>>> SINGAPOREPOOLS <<<
ANGKA MAIN : 3 7 1 4
Top 2D : 03 17 21 34 41
Cadangan 2D : 51 64 73 87 94
TOP SHIO : Kerbao Ayam Babi
COLOK BEBAS : 1 4 7
AS : 0 2 5
KOP : 6 8 9
KEPALA : Kecil / Ganjil
EKOR : Kecil / Genap
Aqila serta Anjar mempersiapkan jamuan makan elegan, sebab
masakan yang dipesan dari satu diantara restoran mahal di bilangan Jakarta ini.
Dengan kenakan celana panjang coklat tua serta kaos berleher berwarna coklat
muda, saya tiba dirumah mereka jam 18 serta lihat Rheva sudah ada disana.
Anjar kenakan celana panjang hitam serta hem biru muda
bertangan pendek. Aqila kenakan gaun warna biru muda, seperti warna hem
suaminya, agak ketat membungkus badannya yang seksi, gaun itu bergantung di
pundaknya pada dua utas tali, hingga memerlihatkan beberapa payudaranya.
Rheva tidak gantinya seseorang putri, menggunakan gaun
berwarna merah muda, ketat menghadirkan lekuk-lekuk badannya yang
menggairahkan, dengan juga belahan dada agak rendah dengan potongan 1/2
lingkaran.
Keduanya seakan-akan menginginkan tunjukkan keindahan
payudaranya di depanku serta Anjar untuk menyebutkan payudara siapa yang paling
indah. Payudara ke-2 wanita itu memanglah tidaklah terlalu besar, namun cukup
merangsang buatku.
Punya Aqila lebih kecil sedikit dari pada punya Rheva. Hal
semacam itu telah kubuktikan sendiri saat coba melumat payudara keduanya.
Payudara Rheva masihlah tersisa semakin banyak dari pada payudara Aqila, saat
kuisap sebanyak mungkin kedalam mulutku. Kami berempat duduk di ruangan makan
nikmati jamuan yang disiapkan tuan tempat tinggal.
Hidangan penutup serta buah-buahan fresh bikin kami begitu
nikmati jamuan itu. Dari ruangan makan, kami beranjak ke ruangan keluarga.
Aqila menyetel musik classic, sedang Anjar mengambil minuman untuk kami, ia
menuangkan tequila buat Aqila serta Rheva, sedang untuk dia serta saya,
semasing satu gelas anggur Prancis, agak keras kurasa alkoholnya.
Rona merah membayang di wajah mereka bertiga, serta kupikir
demikian pula denganku, akibat dampak minuman yang kami teguk. Pembicaraan kami
yang awal mulanya bebrapa enteng di sekitar kerja serta kuliah Rheva semakin
berpindah pada beberapa hal erotis, terlebih saat Aqila lihat ke arahku serta
berkata,
“Wah, dampak anggur Prancis telah bangunkan makhluk hidup di
paha Agus. Saksikan tidak tuh Sin?
” Rheva menengok ke sisi bawah badanku serta memperbandingkan
dengan Anjar, “Lho, yang satu ini juga telah mulai bangkit dari pendam, hi…
hi…. hi…” Rheva yang duduk di dekatku menyenderkan kepalanya pada bahu kananku.
Aqila mengajak suaminya berdiri serta berdansa ikuti irama lagu The Blue
Danube-nya Strauss.
Tak tahu pernah pelatihan atau lantaran pernah diluar negeri,
mereka berdua betul-betul pakar lakukan dansa. Sesudah lagu itu berlalu,
terdengar alunan Liebestraum. Anjar melepas pelukannya pada pinggang Aqila
serta mendekati Rheva
Lantas dengan style seseorang pangeran, memohon kesediaan
Rheva menukar Aqila temaninya melantai, sesaat Aqila mendekatiku.Aku yang tak
begitu pandai berdansa menolak dan menarik tangan Aqila agar duduk di sampingku
memandang suaminya berdansa dengan keponakannya. Rupanya Rheva pun tidak jelek
berdansa, meskipun tak sebagus Tantenya, ia mampu mengimbangi gerakan Anjar.
Saat alunan lagu begitu syahdu, mereka berdua saling
merapatkan tubuh, sehingga dada Anjar menekan payudara Rheva. Di tengah-tengah
alunan lagu, wajah Anjar mendekati telinga Rheva dan dengan bibirnya, ia
mengelus-elus rambut di samping telinga Rheva dan dengan kedua bibirnya
sesekali cuping telinga Rheva ia belai.
Tatapan Rheva semakin sayu mendapati dirinya dipeluk Anjar
sambil dimesrai begitu. Lalu bibir Anjar turun ke dagu Rheva, menciumi
lehernya. Kami dengar desahan Rheva keluar dari bibirnya yang separuh terbuka.
Lalu ia dengan masih berada pada pelukan Anjar di
pinggangnya, mengarahkan ciuman pada bibir Anjar. Mereka berpagutan sambil
berpelukan erat, kedua tangan Anjar melingkari pinggul Rheva, sedangkan kedua
tangan Rheva memeluk leher Anjar.
Permainan lidah mereka pun turut mewarnai ciuman panas itu.
Anjar lalu membuka gaun Rheva hingga terbuka dan melewati kedua pundaknya jatuh
ke lantai. Kini Rheva hanya mengenakan kutang dan celana dalam berwarna merah
muda.
Tangan Rheva ikut membalas gerakan Anjar dan membuka hemnya,
kemudian kulihat jari-jarinya bergerak ke pinggang Anjar membukai ikat pinggang
dan risleting celana Anjar. Maka terlepaslah celana Anjar, ia hanya tinggal
memakai celana dalam.
Lalu jari-jari Rheva bergerak ke belakang tubuhnya, membuka
tali kutangnya, hingga menyembullah keluar kedua payudaranya yang rheval.
Keduanya masih saling berpelukan, melantai dengan terus berciuman.
Namun tangan keduanya tidak lagi tinggal diam, melainkan
saling meraba, mengelus; bahkan tangan Anjar mulai mengelus-elus bagian depan
celana dalam Rheva. Rheva mendesah mendapat perlakuan Anjar dan mengelus-elus
penis Anjar dari luar celana dalamnya, lalu dengan suatu tarikan, ia melepaskan
pembungkus penis tersebut sehingga penis Anjar terpampang jelas memperlihatkan
kondisinya yang sudah terangsang.
Anjar mengarahkan penisnya ke vagina Rheva dan melakukan
tekanan berulang-ulang hingga Rheva semakin liar menggeliatkan pinggulnya,
apalagi ciuman Anjar pada payudaranya semakin ganas, dengan isapan, remasan
tangan dan pilinan lidahnya pada putingnya.
Rheva terduduk ke karpet diikuti oleh Anjar yang kemudian
meraih tubuh Rheva dan membaringkannya di sofa panjang.
Dengan jari-jari membuka celah-celah celana dalam Rheva,
mulutnya kemudian menciumi vagina Rheva. Erangan Rheva semakin meninggi
berganti dengan rintihan. “Dick, ayo sayang ….. ooooohhhh …. Yahhh, gitu
sayang, adddduhhhh … nikmat sekali ….. aaakkkhhhh …. ” Setelah beberapa saat
mengerjai vagina Rheva,
Anjar berlutut dekat Rheva dengan kaki kanan bertelekan di
lantai, sedangkan kaki kirinya naik ke atas sofa, ia arahkan penisnya ke vagina
Rheva dari celah-celah celana dalam Rheva.
Lalu perlahan-lahan ia masukkan penisnya ke vagina Rheva dan
mulai melakukan tekanan, maju mundur, sehingga penisnya masuk keluar vagina
Rheva. Aqila yang duduk di sebelah kiriku terangsang melihat Anjar dan Rheva,
lalu mencium bibirku.
Kubalas ciumannya dengan tak kalah hebat sambil mengusap-usap
punggungnya yang terbuka. Aqila memegangi kedua rahangku sambil menciumi
seluruh wajahku, lidahnya bermain di sana-sini, membuat birahiku semakin naik,
apalagi ketika lidahnya turun ke leherku dan dibantu tangannya berusaha membuka
kaosku. Kuhentikan gerakannya meskipun ia membantah, “Ayo dong Gus?”
“Tenang sayang …. ” kucium bibirnya sambil menunduk dan
dengan tangan kiri menahan lehernya, tangan kananku mengangkat kakinya hingga
ia jatuh ke dalam boponganku dan kugendong menuju kamar tidur mereka. Kami tak
pedulikan lagi Anjar dan Rheva yang semakin jauh saling merangsang. Kurebahkan
tubuhnya di ranjang dan kubuka seluruh pakaianku.
“Cepet banget Gus, udah sampai ke ubun-ubun ya sayang?” tanya
menggoda sambil berbaring.
“Udah berapa minggu nich, kangen pada tubuhmu …” jawabku
sambil mendekati dirinya. Kembali kulabuhkan ciuman pada bibirnya sambil
jari-jariku mengelus pundaknya yang terbuka sambil membukai kedua tali di
pundaknya.
Lidahku mencari payudaranya dan mengisap putingnya. Isapan
mulutku pada putingnya membuat Aqila mengerang dan menggelinjang, apalagi
ketika sesekali kugigit lembut daging payudaranya dan putingnya yang indah,
yang sudah tegang.
Mungkin karena pengaruh minuman keras dan tontonan yang
disajikan Rheva dan Anjar barusan, kami berdua pun semakin liar saling mencium
tubuh yang lain satu sama lain. Pakaian kami sudah terlempar kesana kemari.
Ciuman bibir, elusan jari-jari dan bibir, remasan tangan,
jilatan lidah menyertai erangan Aqila dan aku. Kami berdua seolah-olah berlomba
untuk saling memberikan kepuasan kepada yang lain. Apalagi ketika Aqila
menindih tubuhku dari atas dengan posisi kepala tepat pada pahaku dan mengerjai
penisku dengan ganasnya.
Vaginanya yang tepat ada di atas wajahku kuciumi dan
kujilati, klitorisnya kukait dengan lidah dan kugunakan bibirku untuk mengisap
klitoris yang semakin tegang itu. Setelah tak tahan lagi, Aqila segera bangkit
lalu menungging di depanku. Rupanya ia mau minta aku melakukan doggy style
posisi yang sangat ia sukai. Dari ruang keluarga, kudengar rintihan Rheva dan
erangan Anjar.
Mungkin mereka sudah semakin hebat melakukan persetubuhan.
Kuarahkan penisku ke vagina Aqila. Kugesek-gesekkan kepala penis hingga ia
kembali merintih, “Guuussss, jangan permainkan aku! Ayo masukin dong, aku nggak
tahan lagi, sayaaaanngg!” pintanya. Penisku mulai masuk sedikit demi sedikit ke
dalam vaginanya.
Kupegang pinggulnya dan memaju-mundurkan tubuhnya mengikuti
alunan penis masuk keluar vaginanya. Sekitar lima menit kulakukan gerakan
begitu, ia belum juga orgasme, begitu pula aku. Kemudian kuraba kedua
payudaranya yang menggantung indah dari belakang. Kuremas-remas sambil
merapatkan dadaku ke punggungnya. Ia mengerang, mendesah dan merintih.
“Ahhhh ….. sshsshh, ouuughhhh, nikmatnyaaaa …… sayangkuuuuu.
….” Mendengar suaranya dan merasakan geliat tubuhnya di bawah tubuhku,
membuatku makin terangsang. Lalu kutarik kedua tangannya ke belakang tubuhnya.
Kupegang lengannya dengan sentakan kuat ke arah tubuhku hingga ia mendongakkan
kepalanya.
Kedua tangannya berusaha menggapai payudaranya dan
meremas-remas payudaranya sendiri. Kami berdua kini dalam posisi bertelekan
pada lutut masing-masing, agak berlutut, ia tidak lagi menungging, penisku
membenam dalam-dalam ke vaginanya.
Rintihan Aqila semakin tinggi dan saat kuhentakkan beberapa
kali penisku ke dalam vaginanya, ia menjerit,
“Aaaaahhhhhh ….. oooooggghhh …..” Penisku terasa diguyur
cairan di dalam. Aku tak kuat lagi menahan nafsuku dan menyusul dirinya
mencapai puncak kenikmatan. Ia lalu menelungkup dengan aku menindih punggungnya
yang sesekali masih memaju-mundurkan penisku di dalam vaginanya.
Keringat bercucuran di tubuh kami, meskipun pendingan kamar
itu cukup dingin ketika kami baru masuk tadi. Kemudian kami berbaring
berpelukan, aku menelentang sedangkan Aqila merebahkan tubuhnya di atasku. Di
ruang sana tak terdengar lagi suara Anjar dan Rheva, mungkin mereka juga sudah
orgasme.
Tanpa sadar, aku tertidur, juga Aqila. Aku terjaga ketika
merasakan ciuman pada bibirku. Kubalas ciuman itu, tetapi aromanya berbeda
dengan mulut Aqila. Kubuka kelopak mataku, kulihat Rheva masih telanjang
membungkuk di atas tubuhku sambil menciumi aku.
Mataku terbuka lebar sambil memagut bibirnya memainkan
lidahku di dalam mulutnya, ia membalas perlakuanku hingga lidah kami saling
berkaitan. Sedangkan Anjar kulihat mendekati Aqila dan menciumi payudara
istrinya. Aqila menggeliat dan membalas ciuman dan pelukan suaminya.
Tangannya mengarah ke bagian bawah tubuh Anjar meraih penis
suaminya yang sudah melembek. Ia rabai dan kocok penis itu, hingga kuperhatikan
mulai bangun kembali. Rheva yang semula hanya menciumi bibirku dan memainkan
lidahnya, menurunkan ciumannya dan mencari dadaku, di sana putingku diciumi dan
digigitnya lembut.
Lama-lama gigitannya berubah semakin buas, hingga membuatku
merintih sakit bercampur nikmat, “Kenapa, sayang? Sakit ya?” tanyanya
menghentikan permainannya sambil menatapku. Aku menggelengkan kepala dan
memegang kepalanya agar kembali meneruskan ulahnya.
Lidahnya kembali terjulur dan bermain di putingku bergantian
kiri dan kanan. Setelah itu, ia turunkan ciumannya ke penisku yang masih ada
sisa-sisa sperma dan cairan vagina Aqila. Ia lumat dan masukkan penisku ke
dalam mulutnya.
Penis yang sudah lembek itu kembali tegang mendapat perlakuan
mulutnya. Tangannya memegang pangkal penisku melakukan gerakan mengocok.
Bibirnya dan lidahnya juga bermain di testisku dan “Uuuuhhhh
….” aku mendesah, sebab kini lidahnya menjilati analku tanpa rasa jijik sedikit
pun.
Setelah itu kembali mulutnya bermain di testisku dan
memasukkan kedua testis itu bergantian ke dalam mulutnya. Sedotan mulutnya
membuat birahiku kembali muncul. Sementara rintihan Aqila kembali terdengar.
Kuintip mereka, Anjar kini menciumi paha istrinya, sama
seperti perbuatan Rheva padaku. Rheva melihat penisku makin tegang, tetapi
kemudian ia melangkah ke bufet kecil di samping ranjang. Tak lama kemudian ia
kembali ke ranjang sambil memegang dildo berwarna merah di tangannya.
Penis buatan itu memiliki tali yang kemudian ia ikatkan ke
pinggangnya sehingga kini Rheva terlihat seperti seorang laki-laki, tetapi
memiliki payudara. Anjar masih terus menciumi paha isterinya ketika Rheva
memegang rambut Anjar dan meminta Anjar menciumi payudara isterinya, sedangkan
penis buatan sudah ia arahkan ke vagina Aqila.
Anjar menoleh sekilas ke arah Rheva, tetapi ia tidak menolak
dan meremas-remas payudara istrinya sambil menciumi dan memilin putingnya.
Desahan Aqila semakin kuat disertai geliat tubuhnya, apalagi
saat dildo Rheva mulai memasuki vaginanya yang kembali basah. Rheva kemudian
memaju-mundurkan tubuhnya hingga dildo itu masuk keluar vagina Aqila.
Aqila mengerang dan meracau dengan tatapan mata sayu.
Kudekati wajahnya dan kupagut bibirnya sambil turut membelai payudaranya
membantu suaminya yang masih terus meremas dan menciumi payudaranya. Beberapa
saat dengan posisi itu, membuat Aqila kembali naik birahi.
Rheva kemudian membalikkan tubuhnya ke samping sambil
memegangi pinggang Aqila agar mengikuti gerakannya. Aku membantu gerakannya dan
menggeser tubuh Aqila hingga kini berada di atas tubuh Rheva dengan dildo Rheva
yang tetap menancap pada vagina Aqila.
Aqila yang ada di atas Rheva kini, menduduki perut Rheva
sambil melakukan gerakan seakan-akan sedang menunggang kuda. Desahan Aqila
semakin kuat sebab dildo itu benar-benar masuk hingga pangkalnya ke dalam
vaginanya. Rheva tidak banyak bergerak, hanya pasif, tetapi jari-jarinya
bermain di sela-sela vagina Aqila merangsang klitoris Aqila.
Aku memeluk Aqila dari belakang punggungnya, sedangkan Anjar
dari arah depan tubuh Aqila meremas-remas dan sesekali menciumi dan menjilati
payudara Aqila. “Gus, masih ada lubangku yang nganggur, ayo sayangg…..
oooohhhh, nikmatnya” desahnya memohon. Aku menyorong tubuh Aqila agar rebah di
atas tubuh Rheva, lalu kusentuh lubang analnya.
Kubasahi dengan sedikit ludah bercampur cairan vaginanya
sendiri. Lalu setelah cukup pelumas, kumasukkan penisku ke dalam analnya.
Kugerakkan penisku maju mundur, sedangkan Aqila dan Rheva saling berciuman, dan
Anjar meremas-remas payudara kedua perempuan itu bergantian. Rintihan kedua
perempuan itu semakin kuat terdengar.
Mungkin karena merasa tindihan dua tubuh di atasnya agak
berat, Rheva agak megap-megap kulihat, sehingga kuajak mereka berdua melakukan
gerakan ke samping.
Aku kini berbaring terlentang. Penisku yang tegang dipegangi
tangan Aqila dan diarahkannya masuk ke dalam analnya sambil merebahkan tubuhnya
terlentang di atasku.
Lalu Rheva kembali berada di atas tubuh Aqila memasukkan
dildo pada pangkal pahanya ke dalam vagina Aqila. Gerakan Rheva kini aktif,
berganti dengan aku yang pasif pada anal Aqila. Tak lama kemudian Aqila orgasme
disertai rintihan panjangnya.
Kupeluk ia dari bawah, sedangkan bibirnya diciumi oleh Rheva
dengan ganasnya. Anjar masih terus meremas-remas payudara kedua perempuan itu.
Lalu Rheva mencabut penis buatan dari vagina Aqila dan berbaring di sampingku,
sementara Anjar meletakkan tubuhnya di samping Rheva sambil memeluk tubuh Rheva
dan mencium bibirnya.
Sekitar sepuluh menit kemudian, Aqila bangun dari atas
tubuhku dan membuka tali yang mengikat dildo pada pinggang Rheva. Diperlakukan
seperti tadi, rupanya membuat Aqila juga ingin mencoba apa yang dilakukan oleh
Rheva terhadap dirinya.
“Mas, Gus, pegangi tangan dan kaki Rheva. Yuk buruan, jangan
berikan kesempatan buat dia!” katanya memerintah kami berdua.
Rheva yang masih kecapekan karena mengerjai Aqila tadi
mencoba meronta-ronta ketika tanganku memegangi kedua tangannya dan
mementangkan lebar-lebar, sedangkan Anjar memegangi kedua telapak kakinya
sehingga kedua paha dan kakinya terpentang lebar.
“Ah, Tante curang, masak pake pasukan mengeroyok ponakannya
…” katanya protes.
“Biarin, abis ponakan nakal kayak gini. Masak Tantenya
dihabisi kayak tadi?” gurau Aqila sambil berlutut di antara kedua paha Rheva.
Ia lalu menundukkan wajahnya menciumi dan menjilati vagina Rheva. Rheva
benar-benar tidak bisa berkutik, meskipun ia menggeliat-geliat, apalah artinya,
sebab tangan dan kakinya dipegangi oleh dua lelaki dengan kuatnya.
Puas menciumi vagina Rheva, Aqila mengangkangkan pahanya di
luar paha Rheva, lalu menujukan dildo pada pahanya ke dalam vagina Rheva.
Setelah dildo tersebut masuk, kedua pahanya bergerak ke arah dalam ke bawah
kedua paha Rheva, sehingga kedua paha Rheva semakin rapat mengunci dildo yang
sudah masuk dengan mantap ke dalam vaginanya.
Sedangkan di bawah, kedua tungkainya mengunci kedua tungkai
Rheva. Kini tanpa dipegangi oleh tangan Anjar pun, kaki Aqila sudah mengunci
paha dan kaki Rheva dengan ketatnya. Mulut Aqila mengarah pada payudara Rheva
dan melumat habis kedua payudara keponakannya.
Sedangkan aku, sambil mementangkan kedua tangan Rheva,
mencium bibirnya dan memasukkan lidahku ke dalam mulutnya.
Sesekali kuangkat wajahku dan berciuman dengan Aqila. Erangan
Rheva yang tak menduga serangan Tantenya semakin dahsyat, terdengar semakin
berubah menjadi rintihan. Apalagi Tantenya semakin cepat menggerakkan dildo ke
dalam vaginanya.
Beberapa kali ia malah menghentakkan dalam-dalam dildo
tersebut ke vagina Rheva. Mungkin karena sudah sering melihat bagaimana gerakan
penis suaminya atau penisku masuk keluar vaginanya, ia pun tergoda untuk
melakukan aksi serupa. Cuma sekitar lima menit diserang begitu, Rheva tak kuasa
lagi bertahan, ia merintih lirih,
“Tante Annnnaaaaa, aku dapet ….. aaahhhhhh …… nikmattt ……
sssshhhhh .…… ooouuugghhh ….. aaaakkkhhh.” Aqila masih terus merojok vagina
Rheva, hingga Rheva memaksaku melepaskan kedua tangannya dan menolakkan tubuh
Tantenya, “Tante, udah dong, bisa pecah ntar memiawku!! Ahhh … sadis deh
Tante!!” katanya.
Kami tertawa mendengar kalimatnya, sebab tahu mana mungkin
pecah vaginanya dengan alat yang mirip penisku dan penis Anjar. Aqila
merebahkan tubuh di samping Rheva seraya mencium bibir Rheva dengan lembut.
Keduanya berciuman agak lama dan kembali berbaring terlentang
berdampingan. Aku dan Anjar mengambil tempat di samping mereka berdua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar