diajarkan hidup sederhana, karena aku mempunyai saudara 4 &
kesemuanya wanita & aku memiliki sebuah cerita aku terinpirasi dari majalah
porn yg ada di internet, suatu ketika aku sudah dijodohkan dgn orangtuaku &
menikah aku hidup secara mandiri jujur aku juga belum merasakan apa itu pacaran
, maka dari ini aku berusaha untuk mendalamai rasa cintaku terhadap istriku.
Kami coba mengadu nasib di kota
Kabupatenku dgn mengontrak rumah yg sangat sederhana. Beberapa bi&g usaha
saya coba tekuni agar dapat menanggulangi keperluan hidup kami sehari-hari,
namun hingga kami mempunyai 3 orang anak, nasib kami tetap belum banyak
berubah.
Kami masih hidup pas-pasan &
bahkan harapanku semula untuk mempertebal kecintaanku terhadap istriku malah
justru semakin merosot saja. Untung saja, saya orangnya pemalu & sedikit
mampu bersabar serta terbiasa dalam penderitaan, sehingga perasaanku itu tidak
pernah diketahui oleh siapapun termasuk kedua orangtua & saudara-saudaraku.
Entah pengaruh setan dari mana,
suatu waktu tepatnya Bulan Oktober aku sempatkan diri berkunjung ke rumah teman
lamaku sewaktu kami sama-sama di SMA dulu. Sebut saja namanya Andik.
Dia baru saja pulang dari
Kalimantan bersama dgn istrinya, yg belakangan saya ketahui kalau istrinya itu
adalah anak majikannya sewaktu dia bekerja di salah satu perusahaan swasta di
sana. Mereka juga melangsungkan perkawinan bukan atas dasar saling mencintai,
melainkan atas dasar jasa & balas budi.
Sekitar pukul 16.00 sore, saya
sudah tiba di rumah Andik dgn naik ojek yg jaraknya sekitar 1 km dari rumah
kontrakan kami. Merekapun masih tinggal di rumah kontrakan, namun agak besar
dibanding rumah yg kami kontrak.
Maklum mereka sedikit membawa
modal dgn harapan membuka usaha baru di kota Kabupaten kami. Setelah mengamati
tanda-tanda yg telah diberitahukan Andik ketika kami ketemu di pasar sentral
kota kami, saya yakin tidak salah lagi, lalu saya masuk mendekati pintu rumah
itu, ternyata dalam keadaan tertutup.
“Dog.. Dog.. Dog.. Permisi ada
orang di rumah” kalimat penghormatan yg saya ucapkan selama 3 kali
berturut-turut sambil mengetuk-ngetuk pintunya, namun tetap tidak ada jawaban
dari dalam. Saya lalu mencoba mendorong dari luar, ternyata pintunya terkunci dari
dalam, sehingga saya yakin pasti ada orang di dalam rumah itu.
Hanya saja saya masih ragu apakah
rumah yg saya ketuk pintunya itu betul adalah rumah Andik atau bukan. Saya
tetap berusaha untuk memastikannya. Setelah duduk sejenak di atas kursi yg ada
di depan pintu, saya coba lagi ketuk-ketuk pintunya, namun tetap tidak ada
tanda-tanda jawaban dari dalam.
Akhirnya saya putuskan untuk
mencoba mengintip dari samping rumah. Melalui sela-sela jendela di samping
rumahnya itu, saya sekilas melihat ada kilatan cahaya dalam ruangan tamu, tapi
saya belum mengetahui dari mana sumber kilatan cahaya itu.
Saya lalu bergeser ke jendela yg
satunya & ternyata saya sempat menyaksikan sepotong tubuh tergeletak tanpa
busana dari sebatas pinggul sampai ujung kaki. Entah potongan tubuh laki-laki
atau wanita, tapi tampak putih mulus seperti kulit wanita.
Dalam keadaan biji mataku tetap
kujepitkan pada sela jendela itu untuk melihat lebih jelas lagi keadaan dalam
rumah itu, dibenak saya muncul tanda tanya apa itu tubuh istrinya Andik atau
Andik sendiri atau orang lain.
Apa orang itu tertidur pula
sehingga tersingkap busananya atau memang sengaja telanjang bulat. Apa ia
se&g menyaksikan acara TV atau se&g memutar VCD porno, sebab sedikit
terdengar ada suara TV seolah film yg diputar.
Pertanyaan-pertanyaan itulah yg
selalu mengganggu pikiranku sampai akhirnya aku kembali ke depan pintu semula
& mencoba mengetuknya kembali. Namun baru saja sekali saya ketuk, pintunya
tiba-tiba terbuka lebar, sehingga aku sedikit kaget & lebih kaget lagi
setelah menyaksikan bahwa yg berdiri di depan pintu adalah seorang wanita muda
& cantik dgn pakaian sedikit terbuka karena tubuhnya hanya ditutupi kain
sarung. Itupun hanya bagian bawahnya saja.
“Selamat siang,” kembali saya
ulangi kalimat penghormatan itu.
“Ya, siang,” jawabnya sambil
menatap wajah saya seolah malu, takut & kaget.
“Dari mana Pak & cari siapa,”
tanya wanita itu.
“Maaf dik, numpang tanya, apa
betul ini rumah Andik,” tanya saya.
“Betul sekali pak, dari mana
yah?” tanya wanita itu lemah lembut.
“Saya tinggal tidak jauh dari
sini dik, saya ingin ketemu Andik. Beliau adalah teman lama saya sewaktu kami
sama-sama duduk di SMA dulu,” lanjut saya sambil menyodorkan tangan saya untuk
menyalaminya. Wanita itu mebalasnya & tangannya terasa lembut sekali namun
sedikit hangat.
“Oh, yah, syukur kalau begitu.
Ternyata ia punya teman lama di sini & ia tak pernah ceritakan padaku,”
ucapannya sambil mempersilahkanku masuk. Sayapun langsung duduk di atas kursi
plastik yg ada di ruang tamunya sambil memperhatikan keadaan dalam rumah itu,
termasuk letak tempat tidur & TVnya guna mencocokkan dugaanku sewaktu
mengintip tadi.
Setelah saya duduk, saya berniat
menanyakan hubungannya dgn Andik, tapi ia nampak buru-buru masuk ke dalam,
entah ia mau berpakaian atau mengambil suatu hi&gan.
Hanya berselang beberapa saat,
wanita itu sudah keluar kembali dalam keadaan berpakaian setelah tadinya tidak
memakai baju, bahkan ia membawa secangkir kopi & kue lalu diletakkan di
atas meja lalu mempersilahkanku mencicipinya sambil tersenyum.
“Maaf dik, kalau boleh saya
tanya, apa adik ini saudara dgn Andik?” tanyaku penuh kekhawatiran kalau-kalau
ia tersinggung, meskipun saya sejak tadi menduga kalau wanita itu adalah istri
Andik.
“Saya kebetulan istrinya pak.
Sejak 3 tahun lalu saya melangsungkan pernikahan di Kalimantan, namun Tuhan
belum mengaruniai seorang anak,” jawabnya dgn jujur, bahkan sempat ia cerita
panjang lebar mengenai latar belakang perkawinannya, asal usulnya &
tujuannya ke Kota ini.
Setelah saya menyimak ulasannya
mengenai dirinya & kehidupannya bersama Andik, saya dapat mengambil
kesimpulan bahwa wanita itu adalah suku di Kalimantan yg asal usul keturunannya
juga berasal dari suku di Sulawesi.
Ia kawin dgn Andik atas dasar
jasa-jasa & budi baik mereka tanpa didasari rasa cinta & kasih sayg yg
mendalam, seperti halnya yg menimpa keluarga saya. Ia tetap berusaha &
berjuang untuk menggali nilai-nilai cinta yg ada pada mereka berdua siapa tahu
kelak bisa dibangun.
Anehnya, meskipun kami baru
ketemu, namun ia seolah ingin membeberkan segala keadaan hidup yg dialaminya
bersama suami selama ini, bahkan terkesan kami akrab sekali, saling menukar
pengalaman rahasia rumah tangga tanpa ada yg kami tutup-tutupi.
Lebih heran lagi, selaku orang
pendiam & kurang pergaulan, saya justru seolah menemukan diriku yg
sebenarnya di rumah itu. Karena senang, bahagia & asyiknya perbincangan
kami berdua, sampai-sampai saya hampir lupa menanyakan ke mana suaminya saat
ini. Setelah kami saling memahami kepribadian, maka akhirnya sayapun menanyakan
Andik (suaminya itu).
“Oh yah, hampir lupa, ke mana
Andik sekarang ini, kok dari tadi tidak kelihatan?” tanyaku sambil menyelidiki
semua sudut rumah itu.
“Kebetulan ia pulang kampung
untuk mengambil beras dari hasil panen orangtuanya tadi pagi, tapi katanya ia
tidak bermalam kok, mungkin sebentar lagi ia datang. Tunggu saja sebentar,”
jawabnya seolah tidak menghendaki saya pulang dgn cepat hanya karena Andik
tidak di rumah.
“Kalau ke kampung biasanya jam
berapa tiba di sini,” tanyaku lebih lanjut.
“Sekitar jam 8.00 atau 9.00
malam,” jawabnya sambil menoleh ke jam dinding yg tergantung dalam ruangan itu.
Padahal saat ini tanpa terasa jarum jam sudah menunjukkan pukul 7.00 malam.
Tak lama setelah itu, ia
nampaknya buru-buru masuk ke ruang dapur, mungkin ia mau menyiapkan makan
malam, tapi saya teriak dari luar kalau saya baru saja makan di rumah &
melarangnya ia repot-repot menyiapkan makan malam.
Tapi ia tetap menyalakan
kompornya lalu memasak seolah tak menginginkan aku kembali dgn cepat. Tak lama
sesudah itu, iapun kembali duduk di depan saya melanjutkan perbincangannya.
Sayapun tak kehabisan bahan untuk menemaninya. Mulai dari soal-soal pengalaman
kami di kampung sewaktu kecil hingga soal rumah tangga kami masing-masing.
Karena nampaknya kami saling
terbuka, maka sayapun berani menanyakan tentang apa yg dikerjakannya tadi,
sampai lama sekali baru dibukakan pintu tanpa saya beritahu kalau saya
mengintipnya tadi dari selah jendela. Ka&g ia menatapku lalu tersenyum
seolah ada sesuatu berita gembira yg ingin disampaikan padaku.
“Jadi bapak ini lama mengetuk
pintu & menunggu di luar tadi?” tanyanya sambil tertawa.
“Sekitar 30 menit barangkali,
bahkan hampir saya pulang, tapi untung saya coba kembali mengetuk pintunya dgn
keras,” jawabku terus terang.
“Ha.. Ha.. Ha.. Saya ketiduran
sewaktu nonton acara TV tadi,” katanya dgn jujur sambil tertawa terbahak-bahak.
“Tapi bapak tidak sampai
mengintip di samping rumah kan? Maklum kalau saya tertidur biasanya terbuka
pakaianku tanpa terasa,” tanyanya seolah mencurigaiku tadi. Dalam hati saya
jangan-jangan ia sempat melihat & merasa diintip tadi, tapi saya tidak
boleh bertingkah yg mencurigakan.
“Ti.. Ti.. Dak mungkin saya
lakukan itu dik, tapi emangnya kalau saya ngintip kenapa?” kataku terbata-bata,
maklum saya tidak biasa bohong.
“Tidak masalah, cuma itu tadi,
saya kalau tidur jarang pakai busana, terasa panas. Tapi perasaan saya
mengatakan kalau ada orang tadi yg mengintipku lewat jendela sewaktu aku tidur.
Makanya saya terbangun bersamaan dgn ketukan pintu bapak tadi,” ulasnya curiga
namun tetap ia ketawa-ketawa sambil meman&giku.
“M.. Mmaaf dik, sejujurnya saya
sempat mengintip lewat sela jendela tadi berhubung saya terlalu lama mengetuk
pintu tapi tidak ada jawaban. Jadi saya mengintip hanya untuk memastikan apa
ada atau tidak ada orang di dalam tadi. Saya tidak punya maksud apa-apa,”
kataku dgn jujur, siapa tahu ia betul melihatku tadi, aku bisa dikatakan
pembohong.
“Jadi apa yg bapak lihat tadi
sewaktu mengintip ke dalam? Apa bapak sempat melihatku di atas tempat tidur dgn
telanjang bulat?” tanyanya penuh selidik, meskipun ia masih tetap
senyum-senyum.
“Saya tidak sempat melihat
apa-apa di dalam kecuali hanya kilatan cahaya TV & sepotong kaki,” tegasku
sekali lagi dgn terus terang.
“Tidak apa-apa, saya percaya
ucapan bapak saja. Lagi pula sekiranya bapak melihatku dalam keadaan tanpa
busana, bapak pasti tidak heran, & bukan soal baru bagi bapak, karena apa
yg ada dalam tubuh saya tentu sama dgn milik istri bapak, yah khan?” ulasnya
penuh canda. Lalu ia berlari kecil masuk ke ruang dapur untuk memastikan apa
nasi yg dimasaknya sudah matang atau belum.
Waktu di jam dinding menunjukkan
sudah pukul 8.00, namun Andik belum juga datang. Dalam hati kecilku,
Jangan-jangan Andik mau bermalam di kampungnya, aku tidak mungkin bermalam
berdua dgn istrinya di rumah ini. Saya lalu teriak minta pamit saja dgn alasan
nanti besok saja ketemunya, tapi istri Andik berteriak melarangku &
katanya,
“Tunggu dulu pak, nasi yg saya
masak buat bapak sudah matang. Kita makan bersama saja dulu, siapa tahu setelah
makan Andik datang, khan belum juga larut malam, apalagi kita baru saja
ketemu,” katanya penuh harap agar aku tetap menunggu & mau makan malam
bersama di rumahnya.
Tak lama kemudian, iapun keluar
memanggilku masuk ke ruang dapur untuk menikmati hi&gan malamnya. Sambil
makan, kamipun terlibat pembicaraan yg santai & penuh canda, sehingga tanpa
terasa saya sempat menghabiskan dua piring nasi tanpa saya ingat lagi kalau
tadi saya bilang sudah kenyg & baru saja makan di rumah. Malu sendiri rasanya.
“Bapak ini nampaknya masih muda.
Mungkin tidak tepat jika aku panggil bapak khan? Sebaiknya aku panggil kak,
abang atau Mas saja,” ucapnya secara tiba-tiba ketika aku meneguk air minum,
sehingga aku tidak sempat menghabiskan satu gelas karena terasa kenyg sekali.
Apalagi saya mulai terayu atau
tersanjung oleh seorang wanita muda yg baru saja kulihat sepotong tubuhnya yg
mulus & putih? Tidak, saya tidak boleh berpikir ke sana, apalagi wanita ini
adalah istri teman lamaku, bahkan rasanya aku belum pernah berpikir macam-macam
terhadap wanita lain sebelum ini. Aku kendalikan cepat pikiranku yg mulai
miring. Siapa tahu ada setan yg memanfaatkannya.
“Bolehlah, apa saja panggilannya
terhadapku saya terima semua, asalkan tidak mengejekku. Hitung-hitung sebagai
panggilan adik sendiri,” jawabku memberikan kebebasan.
“Terima kasih Kak atau Mas atas
kesediaan & keterbukaannya” balasnya.
Setelah selesai makan, aku lalu
berjalan keluar sambil meman&gi sudut-sudut ruangannya & aku sempat
mengalihkan perhatianku ke dalam kamar tidurnya di mana aku melihat tubuh
terbaring tanpa busana tadi.
Ternyata betul, wanita itulah
tadi yg berbaring di atas tempat tidur itu, yg di depannya ada sebuah TV color
kira-kira 21 inc. Jantungku tiba-tiba berdebar ketika aku melihat sebuah celana
color tergeletak di sudut tempat tidur itu, sehingga aku sejenak membaygkan
kalau wanita yg baru saja saya temani bicara & makan bersama itu
kemungkinan besar tidak pakai celana, apalagi yg saya lihat tadi mulai dari
pinggul hingga ujung kaki tanpa busana. Namun pikiran itu saya coba buang
jauh-jauh biar tidak mengganggu konsentrasiku.
Setelah aku duduk kembali di
kursi tamu semula, tiba-tiba aku mendengar suara TV dari dalam, apalagi
acaranya kedengaran sekali kalau itu yg main adalah film Angling Dharma yaitu
film kegemaranku. Aku tidak berani masuk nonton di kamar itu tanpa dipanggil,
meskipun aku ingin sekali nonton film itu. Bersamaan dgn puncak keinginanku,
tiba-tiba,
“Kak, suka nggak nonton filmnya
Angling Dharma?” teriaknya dari dalam kamar tidurnya.
“Wah, itu film kesukaanku, tapi
saygnya TV-nya dalam kamar,” jawabku dgn cepat & suara agak lantang.
“Masuk saja di sini kak, tidak
apa-apa kok, lagi pula kita ini khan sudah seperti saudara & sudah saling
terbuka” katanya penuh harap.
Lalu saya bangkit & masuk ke
dalam kamar. Iapun persilahkan aku duduk di pinggir tempat tidur berdampingan
dgnnya. Aku agak malu & takut rasanya, tapi juga mau sekali nonton film
itu.
Awalnya kami biasa-biasa saja,
hening & serius nontonnya, tapi baru sekitar setengah jam acara itu
berjalan, tiba-tiba ia menawarkan untuk nonton film dari VCD yg katanya lebih
bagus & lebih seru dari pada filmnya Angling Dharma, sehingga aku tidak
menolaknya & ingin juga menyaksikannya. Aku cemas & khawatir
kalau-kalau VCD yg ditawarkan itu bukan kesukaanku atau bukan yg kuharapkan.
Setelah ia masukkan kasetnya,
iapun mundur & kembali duduk tidak jauh dari tempat dudukku bahkan terkesan
sedikit lebih rapat daripada sebelumnya. Gambarpun muncul & terjadi
perbincangan yg serius antara seorang pria & seorang wanita Barat, sehingga
aku tidak tahu maksud pembicaraan dalam film itu.
Baru saja aku bermaksud meminta
mengganti filmnya dgn film Angling Dharma tadi, tiba-tiba kedua insan dalam
layar itu berpelukan & berciuman, saling mengisap lidah, bercumbu rayu,
menjilat mulai dari atas ke bawah, bahkan secara perlahan-lahan saling
menelanjangi & meraba, sampai akhirnya saya menatapnya dgn tajam sekali
secara bergantian menjilati kemaluannya, yg membuat jantungku berdebar,
tongkatku mulai tegang & membesar, sekujur tubuhku gemetar &
berkeringat, lalu sedikit demi sedikit aku menoleh ke arah wanita disampingku
yakni istri teman lamaku.
Secara bersamaan iapun sempat
menoleh ke arahku sambil tersenyum lalu mengalihkan pan&gannya ke layar.
Tentu aku tidak mampu lagi membendung birahiku sebagai pria normal, namun aku
tetap takut & malu mengutarakan isi hatiku.
“Mas, pak, suka nggak filmnya?
Kalau nggak suka, biar kumatikan saja,” tanyanya seolah memancingku ketika aku
asyik menikmatinya.
“Iiyah, bolehlah, suka juga,
kalau adik, memang sering nonton film gituan yah?” jawabku sedikit malu tapi
mau & suka sekali.
“Saya dari dulu sejak awal
perkawinan kami, memang selalu putar film seperti itu, karena kami sama-sama
menyukainya, lagi pula bisa menambah gairah sex kami dikala sulit
memunculkannya, bahkan dapat menambah pengalaman berhubungan, syukur-syukur
jika sebagian bisa dipraktekkan.
“Sungguh kami ketinggalan. Saya
kurang pengalaman dalam hal itu, bahkan baru kali ini saya betul-betul bisa
menyaksikan dgn tenang & jelas film seperti itu. Apalagi istriku tidak suka
nonton & praktekkan macam-macam seperti di film itu,” keteranganku terus
terang.
“Tapi kakak suka nonton &
permainan seperti itu khan?” tanyanya lagi.
“Suka sekali & kelihatannya
nikmat sekali yach,” kataku secara tegas.
“Jika istri kakak tidak suka
& tidak mau melakukan permainan seperti itu, bagaimana kalau aku tawarkan
kerjasama untuk memperaktekkan hal seperti itu?” tanya istri teman lamaku
secara tegas & berani padaku sambil ia mendempetkan tubuhnya di tubuhku
sehingga bisikannya terasa hangat nafasnya dipipiku.
Tanpa sempat lagi aku berfikir
panjang, lalu aku mencoba merangkulnya sambil menganggukkan kepala pertanda
setuju. Wanita itupun membalas pelukanku. Bahkan ia duluan mencium pipi &
bibirku, lalu ia masukkan lidahnya ke dalam mulutku sambil digerak-gerakkan ke
kiri & ke kanan, akupun membalasnya dgn lahap sekali.
Aku memulai memasukkan tangan ke
dalam bajunya mencari kedua payudaranya karena aku sama sekali sudah tidak
mampu lagi menahan birahiku, lagi pula kedua benda kenyal itu saya sudah hafal
tempatnya & sudah sering memegangnya.
Tapi kali ini, rasanya lain
daripada yg lain, sedikit lebih mulus & lebih keras dibanding milik
istriku. Entah siapa yg membuka baju yg dikenakannya, tiba-tiba terbuka dgn
lebar sehingga nampak kedua benda kenyal itu tergantung dgn menantang.
Akupun memperaktekkan apa yg
barusan kulihat dalam layar tadi yakni menjilat & mengisap putingnya
berkali-kali seolah aku mau mengeluarkan air dari dalamnya. Ka&g kugigit
sedikit & kukunyah, namun wanita itu sedikit mendorong kepalaku sebagai
tanda a&ya rasa sakit.
Selama hidupku, baru kali ini aku
melihat peman&gan yg indah sekali di antara kedua paha wanita itu. Karena
tanpa kesulitan aku membuka sarung yg dikenakannya, langsung saja jatuh sendiri
& sesuai dugaanku semula ternyata memang tidak ada pelapis kemaluannya sama
sekali sehingga aku sempat menatap sejenak kebersihan vagina wanita itu.
Putih, mulus & tanpa selembar
bulupun tumbuh di atas gundukan itu membuat aku terpesona melihat &
merabanya, apalagi setelah aku memberanikan diri membuka kedua bibirnya dgn
kedua tanganku, nampak benda kecil menonjol di antara kedua bibirnya dgn warna
agak kemerahan.
Ingin rasanya aku telan &
makan sekalian, untung bukan makanan, tapi sempat saya lahap dgn lidahku hingga
sedalam-dalamnya sehingga wanita itu sedikit menjerit & terengah-engah
menahan rasa nikmatnya lidah saya, apalagi setelah aku menekannya dalam-dalam.
“Kak, aku buka saja semua
pakaiannya yah, biar aku lebih leluasa menikmati seluruh tubuhmu,” pintanya
sambil membuka satu persatu pakaian yg kukenakan hingga aku telanjang bulat.
Bahkan ia nampaknya lebih tidak tahan lagi berlama-lama meman&gnya.
Ia langsung serobot saja &
menjilati sekujur tubuhku, namun jilatannya lebih lama pada biji pelerku,
sehingga pinggulku bergerak-gerak dibuatnya sebagai tanda kegelian. Lalu
disusul dgn memasukkan penisku ke mulutnya & menggocoknya dgn cepat &
berulang-ulang, sampai-sampai terasa spermaku mau muncrat.
Untung saya tarik keluar cepat,
lalu membaringkan ke atas tempat tidurnya dgn kaki tetap menjulang ke lantai
biar aku lebih mudah melihat, & menjamahnya. Setelah ia terkulai lemas di
atas tempat tidur, akupun mengangkanginya sambil berdiri di depan gundukkan itu
& perlahan aku masukkan ujung penisku ke dalam vaginanya lalu
menggerak-gerakkan ke kiri & ke kanan maju & mundur, akhirnya dapat
masuk tanpa terlalu kesulitan.
“Dik, model yg bagaimana kita
terapkan sekarang? Apa kita ikuti semua posisi yg ada di layar TV tadi,”
tanyaku berbisik.
“Terserah kak, aku serahkan
sepenuhnya tubuhku ini pada kakak, mana yg kakak anggap lebih nikmat &
lebih berkesan sepanjang hayat serta lebih memuaskan kakak,” katanya pasrah.
Akupun meneruskan posisi tidur telentang tadi sambil aku berdiri menggocok
terus, sehingga menimbulkan bunyi yg agak menambah gairah sexku.
“Ahh.. Uhh.. Ssstt.. Hmm..
Teeruus kak, enak sekali, gocok terus kakak, aku sangat menikmatinya,” demikian
pintanya sambil terengah & berdesis seperti bunyi jangkrik di dalam
kamarnya itu.
“Dik, gimana kalau saya berbaring
& adik mengangkangiku, biar adik lebih leluasa goygannya,” pintaku
pa&ya.
“Aku ini sudah hamKisah ini bermula bisa dibilang
kebetulan, temanku punya istri yang sangat cantik dan seksi badanya semok dan
payudaranya besar sekali.. penasaran ? mari kita simak kisah ini..Di keluagaku
memang diajarkan hidup sederhana, karena aku mempunyai saudara 4 &
kesemuanya wanita & aku memiliki sebuah cerita aku terinpirasi dari majalah
porn yg ada di internet, suatu ketika aku sudah dijodohkan dgn orangtuaku &
menikah aku hidup secara mandiri jujur aku juga belum merasakan apa itu pacaran
, maka dari ini aku berusaha untuk mendalamai rasa cintaku terhadap istriku.
Kami coba mengadu nasib di kota
Kabupatenku dgn mengontrak rumah yg sangat sederhana. Beberapa bi&g usaha
saya coba tekuni agar dapat menanggulangi keperluan hidup kami sehari-hari,
namun hingga kami mempunyai 3 orang anak, nasib kami tetap belum banyak
berubah.
Kami masih hidup pas-pasan &
bahkan harapanku semula untuk mempertebal kecintaanku terhadap istriku malah
justru semakin merosot saja. Untung saja, saya orangnya pemalu & sedikit
mampu bersabar serta terbiasa dalam penderitaan, sehingga perasaanku itu tidak
pernah diketahui oleh siapapun termasuk kedua orangtua & saudara-saudaraku.
Entah pengaruh setan dari mana,
suatu waktu tepatnya Bulan Oktober aku sempatkan diri berkunjung ke rumah teman
lamaku sewaktu kami sama-sama di SMA dulu. Sebut saja namanya Andik.
Dia baru saja pulang dari
Kalimantan bersama dgn istrinya, yg belakangan saya ketahui kalau istrinya itu
adalah anak majikannya sewaktu dia bekerja di salah satu perusahaan swasta di
sana. Mereka juga melangsungkan perkawinan bukan atas dasar saling mencintai,
melainkan atas dasar jasa & balas budi.
Sekitar pukul 16.00 sore, saya
sudah tiba di rumah Andik dgn naik ojek yg jaraknya sekitar 1 km dari rumah
kontrakan kami. Merekapun masih tinggal di rumah kontrakan, namun agak besar
dibanding rumah yg kami kontrak.
Maklum mereka sedikit membawa
modal dgn harapan membuka usaha baru di kota Kabupaten kami. Setelah mengamati
tanda-tanda yg telah diberitahukan Andik ketika kami ketemu di pasar sentral
kota kami, saya yakin tidak salah lagi, lalu saya masuk mendekati pintu rumah
itu, ternyata dalam keadaan tertutup.
“Dog.. Dog.. Dog.. Permisi ada
orang di rumah” kalimat penghormatan yg saya ucapkan selama 3 kali
berturut-turut sambil mengetuk-ngetuk pintunya, namun tetap tidak ada jawaban
dari dalam. Saya lalu mencoba mendorong dari luar, ternyata pintunya terkunci dari
dalam, sehingga saya yakin pasti ada orang di dalam rumah itu.
Hanya saja saya masih ragu apakah
rumah yg saya ketuk pintunya itu betul adalah rumah Andik atau bukan. Saya
tetap berusaha untuk memastikannya. Setelah duduk sejenak di atas kursi yg ada
di depan pintu, saya coba lagi ketuk-ketuk pintunya, namun tetap tidak ada
tanda-tanda jawaban dari dalam.
Akhirnya saya putuskan untuk
mencoba mengintip dari samping rumah. Melalui sela-sela jendela di samping
rumahnya itu, saya sekilas melihat ada kilatan cahaya dalam ruangan tamu, tapi
saya belum mengetahui dari mana sumber kilatan cahaya itu.
Saya lalu bergeser ke jendela yg
satunya & ternyata saya sempat menyaksikan sepotong tubuh tergeletak tanpa
busana dari sebatas pinggul sampai ujung kaki. Entah potongan tubuh laki-laki
atau wanita, tapi tampak putih mulus seperti kulit wanita.
Dalam keadaan biji mataku tetap
kujepitkan pada sela jendela itu untuk melihat lebih jelas lagi keadaan dalam
rumah itu, dibenak saya muncul tanda tanya apa itu tubuh istrinya Andik atau
Andik sendiri atau orang lain.
Apa orang itu tertidur pula
sehingga tersingkap busananya atau memang sengaja telanjang bulat. Apa ia
se&g menyaksikan acara TV atau se&g memutar VCD porno, sebab sedikit
terdengar ada suara TV seolah film yg diputar.
Pertanyaan-pertanyaan itulah yg
selalu mengganggu pikiranku sampai akhirnya aku kembali ke depan pintu semula
& mencoba mengetuknya kembali. Namun baru saja sekali saya ketuk, pintunya
tiba-tiba terbuka lebar, sehingga aku sedikit kaget & lebih kaget lagi
setelah menyaksikan bahwa yg berdiri di depan pintu adalah seorang wanita muda
& cantik dgn pakaian sedikit terbuka karena tubuhnya hanya ditutupi kain
sarung. Itupun hanya bagian bawahnya saja.
“Selamat siang,” kembali saya
ulangi kalimat penghormatan itu.
“Ya, siang,” jawabnya sambil
menatap wajah saya seolah malu, takut & kaget.
“Dari mana Pak & cari siapa,”
tanya wanita itu.
“Maaf dik, numpang tanya, apa
betul ini rumah Andik,” tanya saya.
“Betul sekali pak, dari mana
yah?” tanya wanita itu lemah lembut.
“Saya tinggal tidak jauh dari
sini dik, saya ingin ketemu Andik. Beliau adalah teman lama saya sewaktu kami
sama-sama duduk di SMA dulu,” lanjut saya sambil menyodorkan tangan saya untuk
menyalaminya. Wanita itu mebalasnya & tangannya terasa lembut sekali namun
sedikit hangat.
“Oh, yah, syukur kalau begitu.
Ternyata ia punya teman lama di sini & ia tak pernah ceritakan padaku,”
ucapannya sambil mempersilahkanku masuk. Sayapun langsung duduk di atas kursi
plastik yg ada di ruang tamunya sambil memperhatikan keadaan dalam rumah itu,
termasuk letak tempat tidur & TVnya guna mencocokkan dugaanku sewaktu
mengintip tadi.
Setelah saya duduk, saya berniat
menanyakan hubungannya dgn Andik, tapi ia nampak buru-buru masuk ke dalam,
entah ia mau berpakaian atau mengambil suatu hi&gan.
Hanya berselang beberapa saat,
wanita itu sudah keluar kembali dalam keadaan berpakaian setelah tadinya tidak
memakai baju, bahkan ia membawa secangkir kopi & kue lalu diletakkan di
atas meja lalu mempersilahkanku mencicipinya sambil tersenyum.
“Maaf dik, kalau boleh saya
tanya, apa adik ini saudara dgn Andik?” tanyaku penuh kekhawatiran kalau-kalau
ia tersinggung, meskipun saya sejak tadi menduga kalau wanita itu adalah istri
Andik.
“Saya kebetulan istrinya pak.
Sejak 3 tahun lalu saya melangsungkan pernikahan di Kalimantan, namun Tuhan
belum mengaruniai seorang anak,” jawabnya dgn jujur, bahkan sempat ia cerita
panjang lebar mengenai latar belakang perkawinannya, asal usulnya &
tujuannya ke Kota ini.
Setelah saya menyimak ulasannya
mengenai dirinya & kehidupannya bersama Andik, saya dapat mengambil
kesimpulan bahwa wanita itu adalah suku di Kalimantan yg asal usul keturunannya
juga berasal dari suku di Sulawesi.
Ia kawin dgn Andik atas dasar
jasa-jasa & budi baik mereka tanpa didasari rasa cinta & kasih sayg yg
mendalam, seperti halnya yg menimpa keluarga saya. Ia tetap berusaha &
berjuang untuk menggali nilai-nilai cinta yg ada pada mereka berdua siapa tahu
kelak bisa dibangun.
Anehnya, meskipun kami baru
ketemu, namun ia seolah ingin membeberkan segala keadaan hidup yg dialaminya
bersama suami selama ini, bahkan terkesan kami akrab sekali, saling menukar
pengalaman rahasia rumah tangga tanpa ada yg kami tutup-tutupi.
Lebih heran lagi, selaku orang
pendiam & kurang pergaulan, saya justru seolah menemukan diriku yg
sebenarnya di rumah itu. Karena senang, bahagia & asyiknya perbincangan
kami berdua, sampai-sampai saya hampir lupa menanyakan ke mana suaminya saat
ini. Setelah kami saling memahami kepribadian, maka akhirnya sayapun menanyakan
Andik (suaminya itu).
“Oh yah, hampir lupa, ke mana
Andik sekarang ini, kok dari tadi tidak kelihatan?” tanyaku sambil menyelidiki
semua sudut rumah itu.
“Kebetulan ia pulang kampung
untuk mengambil beras dari hasil panen orangtuanya tadi pagi, tapi katanya ia
tidak bermalam kok, mungkin sebentar lagi ia datang. Tunggu saja sebentar,”
jawabnya seolah tidak menghendaki saya pulang dgn cepat hanya karena Andik
tidak di rumah.
“Kalau ke kampung biasanya jam
berapa tiba di sini,” tanyaku lebih lanjut.
“Sekitar jam 8.00 atau 9.00
malam,” jawabnya sambil menoleh ke jam dinding yg tergantung dalam ruangan itu.
Padahal saat ini tanpa terasa jarum jam sudah menunjukkan pukul 7.00 malam.
Tak lama setelah itu, ia
nampaknya buru-buru masuk ke ruang dapur, mungkin ia mau menyiapkan makan
malam, tapi saya teriak dari luar kalau saya baru saja makan di rumah &
melarangnya ia repot-repot menyiapkan makan malam.
Tapi ia tetap menyalakan
kompornya lalu memasak seolah tak menginginkan aku kembali dgn cepat. Tak lama
sesudah itu, iapun kembali duduk di depan saya melanjutkan perbincangannya.
Sayapun tak kehabisan bahan untuk menemaninya. Mulai dari soal-soal pengalaman
kami di kampung sewaktu kecil hingga soal rumah tangga kami masing-masing.
Karena nampaknya kami saling
terbuka, maka sayapun berani menanyakan tentang apa yg dikerjakannya tadi,
sampai lama sekali baru dibukakan pintu tanpa saya beritahu kalau saya
mengintipnya tadi dari selah jendela. Ka&g ia menatapku lalu tersenyum
seolah ada sesuatu berita gembira yg ingin disampaikan padaku.
“Jadi bapak ini lama mengetuk
pintu & menunggu di luar tadi?” tanyanya sambil tertawa.
“Sekitar 30 menit barangkali,
bahkan hampir saya pulang, tapi untung saya coba kembali mengetuk pintunya dgn
keras,” jawabku terus terang.
“Ha.. Ha.. Ha.. Saya ketiduran
sewaktu nonton acara TV tadi,” katanya dgn jujur sambil tertawa terbahak-bahak.
“Tapi bapak tidak sampai
mengintip di samping rumah kan? Maklum kalau saya tertidur biasanya terbuka
pakaianku tanpa terasa,” tanyanya seolah mencurigaiku tadi. Dalam hati saya
jangan-jangan ia sempat melihat & merasa diintip tadi, tapi saya tidak
boleh bertingkah yg mencurigakan.
“Ti.. Ti.. Dak mungkin saya
lakukan itu dik, tapi emangnya kalau saya ngintip kenapa?” kataku terbata-bata,
maklum saya tidak biasa bohong.
“Tidak masalah, cuma itu tadi,
saya kalau tidur jarang pakai busana, terasa panas. Tapi perasaan saya
mengatakan kalau ada orang tadi yg mengintipku lewat jendela sewaktu aku tidur.
Makanya saya terbangun bersamaan dgn ketukan pintu bapak tadi,” ulasnya curiga
namun tetap ia ketawa-ketawa sambil meman&giku.
“M.. Mmaaf dik, sejujurnya saya
sempat mengintip lewat sela jendela tadi berhubung saya terlalu lama mengetuk
pintu tapi tidak ada jawaban. Jadi saya mengintip hanya untuk memastikan apa
ada atau tidak ada orang di dalam tadi. Saya tidak punya maksud apa-apa,”
kataku dgn jujur, siapa tahu ia betul melihatku tadi, aku bisa dikatakan
pembohong.
“Jadi apa yg bapak lihat tadi
sewaktu mengintip ke dalam? Apa bapak sempat melihatku di atas tempat tidur dgn
telanjang bulat?” tanyanya penuh selidik, meskipun ia masih tetap
senyum-senyum.
“Saya tidak sempat melihat
apa-apa di dalam kecuali hanya kilatan cahaya TV & sepotong kaki,” tegasku
sekali lagi dgn terus terang.
“Tidak apa-apa, saya percaya
ucapan bapak saja. Lagi pula sekiranya bapak melihatku dalam keadaan tanpa
busana, bapak pasti tidak heran, & bukan soal baru bagi bapak, karena apa
yg ada dalam tubuh saya tentu sama dgn milik istri bapak, yah khan?” ulasnya
penuh canda. Lalu ia berlari kecil masuk ke ruang dapur untuk memastikan apa
nasi yg dimasaknya sudah matang atau belum.
Waktu di jam dinding menunjukkan
sudah pukul 8.00, namun Andik belum juga datang. Dalam hati kecilku,
Jangan-jangan Andik mau bermalam di kampungnya, aku tidak mungkin bermalam
berdua dgn istrinya di rumah ini. Saya lalu teriak minta pamit saja dgn alasan
nanti besok saja ketemunya, tapi istri Andik berteriak melarangku &
katanya,
“Tunggu dulu pak, nasi yg saya
masak buat bapak sudah matang. Kita makan bersama saja dulu, siapa tahu setelah
makan Andik datang, khan belum juga larut malam, apalagi kita baru saja
ketemu,” katanya penuh harap agar aku tetap menunggu & mau makan malam
bersama di rumahnya.
Tak lama kemudian, iapun keluar
memanggilku masuk ke ruang dapur untuk menikmati hi&gan malamnya. Sambil
makan, kamipun terlibat pembicaraan yg santai & penuh canda, sehingga tanpa
terasa saya sempat menghabiskan dua piring nasi tanpa saya ingat lagi kalau
tadi saya bilang sudah kenyg & baru saja makan di rumah. Malu sendiri rasanya.
“Bapak ini nampaknya masih muda.
Mungkin tidak tepat jika aku panggil bapak khan? Sebaiknya aku panggil kak,
abang atau Mas saja,” ucapnya secara tiba-tiba ketika aku meneguk air minum,
sehingga aku tidak sempat menghabiskan satu gelas karena terasa kenyg sekali.
Apalagi saya mulai terayu atau
tersanjung oleh seorang wanita muda yg baru saja kulihat sepotong tubuhnya yg
mulus & putih? Tidak, saya tidak boleh berpikir ke sana, apalagi wanita ini
adalah istri teman lamaku, bahkan rasanya aku belum pernah berpikir macam-macam
terhadap wanita lain sebelum ini. Aku kendalikan cepat pikiranku yg mulai
miring. Siapa tahu ada setan yg memanfaatkannya.
“Bolehlah, apa saja panggilannya
terhadapku saya terima semua, asalkan tidak mengejekku. Hitung-hitung sebagai
panggilan adik sendiri,” jawabku memberikan kebebasan.
“Terima kasih Kak atau Mas atas
kesediaan & keterbukaannya” balasnya.
Setelah selesai makan, aku lalu
berjalan keluar sambil meman&gi sudut-sudut ruangannya & aku sempat
mengalihkan perhatianku ke dalam kamar tidurnya di mana aku melihat tubuh
terbaring tanpa busana tadi.
Ternyata betul, wanita itulah
tadi yg berbaring di atas tempat tidur itu, yg di depannya ada sebuah TV color
kira-kira 21 inc. Jantungku tiba-tiba berdebar ketika aku melihat sebuah celana
color tergeletak di sudut tempat tidur itu, sehingga aku sejenak membaygkan
kalau wanita yg baru saja saya temani bicara & makan bersama itu
kemungkinan besar tidak pakai celana, apalagi yg saya lihat tadi mulai dari
pinggul hingga ujung kaki tanpa busana. Namun pikiran itu saya coba buang
jauh-jauh biar tidak mengganggu konsentrasiku.
Setelah aku duduk kembali di
kursi tamu semula, tiba-tiba aku mendengar suara TV dari dalam, apalagi
acaranya kedengaran sekali kalau itu yg main adalah film Angling Dharma yaitu
film kegemaranku. Aku tidak berani masuk nonton di kamar itu tanpa dipanggil,
meskipun aku ingin sekali nonton film itu. Bersamaan dgn puncak keinginanku,
tiba-tiba,
“Kak, suka nggak nonton filmnya
Angling Dharma?” teriaknya dari dalam kamar tidurnya.
“Wah, itu film kesukaanku, tapi
saygnya TV-nya dalam kamar,” jawabku dgn cepat & suara agak lantang.
“Masuk saja di sini kak, tidak
apa-apa kok, lagi pula kita ini khan sudah seperti saudara & sudah saling
terbuka” katanya penuh harap.
Lalu saya bangkit & masuk ke
dalam kamar. Iapun persilahkan aku duduk di pinggir tempat tidur berdampingan
dgnnya. Aku agak malu & takut rasanya, tapi juga mau sekali nonton film
itu.
Awalnya kami biasa-biasa saja,
hening & serius nontonnya, tapi baru sekitar setengah jam acara itu
berjalan, tiba-tiba ia menawarkan untuk nonton film dari VCD yg katanya lebih
bagus & lebih seru dari pada filmnya Angling Dharma, sehingga aku tidak
menolaknya & ingin juga menyaksikannya. Aku cemas & khawatir
kalau-kalau VCD yg ditawarkan itu bukan kesukaanku atau bukan yg kuharapkan.
Setelah ia masukkan kasetnya,
iapun mundur & kembali duduk tidak jauh dari tempat dudukku bahkan terkesan
sedikit lebih rapat daripada sebelumnya. Gambarpun muncul & terjadi
perbincangan yg serius antara seorang pria & seorang wanita Barat, sehingga
aku tidak tahu maksud pembicaraan dalam film itu.
Baru saja aku bermaksud meminta
mengganti filmnya dgn film Angling Dharma tadi, tiba-tiba kedua insan dalam
layar itu berpelukan & berciuman, saling mengisap lidah, bercumbu rayu,
menjilat mulai dari atas ke bawah, bahkan secara perlahan-lahan saling
menelanjangi & meraba, sampai akhirnya saya menatapnya dgn tajam sekali
secara bergantian menjilati kemaluannya, yg membuat jantungku berdebar,
tongkatku mulai tegang & membesar, sekujur tubuhku gemetar &
berkeringat, lalu sedikit demi sedikit aku menoleh ke arah wanita disampingku
yakni istri teman lamaku.
Secara bersamaan iapun sempat
menoleh ke arahku sambil tersenyum lalu mengalihkan pan&gannya ke layar.
Tentu aku tidak mampu lagi membendung birahiku sebagai pria normal, namun aku
tetap takut & malu mengutarakan isi hatiku.
“Mas, pak, suka nggak filmnya?
Kalau nggak suka, biar kumatikan saja,” tanyanya seolah memancingku ketika aku
asyik menikmatinya.
“Iiyah, bolehlah, suka juga,
kalau adik, memang sering nonton film gituan yah?” jawabku sedikit malu tapi
mau & suka sekali.
“Saya dari dulu sejak awal
perkawinan kami, memang selalu putar film seperti itu, karena kami sama-sama
menyukainya, lagi pula bisa menambah gairah sex kami dikala sulit
memunculkannya, bahkan dapat menambah pengalaman berhubungan, syukur-syukur
jika sebagian bisa dipraktekkan.
“Sungguh kami ketinggalan. Saya
kurang pengalaman dalam hal itu, bahkan baru kali ini saya betul-betul bisa
menyaksikan dgn tenang & jelas film seperti itu. Apalagi istriku tidak suka
nonton & praktekkan macam-macam seperti di film itu,” keteranganku terus
terang.
“Tapi kakak suka nonton &
permainan seperti itu khan?” tanyanya lagi.
“Suka sekali & kelihatannya
nikmat sekali yach,” kataku secara tegas.
“Jika istri kakak tidak suka
& tidak mau melakukan permainan seperti itu, bagaimana kalau aku tawarkan
kerjasama untuk memperaktekkan hal seperti itu?” tanya istri teman lamaku
secara tegas & berani padaku sambil ia mendempetkan tubuhnya di tubuhku
sehingga bisikannya terasa hangat nafasnya dipipiku.
Tanpa sempat lagi aku berfikir
panjang, lalu aku mencoba merangkulnya sambil menganggukkan kepala pertanda
setuju. Wanita itupun membalas pelukanku. Bahkan ia duluan mencium pipi &
bibirku, lalu ia masukkan lidahnya ke dalam mulutku sambil digerak-gerakkan ke
kiri & ke kanan, akupun membalasnya dgn lahap sekali.
Aku memulai memasukkan tangan ke
dalam bajunya mencari kedua payudaranya karena aku sama sekali sudah tidak
mampu lagi menahan birahiku, lagi pula kedua benda kenyal itu saya sudah hafal
tempatnya & sudah sering memegangnya.
Tapi kali ini, rasanya lain
daripada yg lain, sedikit lebih mulus & lebih keras dibanding milik
istriku. Entah siapa yg membuka baju yg dikenakannya, tiba-tiba terbuka dgn
lebar sehingga nampak kedua benda kenyal itu tergantung dgn menantang.
Akupun memperaktekkan apa yg
barusan kulihat dalam layar tadi yakni menjilat & mengisap putingnya
berkali-kali seolah aku mau mengeluarkan air dari dalamnya. Ka&g kugigit
sedikit & kukunyah, namun wanita itu sedikit mendorong kepalaku sebagai
tanda a&ya rasa sakit.
Selama hidupku, baru kali ini aku
melihat peman&gan yg indah sekali di antara kedua paha wanita itu. Karena
tanpa kesulitan aku membuka sarung yg dikenakannya, langsung saja jatuh sendiri
& sesuai dugaanku semula ternyata memang tidak ada pelapis kemaluannya sama
sekali sehingga aku sempat menatap sejenak kebersihan vagina wanita itu.
Putih, mulus & tanpa selembar
bulupun tumbuh di atas gundukan itu membuat aku terpesona melihat &
merabanya, apalagi setelah aku memberanikan diri membuka kedua bibirnya dgn
kedua tanganku, nampak benda kecil menonjol di antara kedua bibirnya dgn warna
agak kemerahan.
Ingin rasanya aku telan &
makan sekalian, untung bukan makanan, tapi sempat saya lahap dgn lidahku hingga
sedalam-dalamnya sehingga wanita itu sedikit menjerit & terengah-engah
menahan rasa nikmatnya lidah saya, apalagi setelah aku menekannya dalam-dalam.
“Kak, aku buka saja semua
pakaiannya yah, biar aku lebih leluasa menikmati seluruh tubuhmu,” pintanya
sambil membuka satu persatu pakaian yg kukenakan hingga aku telanjang bulat.
Bahkan ia nampaknya lebih tidak tahan lagi berlama-lama meman&gnya.
Ia langsung serobot saja &
menjilati sekujur tubuhku, namun jilatannya lebih lama pada biji pelerku,
sehingga pinggulku bergerak-gerak dibuatnya sebagai tanda kegelian. Lalu
disusul dgn memasukkan penisku ke mulutnya & menggocoknya dgn cepat &
berulang-ulang, sampai-sampai terasa spermaku mau muncrat.
Untung saya tarik keluar cepat,
lalu membaringkan ke atas tempat tidurnya dgn kaki tetap menjulang ke lantai
biar aku lebih mudah melihat, & menjamahnya. Setelah ia terkulai lemas di
atas tempat tidur, akupun mengangkanginya sambil berdiri di depan gundukkan itu
& perlahan aku masukkan ujung penisku ke dalam vaginanya lalu
menggerak-gerakkan ke kiri & ke kanan maju & mundur, akhirnya dapat
masuk tanpa terlalu kesulitan.
“Dik, model yg bagaimana kita
terapkan sekarang? Apa kita ikuti semua posisi yg ada di layar TV tadi,”
tanyaku berbisik.
“Terserah kak, aku serahkan
sepenuhnya tubuhku ini pada kakak, mana yg kakak anggap lebih nikmat &
lebih berkesan sepanjang hayat serta lebih memuaskan kakak,” katanya pasrah.
Akupun meneruskan posisi tidur telentang tadi sambil aku berdiri menggocok
terus, sehingga menimbulkan bunyi yg agak menambah gairah sexku.
“Ahh.. Uhh.. Ssstt.. Hmm..
Teeruus kak, enak sekali, gocok terus kakak, aku sangat menikmatinya,” demikian
pintanya sambil terengah & berdesis seperti bunyi jangkrik di dalam
kamarnya itu.
“Dik, gimana kalau saya berbaring
& adik mengangkangiku, biar adik lebih leluasa goygannya,” pintaku
pa&ya.
“Aku ini sudah hampir memuncak
& sudah mulai lemas, tapi kalau itu permintaan kakak, bolehlah, aku masih
bisa bertahan beberapa menit lagi,” jawabnya seolah ingin memuaskanku malam
itu.
Tanpa kami rasakan & pikirkan
lagi suaminya kembali malam itu, apalagi setelah jam menunjukkan pukul 9.40
malam itu, aku terus berusaha menumpahkan segalanya & betul-betul ingin
menikmati pengalaman bersejarah ini bersama dgn istri teman lamaku itu.
Namun saygnya, karena keasyikan
& keseriusan kami dalam bersetubuh malam itu, sehingga baru sekitar 3 menit
berjalan dgn posisi saya di bawah & dia di atas memompa serta menggoyg kiri
kanan pinggulnya, akhirnya spermakupun tumpah dalam rahimnya & diapun
kurasakan bergetar seluruh tubuhnya pertanda juga memuncak gairah sexnya.
Setelah sama-sama puas, kami saling berciuman, berangkulan, berjilatan tubuh
& tidur terlentang hingga pagi.
Setelah kami terbangun hampir
bersamaan di pagi hari, saya langsung lompat dari tempat tidur, tiba-tiba
muncul rasa takut yg mengecam & pikiranku sangat kalut tidak tahu apa yg
harus saya perbuat.
Saya menyesal tapi ada keinginan
untuk mengulanginya bersama dgn wanita itu. Untung malam itu suaminya tidak
kembali & kamipun berusaha masuk kamar mandi membersihkan diri. Walaupun
terasa ada gairah baru lagi ingin mengulangi di dalam kamar mandi, namun rasa
takutku lebih mengalahkan gairahku sehingga aku mengurungkan niatku itu &
langsung pamit & sama-sama berjanji akan mengulanginya jika ada kesempatan.
Saya keluar dari rumah tanpa ada
orang lain yg melihatku sehingga saya yakin tidak ada yg mencurigaiku. Soal
istriku di rumah, saya bisa buat alasan kalau saya ketemu & bermalam
bersama dgn sahabat lamaku.
pir memuncak
& sudah mulai lemas, tapi kalau itu permintaan kakak, bolehlah, aku masih
bisa bertahan beberapa menit lagi,” jawabnya seolah ingin memuaskanku malam
itu.
Tanpa kami rasakan & pikirkan
lagi suaminya kembali malam itu, apalagi setelah jam menunjukkan pukul 9.40
malam itu, aku terus berusaha menumpahkan segalanya & betul-betul ingin
menikmati pengalaman bersejarah ini bersama dgn istri teman lamaku itu.
Namun saygnya, karena keasyikan
& keseriusan kami dalam bersetubuh malam itu, sehingga baru sekitar 3 menit
berjalan dgn posisi saya di bawah & dia di atas memompa serta menggoyg kiri
kanan pinggulnya, akhirnya spermakupun tumpah dalam rahimnya & diapun
kurasakan bergetar seluruh tubuhnya pertanda juga memuncak gairah sexnya.
Setelah sama-sama puas, kami saling berciuman, berangkulan, berjilatan tubuh
& tidur terlentang hingga pagi.
Setelah kami terbangun hampir
bersamaan di pagi hari, saya langsung lompat dari tempat tidur, tiba-tiba
muncul rasa takut yg mengecam & pikiranku sangat kalut tidak tahu apa yg
harus saya perbuat.
Saya menyesal tapi ada keinginan
untuk mengulanginya bersama dgn wanita itu. Untung malam itu suaminya tidak
kembali & kamipun berusaha masuk kamar mandi membersihkan diri. Walaupun
terasa ada gairah baru lagi ingin mengulangi di dalam kamar mandi, namun rasa
takutku lebih mengalahkan gairahku sehingga aku mengurungkan niatku itu &
langsung pamit & sama-sama berjanji akan mengulanginya jika ada kesempatan.
Saya keluar dari rumah tanpa ada
orang lain yg melihatku sehingga saya yakin tidak ada yg mencurigaiku. Soal
istriku di rumah, saya bisa buat alasan kalau saya ketemu & bermalam
bersama dgn sahabat lamaku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar