>>> SINGAPOREPOOLS <<<
ANGKA MAIN : 7 5 3 0
Top 2D : 07 15 23 30 47
Cadangan 2D : 57 65 73 80 97
TOP SHIO : Monyet Naga Ayam
COLOK BEBAS : 0 3 5
AS : 3 4 5
KOP : 7 8 9
KEPALA : Kecil / Ganjil
EKOR : Kecil / Ganjil
Dengan Kakak Ipar ku, Bekerja
sebagai Auditor di perusahaan swasta memang sangat melelahkan. Tenaga, pikiran,
semuanya terkuras. Apalagi kalau ada masalah keuangan yang rumit dan harus
segera diselesaikan. Mau tidak mau, seperti rasanya harus mengeluarkan seluruh
isi pikiran.
Akibat dari tekanan pekerjaan
yang demikian itu membuatku akrab dengan gemerlapnya dunia malam terutama jika
weekend. Biasanya bareng teman sekantor aku berkaraoke untuk melepaskan beban.
Kadang di ‘sini’, kadang di ‘sana’, dan selanjutnya, benar-benar malam untuk
menumpahkan “beban”.
Maklum, aku sudah berkeluarga dan
punya seorang anak, tetapi mereka kutinggalkan di kampung karena istriku punya
usaha dagang di sana. Tapi lama kelamaan semua itu membuatku bosan. Ya…di
Jakarta ini, walaupun aku merantau, ternyata aku punya banyak saudara dan
karena kesibukan (alasan klise) aku tidak sempat berkomunikasi dengan mereka.
Akhirnya kuputuskan untuk
menelepon Mas Adit, sepupuku. Kami pun bercanda ria, karena lama sekali kami
tidak kontak. Mas Adit bekerja di salah satu perusahaan minyak asing, dan saat
itu dia kasih tau kalau minggu depan ditugaskan perusahaannya ke tengah laut,
mengantar logistik sekaligus membantu perbaikan salah satu peralatan rig yang rusak.
Dan dia memintaku untuk menemani
keluarganya kalau aku tidak keberatan. Sebenernya aku males banget, karena
rumah Mas Adit cukup jauh dari tempat kostku Aku di bilangan Ciledug, sedangkan
Mas Adit di Bekasi. Tapi entah mengapa aku mengiyakan saja permintaannya,
karena kupikir-pikir sekalian silaturahmi. Maklum, lama sekali tidak jumpa.
Hari Jumat minggu berikutnya aku
ditelepon Mas Adit untuk memastikan bahwa aku jadi menginap di rumahnya. Sebab
kata Mas Adit istrinya, mbak Lala, senang kalau aku mau datang. Hitung-hitung
buat teman ngobrol dan teman main anak-anaknya. Mereka berdua sudah punya anak
laki-laki dua orang. Yang sulung kelas 4 SD, dan yang bungsu kelas 1 SD.
Usia Mas Adit 40 tahun dan mbak
Lala 38 tahun. Aku sendiri 30 tahun. Jadi tidak beda jauh amat dengan mereka.
Apalagi kata Mbak Lala, aku sudah lama sekali tidak berkunjung ke rumahnya.
Terutama semenjak aku bekerja di Jakarta ini. Ya, tiga tahun lebih aku tidak
berjumpa mereka. Paling-paling cuma lewat telepon
Setelah makan siang, aku telepon
mbak Lala, janjian pulang bareng Kami janjian di stasiun, karena mbak Lala
biasa pulang naik kereta. “kalau naik bis macet banget. Lagian sampe rumahnya
terlalu malem”, begitu alasan mbak Lala. Dan jam 17.00 aku bertemu mbak Lala di
stasiun. Tak lama, kereta yang ditunggu pun datang. Cukup penuh, tapi aku dan
mbak masih bisa berdiri dengan nyaman. Kamipun asyik bercerita, seolah tidak
mempedulikan kiri kanan.
Tapi hal itu ternyata tidak
berlangsung lama Lepas stasiun J, kereta benar-benar penuh. Mau tidak mau
posisiku bergeser dan berhadapan dengan Mbak Lala. Inilah yang kutakutkan…!
Beberapa kali, karena goyangan kereta, dada montok mbak Lala menyentuh dadaku.
Ahh…darahku rasanya berdesir, dan mukaku berubah agak pias.
Rupanya mbak Lala melihat
perubahanku dan ?ini konyolnya- dia mengubah posisi dengan membelakangiku.
Alamaakk.. siksaanku bertambah..! Karena sempitnya ruangan, si “itong”-ku
menyentuh pantatnya yang bulat manggairahkan. Aku hanya bisa berdoa semoga
“itong” tidak bangun.
Kamipun tetap mengobrol dan
bercerita untuk membunuh waktu. Tapi, namanya laki-laki normal apalgi ditambah
gesekan-gesekan yang ritmis, mau tidak mau bangun juga “itong”-ku. Makin lama
makin keras, dan aku yakin mbak Lala bisa merasakannya di balik rok mininya itu.
Cerita Dewasa
Pikiran ngeresku pun muncul,
seandainya aku bisa meremas dada dan pinggulnya yang montok itu.. oh… betapa
nikmatnya. Akhirnya sampai juga kami di Bekasi, dan aku bersyukur karena
siksaanku berakhir. Kami kemudian naik angkot, dan sepanjang jalan Mbak Lala diam
saja. Sampai dirumah, kami beristirahat, mandi dan kemudian makan malam bersama
keponakanku. Selesai makan malam, kami bersantai, dan tak lama kedua
keponakanku pun pamit tidur.
“Ndrew, mbak mau bicara
sebentar”, katanya, tegas sekali.
“Iya mbak.. kenapa”, sahutku
bertanya. Aku berdebar, karena yakin bahwa mbak akan memarahiku akibat
ketidaksengajaanku di kereta tadi.
“Terus terang aja ya. Mbak tau
kok perubahan kamu di kereta. Kamu ngaceng kan?” katanya, dengan nada tertahan seperti
menahan rasa jengkel.
“Mbak tidak suka kalau ada
laki-laki yang begitu ke perempuan. Itu namanya pelecehan. Tau kamu?!”
“MMm.. maaf, mbak..”, ujarku
terbata-bata.
“Saya tidak sengaja. Soalnya
kondisi kereta kan penuh banget. Lagian, nempelnya terlalu lama.. ya.. aku
tidak tahan”
“Terserah apa kata kamu, yang
jelas jangan sampai terulang lagi. Banyak cara untuk mengalihkan pikiran ngeres
kamu itu. Paham?!” bentak Mbak Lisa.
“Iya, Mbak. Saya paham. Saya
janji tidak ngulangin lagi”
“Ya sudah. Sana, kalau kamu mau
main PS. Mbak mau tidur-tiduran dulu. kalau pengen nonton filem masuk aja kamar
Mbak.” Sahutnya. Rupanya, tensinya sudah mulai menurun.
Akhirnya aku main PS di ruang
tengah. Karena bosan, aku ketok pintu kamarnya. Pengen nonton film. Rupanya Mbak
Lala sedang baca novel sambil tiduran. Dia memakai daster panjang. Aku sempat
mencuri pandang ke seluruh tubuhnya. Kuakui, walapun punya anak dua, tubuh Mbak
Lala betul-betul terpelihara. Maklumlah, modalnya ada. Akupun segera menyetel
VCD dan berbaring di karpet, sementara Mbak Lala asyik dengan novelnya.
Entah karena lelah atau sejuknya
ruangan, atau karena apa akupun tertidur. Kurang lebih 2 jam, dan aku
terbangun. Film telah selesai, Mbak Lala juga sudah tidur. Terdengar dengkuran
halusnya. Wah, pasti dia capek banget, pikirku.
Saat aku beranjak dari tiduranku,
hendak pindah kamar, aku terkesiap. Posisi tidur Mbak Lala yang agak telungkup
ke kiri dengan kaki kana terangkat keatas benar-benar membuat jantungku
berdebar. Bagaimana tidak? Di depanku terpampang paha mulus, karena dasternya
sedikti tersingkap. Mbak Lala berkulti putih kemerahan, dan warna itu makin
membuatku tak karuan. Hatiku tambah berdebar, nafasku mulai memburu.. birahiku
pun timbul..
Perlahan, kubelai paha itu..
lembut.. kusingkap daster itu samapi pangkal pahanya.. dan.. AHH… “itong”-ku
mengeras seketika. Mbak Lala ternyata memakai CD mini warna merah.. OHH GOD..
apa yang harus kulakukan… Aku hanya menelan ludah melihat pantatnya yang tampak
menggunung, dan CD itu nyaris seperti G-String.
Aku bener-bener terangsang
melihat pemandangan indah itu, tapi aku sendiri merasa tidak enak hati, karena
Mbak Lala istri sepupuku sendiri, yang mana sebetulnya harus aku temani dan aku
lindungi dikala suaminya sedang tidak dirumah.
Namun godaan syahwat memang
mengalahkan segalanya. Tak tahan, kusingkap pelan-pelan celana dalamnya, dan
tampaklah gundukan memeknya berwarna kemerahan. Aku bingung.. harus kuapakan..
karena aku masih ada rasa was-was, takut, kasihan… tapi sekali lagi godaan
birahi memang dahsyat.
Akhirnya pelan-pelan kujilati itu
dengan rasa was-was takut Mbak Lala bangun. Sllrrpp.. mmffhh… sllrrpp… ternyata
memeknya lezat juga, ditambah pubic hair Mbak Lala yang sedikit, sehingga
hidungku tidak geli bahkan leluasa menikmati aroma memeknya.
Entah setan apa yang menguasai
diriku, tahu-tahu aku sudah mencopot seluruh celanaku. Setelah “itong”-ku
kubasahi dengan ludahku, segera kubenamkan ke Mbak Lala. Agak susah juga,
karena posisinya itu. Dan aku hasrus ekstra hati-hati supaya dia tidak
terbangun. Akhirnya “itongku”-ku berhasil masuk.
HH… hangat rasanya.. sempit..
tapi licin… seperti piston di dalam silinder. Entah licin karena Mbak Lala
mulai horny, atau karena ludah bekas jilatanku.. entahlah. Yang pasti, kugenjot
dia.. naik turun pelan lembut.. tapi ternyata nggak sampai lima menit.
Aku begitu terpukau dengan
keindahan pinggul dan pantatnya, kehalusan kulitnya, sehingga pertahananku
jebol. Crroott… ccrroott.. sseerr.. ssrreett.. kumuntahkan maniku di dalam
memek Mbak Lala. Aku merasakan pantatnya sedikit tersentak. Setelah habis maniku,
pelan-pelan dengan dag-dig-dug kucabut penisku.
“Mmmhh… kok dicabut tititnya..”
suara Mbak Lala parau karena masih ngantuk.
“Gantian dong..aku juga pengen..”
Aku kaget bukan main. Jantungku
tambah keras berdegup.
“Wah.. celaka..”, pikirku.
“Ketahuan, nich…” Benar saja!
Mbak Lala mambalikkan badannya. Seketika dia begitu terkejut dan secara refleks
menampar pipiku. Rupanya dia baru sadar bahwa yang habis menyetubuhinya bukan
Mas Adit, melainkan aku, sepupunya.
“Kurang ajar kamu, Ndrew”,
makinya.
“KELUAR KAMU…!”
Aku segera keluar dan masuk kamar
tidur tamu. Di dalam kamar aku bener-bener gelisah.. takut.. malu.. apalagi
kalau Mbak Lala sampai lapor polisi dengan tuduhan pemerkosaan. Wah.. terbayang
jelas di benakku acara Buser… malunya aku.
Aku mencoba menenangkan diri
dengan membaca majalah, buku, apa saja yang bisa membuatku mengantuk. Dan entah
berapa lama aku membaca, aku pun akhirnya terlelap. Seolah mimpi, aku merasa
“itong”-ku seperti lagi keenakan. Serasa ada yang membelai. Nafas hangat dan
lembut menerpa selangkanganku. Perlahan kubuka mata.. dan..
“Mbak Lala..jangan”, pintaku
sambil aku menarik tubuhku.
“Ndrew..” sahut Mbak Lala,
setengah terkejut.
“Maaf ya, kalau tadi aku
marah-marah. Aku bener-bener kaget liat kamu tidak pake celana, ngaceng lagi.”
“Terus, Mbak maunya apa?” taku
bertanya kepadaku. Aneh sekali, tadi dia marah-marah, sekarang kok.. jadi
begini..
“Terus terang, Ndrew.. habis
marah-marah tadi, Mbak bersihin memek dari sperma kamu dan disiram air dingin
supaya Mbak tidak ikutan horny. Tapi… Mbak kebayang-bayang titit kamu. Soalnya
Mbak belum pernah ngeliat kayak punya kamu. Imut, tapi di meki Mbak kerasa
tuh.” Sahutnya sambil tersenyum.
Dan tanpa menunggu jawabanku,
dikulumnya penisku seketika sehingga aku tersentak dibuatnya. Mbak Lala begitu
rakus melumat penisku yang ukurannya biasa-biasa saja. Bahkan aku merasakan
penisku mentok sampai ke kerongkongannya.
Secara refleks, Mbak naik ke bed,
menyingkapkan dasternya di mukaku. Posisii kami saat ini 69. Dan, Ya Tuhan,
Mbak Lala sudah melepas CD nya. Aku melihat memeknya makin membengkak merah.
Labia mayoranya agak menggelambir, seolah menantangku untuk dijilat dan
dihisap. Tak kusia-siakan, segera kuserbu dengan bibirku..
“SSshh.. ahh.. Ndrew.. iya..
gitu.. he-eh.. Mmmffhh.. sshh.. aahh” Mbak Lala merintih menahan nikmat. Akupun
menikmati memeknya yang ternyata bener-bener becek. Aku suka sekali dengan
cairannya.
“Itilnya.. dong… Ndrew.. mm..
IYAA… AAHH… KENA AKU… AMPUUNN NDREEWW..”
Mbak Lala makin keras merintih
dan melenguh. Goyangan pinggulnya makin liar dan tak beraturan. Memeknya makin
memerah dan makin becek. Sesekali jariku kumasukkan ke dalamnya sambil terus
menghisap clitorisnya. Tapi rupanya kelihaian lidah dan jariku masih kalah
dengan kelihaian lidah Mbak Lala. Buktinya aku merasa ada yang mendesak
penisku, seolah mau menyembur.
“Mbak… mau keluar nih…” kataku.
Tapi Mbak Lala tidak mempedulikan
ucapanku dan makin ganas mengulum batang penisku. Aku makin tidak tahan dan..
crrootts… srssrreett… ssrett… spermaku muncrat di muutu Mbak Lala. Dengan
rakusnya Mbak Lala mengusapkan spermaku ke wajahnya dan menelan sisanya.
“Ndrewww.. kamu ngaceng terus
ya.. Mbak belum kebagian nih…” pintanya.
Aku hanya bisa mmeringis menahan
geli, karena Mbak Lala melanjutkan mengisap penisku. Anehnya, penisku seperti
menuruti kemauan Mbak Lala. Jika tadi langsung lemas, ternyata kali ini penisku
dengan mudahnya bangun lagi. Mungkin karena pengaruh lendir memek Mbak Lala
sebab pada saat yang sama aku sibuk menikmati itil dan cairan memeknya, aku
jadi mudah terangsang lagi.
Tiba-tiba Mbak Lala bangun dan
melepaskan dasternya.
“Copot bajumu semua, Ndrew”
perintahnya.
Aku menuruti perintahnya dan
terperangah melihat pemandangan indah di depanku. Buah dada itu membusung
tegak. Kuperkirakan ukurannya 36B. Puting dan ariolanya bersih, merah
kecoklatan, sewarna kulitnya. Puting itu benar-benar tegak ke atas seolah
menantang kelelakianku untuk mengulumnya. Segera Mbak Lala berlutut di atasku,
dan tangannya membimbing penisku ke lubang memeknya yang panas dan basah.
Bless… sshh…
“Aduhh… Ndrew… tititmu keras
banget yah…” rintihnya.
“kok bisa kayak kayu sih…?”
Mbak Lala dengan buasnya
menaikturunkan pantatnya, sesekali diselingi gerkan maju mundur. Bunyi
gemerecek akibat memeknya yang basah makin keras. Tak kusia-siakan, kulahap
habis kedua putingnya yang menantang, rakus.
Mbak Lala makin keras goyangnya,
dan aku merasakan tubuh dan memeknya makin panas, nafasnya makin memburu. Makin
lama gerakan pinggul Mbak Lala makin cepat, cairan memeknya membanjir, nafasnya
memburu dan sesaat kurasakan tubuhnya mengejang.. bergetar hebat.. nafasnynya
tertahan.
“MMFF… SSHSHH.. AAIIHH… OUUGGHH…
NDREEWW… MBAK KELUAARR… AAHHSSHH…”
Mbak Lala menjerit dan mengerang
seiring dengan puncak kenikmatan yang telah diraihnya. Memeknya terasa sangat
panas dan gerakan pinggulnya demikian liar sehingga aku merasakan penisku
seperti dipelintir. Dan akhirnya Mbak Lala roboh di atas dadaku dengan ekspresi
wajah penuh kepuasan.
Aku tersenyum penuh kemenangan
sebab aku masih mampu bertahan… Tak disangka, setelah istirahat sejenak, Mbak
Lala berdiri dan duduk di pinggir spring bed. Kedua kakinya mengangkang,
punggungnya agak ditarik ke belakang dan kedua tangannya menyangga tubuhnya.
“Ndrew, ayo cepet masukin lagi.
Itil Mbak kok rasanya kenceng lagi..” pintanya setengah memaksa.
Apa boleh buat, kuturuti kemauannya
itu. Perlahan penisku kugosok-gosokkan ke bibir memek dan itilnya. Memek Mbak
Lala mulai memerah lagi, itilnya langsung menegang, dan lendirnya tampak
mambasahi dinding memeknya.
“SShh.. mm.. Ndrew.. kamu jail
banget siicchh… oohh…” rintihnya.
“Masukin aja, yang… jangan siksa
aku, pleeaassee…” rengeknya.
Mendengar dia merintih dan
merengek, aku makin bernafsu. Perlahan kumasukkan penisku yang memang masih
tegak ke memeknya yang ternyata sangat becek dan terasa panas akibat masih
memendam gelora birahi. Kugoyang maju mundur perlahan, sesekali dengan gerakan
mencangkul dan memutar.
Mbak Lala mulai gelisah, nafasnya
makin memburu, tubuhnya makin gemetaran. Tak lupa jari tengahku memainkan dan
menggosok clitorisnya yang ternyata benar-benar sekeras dan sebesar kacang.
Iseng-iseng kucabut penisku dari liang surganya, dan tampaklah lubang itu
menganga kemerahan.. basah sekali..
Gerakan jariku di itilnya makin
kupercepat, Mbak Lala makin tidak karuan gerakannya. Kakinya mulai kejang dan
gemetaran, demikian pula sekujur tubuhnya mulai bergetar dan mengejang
bergantian. Lubang memek itu makin becek, terlihat lendirnya meleleh dengan
derasnya, dan segera saja kusambar dengan lidahku.. direguk habis semua lendir
yang meleleh. Tentu saja tindakanku ini mengagetkan Mbak Lala, terasa dari
pinggulnya yang tersentak keras seiring dengan jilatanku di nya.
Kupandangi memek itu lagi, dan
aku melihat ada seperti daging kemerahan yang mencuat keluar, bergerinjal
berwarna merah seolah-olah hendak keluar dari memeknya. Dan nafas Mbak Lala
tiba-tiba tertahan diiringi pekikan kecil.. dan ssrr… ceerr.. aku merasakan ada
cairan hangat muncrat dari nya..
“Mbak.. udah keluar?”, tanyaku.
“Beluumm.., Ndreew.. ayo sayang..
masukin ****** kamu… aku hampir sampaaii..” erangnya.
Rupanya Mbak Lala sampai
terkencing-kencing menahan nikmat. Akibat pemandangan itu aku merasa ada yang
mendesak ingin keluar dari penisku, dan segera saja kugocek Mbak Lala sekuat
tenaga dan secepat aku mampu, sampai akhirnya..
“NDREEWW… AKU KELUAARR… OOHH…
SAYANG… MMHH… AAGGHH… UUFF…”, Mbak Lala menjerit dan mengerang tidak karuan
sambil mengejang-ngejang.
Bola matanya tampak memutih, dan
aku merasa jepitan di penisku begitu kuat. Akhirnya bobol juga pertahananku..
“Mbak.. aku mau muncrat nich..”
kataku.
“Keluarin sayang… ayo sayang,
keluarin di dalem… aku pengen kehangatan spermamu sekali lagi…” pintanya sambil
menggoyangkan pinggulnya, menepuk pantatku dan meremas pinggulnya.
Seketika itu juga.. Jrruuoott…
jrroott… srroott..
“Mbaakk.. MBAAKK… OOGGHH… AKU
MUNCRAT MBAAKK…” aku berteriak.
“Hmm.. ayo sayang… keluarkan
semua… habiskan semua… nikmati, sayang… ayo… oohh… hangat… hangat sekali
spermamu di rahimku.. mmhh…” desah Mbak Lala manja menggairahkan.
Akupun terkulai diatas tubuh
moleknya dengan nafas satu dua. Benar-benar malam jahanam yang melelahkan
sekaligus malam surgawi.
“Ndrew, makasih ya… kamu bisa
melepaskan hasrat ngesex ku..” Mbak Lala tersenyum puas sekali..
“He-eh.. Mbak.. aku juga..”
balasku.
“Aku juga makasih boleh menikmati
tubuh Mbak. Terus terang, sejak ngeliat Mbak, aku pengen nge dengan Mbak. Tapi
aku sadar itu tak mungkin terjadi. Gimana dengan keluarga kita kalau sampai
tahu.”
“Waahh.. kurang ajar juga kau
ya…” kata Mbak Lala sambil memencet hidungku.
“Aku tidak nyangka kalau adik
sepupuku ini pikirannya ngesex melulu. Tapi, sekarang impian kamu jadi
kenyataan kan?”
“Iya, Mbak. Makasih banget.. aku
boleh ngesex dan menikmati semua bagian tubuh Mbak.” Jawabku.
“Kamu pengalaman ngesex
pertamaku, Ndrew. Maksud Mbak, ini pertama kali Mbak ngesex dengan laki-laki
selain Mas Adit. tidak ada yang aneh kok. Titit Mas Adit jauh lebih besar dari
punya kamu. Mas Adit juga perkasa, soalnya Mbak berkali-kali keluar kalau lagi
join sama masmu itu” sahutnya.
“Terus, kok keliatan puas banget?
Cari variasi ya?” aku bertanya.
“Ini pertama kalinya aku ngesex
sampai terkencing-kencing menahan nikmatnya gesekan jari dan tititmu itu. Suer,
baru kali ini Mbak ngesampai pipisin kamu segala. Kamu nggak jijik?”
“Ooohh.. itu toh..? Kenapa harus
jijik? Justru aku makin horny ingin merasakan kakak lag ..” aku tersenyum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar