>>> SINGAPOREPOOLS <<<
ANGKA MAIN : 6 4 9 2
Top 2D : 06 14 29 32 46
Cadangan 2D : 59 64 72 86 92
TOP SHIO : Kuda Babi Ular
COLOK BEBAS : 2 4 9
AS : 0 1 3
KOP : 5 7 8
KEPALA : Besar / Ganjil
EKOR : Kecil / Genap
Ada yang baru pada lingkunganku yaitu adanya pasangan suami
istri yang baru menikah dia masih muda muda, istrinya yang kelihatannya lebih
muda dari suaminya itu terlihat cantik dengan matanya yang sayu sayu basah
wajahnya khas orang jawa, kesehariannya adalah mengenakan kebaya mungkin dari
budaya meraka yang melekat dari kecil.
Latar belakang kehidupan pedesaan wanita berambut ikal
panjang ini, terlihat masih cukup kental, Jakarta tak membuatnya berubah. Aku
hanya sempat bicara dan bertemu lebih dekat dengan pasangan ini, dihari pertama
mereka pindah.
Saat mengangkat barang-barangnya, aku kebetulan baru pulang
dari jogging dan lewat di depan pintu pagar halaman rumah yang mereka kontrak.
Setelah itu, aku tak pernah lagi kontak dengan keduanya. Aku juga tak merasa
perlu untuk mengurusi mereka.
Perasaan dan pikiranku mulai berubah, khususnya terhadap si
Istri yang bernama Marsa, ketika suatu pagi bangun dari tidur aku duduk di
balik jendela. Dari arah sana, secara kebetulan, juga melalui jendela kamarnya,
aku menyaksikan si Istri sedang melayani suaminya dengan sangat telaten dan
penuh kasih.
Mulai menemani makan, mengenakan pakaian, memasang kaos kaki,
sepatu, membetulkan letak baju, sampai ketika mencium suaminya yang sedang
bersiap-siap untuk turun kerja, semua itu kusaksikan dengan jelas. Aku punya
kesimpulan wanita lumayan cantik itu sangat mencintai pasangan hidupnya yang berwajah
dingin tersebut.
Entah mengapa, tiba-tiba saja muncul pertanyaan nakal di
otakku. Apakah Istri seperti itu memang memiliki kesetiaan yang benar-benar
tulus dan jauh dari pikiran macam-macam terhadap suaminya? Sebutlah misalnya
berhayal pada suatu ketika bisa melakukan petualangan seksual dengan lelaki
lain?
Apakah seorang istri seperti itu mampu bertahan dari godaan
seks yang kuat, jika pada suatu ketika, dia terposisikan secara paksa kepada
suatu kondisi yang memungkinkannya bermain seks dengan pria lain? Apakah dalam
situasi seperti itu, dia akan melawan, menolak secara total meski
keselamatannya terancam?
Atau apakah dia justru melihatnya sebagai peluang untuk
dimanfaatkan, dengan dalih ketidakberdayaan karena berada dibawah ancaman?
Pertanyaan-pertanyaan itu, secara kuat menyelimuti otak dudaku yang memang
kotor dan suka berhayal tentang penyimpangan seksual.
Sekaligus juga akhirnya melahirkan sebuah rencana biadab,
yang jelas sarat dengan resiko dosa dan hukum yang berat. Aku ingin memperkosa
Marsa! Wuah! Tapi itulah memang tekad yang terbangun kuat di otak binatangku.
Sesuatu yang membuatmu mulai hari itu, secara diam-diam
melakukan pengamatan dan penelitian intensif terhadap pasangan suami istri muda
tersebut. Kuamati, kapan keduanya mulai bangun, mulai tidur, makan dan
bercengkrama.
Kapan saja si Suami bepergian ke luar kota lebih dari satu
malam, karena tugas perusahaannya sebuah distributor peralatan elektronik yang
cukup besar. Dengan kata lain, kapan Marsa, wanita dengan sepasang buah dada dan
pinggul yang montok sintal itu tidur sendirian di rumahnya.
Untuk diketahui, pasangan ini tidak punya pembantu. Saat
itulah yang bakal kupilih untuk momentum memperkosanya. Menikmati bangun dan
lekuk-lekuk tubuhnya yang memancing gairah, sambil menguji daya tahan
kesetiaannya sebagai istri yang bisa kukategorikan lumayan setia.
Sebab setiap suaminya bepergian atau sedang keluar, wanita
ini hanya mengunci diri di dalam rumahnya. Selama ini bahkan dia tak pernah
kulihat meski hanya untuk duduk-duduk di terasnya yang besar.
Itu ciri Ibu Rumah Tangga yang konservatif dan kukuh memegang
tradisi sopan-santun budaya wanita timur yang sangat menghormati suami. Meski
mungkin mereka sadar, seorang suami, yang terkesan sesetia apapun, jika punya
peluang dan kesempatan untuk bermain gila, mudah terjebak ke sana.
Aku tahu suaminya, si Bram selalu bepergian keluar kota satu
atau dua malam, setiap hari Rabu. Apakah benar-benar untuk keperluan kantornya,
atau bisa jadi menyambangi wanita simpanannya yang lain. Dan itu bukan
urusanku. Yang penting, pada Rabu malam itulah aku akan melaksanakan aksi
biadabku yang mendebarkan.
Semua tahapan tindakan yang akan kulakukan terhadap wanita
yang di mataku semakin menggairahkan itu, kususun dengan cermat. Aku akan
menyelinap ke rumahnya hanya dengan mengenakan celana training minus celana
dalam, serta baju kaos ketat yang mengukir bentuk tubuh bidangku.
Buat Anda ketahui, aku pria macho dengan penampilan menarik
yang gampang memaksa wanita yang berpapasan denganku biasanya melirik. Momen
yang kupilih, adalah pada saat Marsa akan tidur. Karena berdasarka hasil
pengamatanku, hanya pada saat itu, dia tidak berkebaya, cuma mengenakan daster
tipis yang (mungkin) tanpa kutang.
Aku tak terlalu pasti soal ini, karena cuma bisa
menyaksikannya sekelebat saja lewat cara mengintip dari balik kaca jendelanya
dua hari lalu. Kalau Marsa cuma berdaster, berarti aku tak perlu disibukkan
untuk melepaskan stagen, baju, kutang serta kain yang membalut tubuhnya kalau
lagi berkebaya. Sedang mengapa aku cuma mengenakan training spack tanpa celana
dalam, tahu sendirilah.
Aku menyelinap masuk ke dalam rumahnya lewat pintu dapur yang
terbuka petang itu. Saat Marsa pergi mengambil jemuran di kebun belakangnya,
aku cepat bersembunyi di balik tumpukan karton kemasan barang-barag elektronik
yang terdapat di sudut ruangan dapurnya. Dari sana, dengan sabar dan terus
berusaha untuk mengendalikan diri, wanita itu kuamati sebelum dia masuk ke
kamar tidurnya.
Dengan mengenakan daster tipis dan ternyata benar tanpa
kutang kecuali celana dalam di baliknya. Si Istri Setia itu memeriksa
kunci-kunci jendela dan pintu rumahnya. Dari dalam kamarnya terdengar suara
acara televisi cukup nyaring.
Nah, pada saat dia akan masuk ke kamar tidurnya itulah, aku
segera memasuki tahapan berikut dari strategi memperkosa wanita bertubuh sintal
ini. Dia kusergap dari belakang, sebelah tanganku menutup mulutnya, sedang
tangan yang lain secara kuat mengunci kedua tangannya.
Marsa terlihat tersentak dengan mata terbeliak lebar karena
terkejut sekaligus panik dan ketakutan. Dia berusaha meronta dengan keras. Tapi
seperti adegan biasa di film-film yang memperagakan ulah para bajingan, aku
cepat mengingatkannya untuk tetap diam dan tidak bertindak bodoh melakukan
perlawanan. Hanya bedanya, aku juga mengutarakan permintaan maaf.
“Maafkan saya Mbak. Saya tidak tahan untuk tidak memeluk
Mbak. Percayalah, saya tidak akan menyakiti Mbak. Dan saya bersumpah hanya
melakukan ini sekali. Sekali saja,” bisikku membujuk dengan nafas memburu
akibat nafsu dan rasa tegang luar biasa.
Marsa tetap tidak peduli. Dia berusaha mengamuk,
menendang-nendang saat kakiku menutup pintu kamarnya dan tubuhnya kepepetkan ke
dinding. “Kalau Mbak ribut, akan ketahuaan orang. Kita berdua bisa hancur
karena malu dan aib.
Semua ini tidak akan diketahui orang lain. Saya bersumpah
merahasiakannya sampai mati, karena saya tidak mau diketahui orang lain sebagai
pemerkosa,” bisikku lagi dengan tetap mengunci seluruh gerakan tubuhnya.
Tahapan selanjutnya, adalah menciumi bagian leher belakang
dan telinga wanita beraroma tubuh harum merangsang itu. Sedang senjataku yang
keras, tegang, perkasa dan penuh urat-urat besar, kutekankan secara keras ke
belahan pantatnya dengan gerakan memutar, membuat Marsa semakin terjepit di
dinding.
Dia mencoba semakin kalap melawan dan meronta, namun apalah
artinya tenaga seorang wanita, di hadapan pria kekar yang sedang dikuasai nafsu
binatang seperti diriku.
Aksi menciumi dan menekan pantat Marsa terus kulakukan sampai
lebih kurang sepuluh menit. Setelah melihat ada peluang lebih baik, dengan
gerakan secepat kilat, dasternya kusingkapkan.
Celana dalamnya segera kutarik sampai sobek ke bawah, dan
sebelum wanita ini tahu apa yang akan kulakukan, belahan pantatnya segera
kubuka dan lubang anusnya kujilati secara buas.
Marsa terpekik. Sebelah tanganku dengan gesit kemudian
menyelinap masuk diantara selangkangannya dari belakang dan meraba serta
meremas bagian luar kemaluannya, tapi membiarkan bagian dalamnya tak terjamah.
Strategiku mengingatkan belum waktunya sampai ke sana.
Aksi menjilat dan meremas serta mengusap-usap ini kulakukan
selama beberapa menit. Marsa terus berusaha melepaskan diri sambil memintaku
menghentikan tindakan yang disebutnya jahanam itu. Dia berulang-ulang
menyebutku binatang dan bajingan. Tak soal. Aku memang sudah jadi binatang
bajingan. Dan sekarang sang bajingan sudah tanpa celana, telanjang sebagian.
“Akan kulaporkan ke suamiku,” ancamnya kemudian dengan nafas
terengah-engah. Aku tak menyahut sambil bangkit berdiri serta menciumi pundaknya.
Lalu menempelkan batang perkasaku yang besar, tegang dan panas diantara belahan
pantatnya.
Menekan dan memutar-mutarnya dengan kuat di sana. Sedang
kedua tanganku menyusup ke depan, meraba, meremas dan memainkan puting buah
dada besar serta montok wanita yang terus berjuang untuk meloloskan diri dari
bencana itu.
“Tolong Mas Dartam, lepaskan aku. Kasihani aku,” ratapnya.
Aku segera menciumi leher dan belakang telinganya sambil berbisik untuk
membujuk, sekaligus memprovokasi. “Kita akan sama-sama mendapat kepuasan Mbak.
Tidak ada yang rugi, karena juga tidak akan ada yang tahu.
Suamimu sedang keluar kota. Mungkin juga dia sedang bergulat dengan wanita
lain. Apakah kau percaya dia setia seperti dirimu,” bujukku mesra.
“Kau bajingan terkutuk,” pekiknya dengan marah. Sebagai
jawabannya, tubuh putih yang montok dan harum itu (ciri yang sangat kusenangi)
kali ini kupeluk kuat-kuat, lalu kuseret ke atas ranjang dan menjatuhnya di
sana. Kemudian kubalik, kedua tangannya kurentangkan ke atas.
Selanjutnya, ketiak yang berbulu halus dan basah oleh
keringat milik wanita itu, mulai kuciumi. Dari sana, ciumanku meluncur ke
sepasang buah dadanya. Menjilat, menggigit-gigit kecil, serta menyedot
putingnya yang terasa mengeras tegang.
“Jangan Mas Darta. Jangan.. Tolong lepaskan aku.” Wanita itu
menggeliat-geliat keras. Masih tetap berusaha untuk melepaskan diri. Tetapi aku
terus bertindak semakin jauh. Kali ini yang menjadi sasaranku adalah perutnya.
Kujilat habis, sebelum pelan-pelan merosot turun lebih ke
bawah lalu berputar-putar di bukit kemaluannya yang ternyata menggunung tinggi,
mirip roti. Sementara tanganku meremas dan mempermainkan buah dadanya, kedua
batang paha putih dan mulusnya yang menjepit rapat, berusaha kubuka.
Marsa dengan kalap berusaha bangun dan mendorong kepalaku.
Kakinya menendang-nendang kasar. Aku cepat menjinakkannya, sebelum kaki dan
dengkul yang liar itu secara telak membentur dua biji kejantannanku. Bisa
celaka jika itu terjadi. Kalau aku semaput, wanita ini pasti lolos.
Setelah berjuang cukup keras, kedua paha Marsa akhirnya
berhasil kukuakkan. Kemudian dengan keahlian melakukan cunnilingus yang
kumiliki dari hasil belajar, berteori dan berpraktek selama ini, lubang dan
bibir kelamin wanita itu mulai menjadi sasaran lidah dan bibirku.
Tanpa sadar Marsa terpekik, saat kecupan dan permainan ujung
lidahku menempel kuat di klitorisnya yang mengeras tegang. Kulakukan berbagai
sapuan dan dorongan lidah ke bagian-bagian sangat sensitif di dalam liang
senggamanya, sambil tanganku terus mengusap, meremas dan memijit-mijit kedua
buah dadanya.
Marsa menggeliat, terguncang dan tergetar, kadang menggigil,
menahan dampak dari semua aksi itu. Kepalanya digeleng-gelengkan secara keras.
Entah pernyataan menolak, atau apa. Sambil melakukan hal itu, mataku berusaha
memperhatikan permukaan perut Si Istri Setia ini.
Dari sana aku bisa mempelajari reaksi otot-otot tubuhnya,
terhadap gerakan lidahku yang terus menyeruak masuk dalam ke dalam liang
senggamanya. Dengan sentakan-sentakan dan gelombang di bagian atas perut itu,
aku akan tahu, di titik dan bagian mana Marsa akan merasa lebih terangsang dan
nikmat.
Gelombang rangsangan yang kuat itu kusadari mulai melanda
Marsa secara fisik dan emosi, ketika perlawanannya melemah dan kaki serta
kepalanya bergerak semakin resah. Tak ada suara yang keluar, karena wanita ini
menutup bahkan menggigit bibirnya.
Geliat tubuhnya bukan lagi refleksi dari penolakan, tetapi
(mungkin) gambaran dari seseorang yang mati-matian sedang menahan kenikmatan.
Berulang kali kurasakan kedua pahanya bergetar. Kemaluannya banjir membasah.
Ternyata benar analisa otak kotorku beberapa pekan lalu.
Bahwa sesetia apapun seorang Istri, ada saat di mana benteng kesetiaan itu
ambruk, oleh rangsangan seksual yang dilakukan dalam tempo relatif lama secara
paksa, langsung, intensif serta tersembunyi oleh seorang pria ganteng yang ahli
dalam masalah seks.
Marsa telah menjadi contoh dari hal itu. Mungkin juga
ketidakberdayaan yang telah membuatnya memilih untuk pasrah. Tetapi rasanya aku
yakin lebih oleh gelora nafsu yang bangkit ingin mencari pelampiasan akibat
rangsangan yang kulakukan secara intensif dan ahli di seluruh bagian sensitif
tubuhnya.
Aksiku selanjutnya adalah dengan memutar tubuh, berada di
atas Marsa, memposisikan batang kejantananku tepat di atas wajah wanita yang
sudah mulai membara dibakar nafsu birahi itu.
Aku ingin mengetahui, apa reaksinya jika terus kurangsang
dengan batang perkasaku yang besar dan hangat tepat berada di depan mulutnya.
Wajahku sendiri, masih berada diantara selangkangannyadengan
lidah dan bibir terus menjilat serta menghisap klitoris dan liang
kewanitaannya.
Paha Marsa sendiri, entah secara sadar atau tidak, semakin
membuka lebar, sehingga memberikan kemudahan bagiku untuk menikmati kelaminnya
yang sudah membanjir basah. Mulutnya berulangkali melontarkan jeritan kecil
tertahan yang bercampur dengan desisan. Aksi itu kulakukan dengan intensif dan
penuh nafsu, sehingga berulang kali kurasakan paha serta tubuh wanita cantik
itu bergetar dan berkelojotan.
Beberapa menit kemudian mendadak kurasa sebuah benda basah
yang panas menyapu batang kejantananku, membuatku jadi agak tersentak. Aha,
apalagi itu kalau bukan lidah si Istri Setia ini. Berarti, selesailah sudah
seluruh perlawanan yang dibangunnya demikian gigih dan habis-habisan tadi.
Wanita ini telah menyerah.
Namun sayang, jilatan yang dilakukannya tadi tidak
diulanginya, meski batang kejantananku sudah kurendahkan sedemikian rupa,
sehingga memungkinkan mulutnya untuk menelan bagian kepalanya yang sudah sangat
keras, besar dan panas itu.
Boleh jadi wanita ini merasa dia telah menghianati suaminya
jika melakukan hal itu, menghisap batang kejantanan pria yang memperkosanya!
Tak apa. Yang penting sekarang, aku tahu dia sudah menyerah.
Aku cepat kembali membalikkan tubuh. Memposisikan batang
kejantananku tepat di depan bukit kewanitaannya yang sudah merekah dan basah
oleh cairan dan air ludahku. Aku mulai menciumi pipinya yang basah oleh air
mata dan lehernya. Kemudian kedua belah ketiaknya.
Marsa menggelinjang liar sambil membuang wajahnya ke samping.
Tak ingin bertatapan denganku. Buah dadanya kujilati dengan buas, kemudian
berusaha kumasukan sedalam-dalamnya ke dalam mulutku. Tubuh Marsa mengejang
menahan nikmat. Tindakan itu kupertahankan selama beberapa menit. Kemudian
batang kejantananku semakin kudekatkan ke bibir kemaluannya.
Ah.., wanita ini agaknya sudah mulai tidak sabar menerima
batang panas yang besar dan akan memenuhi seluruh liang sanggamanya itu. Karena
kurasa pahanya membentang semakin lebar, sementara pinggulnya agak diangkat
membuat lubang sanggamanya semakin menganga merah. “Mbak Mar sangat cantik dan
merangsang sekali.
Hanya lelaki yang beruntung dapat menikmati tubuhmu yang luar
biasa ini,” gombalku sambil menciumi pipi dan lehernya. “Sekarang punyaku akan
memasuki punya Mbak. Aku akan memberikan kenikmatan yang luar biasa pada Mbak.
Sekarang nikmatilah dan kenanglah peristiwa ini sepanjang hidup Mbak.”
Setelah mengatakan hal itu, sambil menarik otot di sekitar
anus dan pahaku agar ketegangan kelaminku semakin meningkat tinggi, liang
kenikmatanwanita desa yang bermata bulat jelita itu, mulai kuterobos.
Marsa terpekik, tubuhnya menggeliat, tapi kutahan. Batang
kejantananku terus merasuk semakin dalam dan dalam, sampai akhirnya tenggelam
penuh di atas bukit kelamin yang montok berbulu itu.
Untuk sesaat, tubuhku juga ikut bergetar menahan kenikmatan
luar biasa pada saat liang kewanitaan wanita ini berdenyut-deyut menjepitnya.
Tubuhku kudorongkan ke depan, dengan pantat semakin ditekan ke bawah, membuat
pangkal atas batang kejantananku menempel dengan kuat di klitorisnya.
Marsa melenguh gelisah. Tangannya tanpa sadar memeluk tubuhku
dengan punggung melengkung. Kudiamkan dia sampai agak lebih tenang, kemudian
mulailah gerakan alamiah untuk coitus yang membara itu kulakukan.
Marsa kembali terpekik sambil meronta dengan mulut mendesis
dan melengguh. Tembakan batang kejantananku kulakukan semakin cepat, dengan
gerakan berubah-ubah baik dalam hal sudut tembakannya, maupun bentuknya dalam
melakukan penetrasi. Kadang lurus, miring, juga memutar, membuat Marsa
benar-benar seperti orang kesurupan.
Wanita ini kelihatanya sudah total lupa diri. Tangannya
mencengkram pundakku, lalu mendadak kepalanya terangkat ke atas,
matanyaterbeliak, giginya dengan kuat menggigit pundakku. Dia orgasme! Gerakan
keluar-masuk batang kejantananku kutahan dan hanya memutar-mutarnya, mengaduk
seluruh liang sanggama Marsa, agar bisa menyentuh dan menggilas bagian-bagian
sensitif di sana.
Wanita berpinggul besar ini meregang dan berkelonjotan
berulang kali, dalam tempo waktu sekitar dua puluh detik. Semuanya kemudian
berakhir. Mata dan hidungnya segera kuciumi. Pipinya yang basah oleh air mata,
kusapu dengan hidungku. Tubuhnya kupeluk semakin erat, sambil mengatakan
permintaan maaf atas kebiadabanku.
Marsa cuma membisu. Kami berdua saling berdiaman. Kemudian
aku mulai beraksi kembali dengan terlebih dahulu mencium dan menjilati leher,
telinga, pundak, ketiak serta buah dadanya. Kocokan kejantananku kumulai secara
perlahan.
Kepalanya kuarahkan ke bagian-bagian yang sensitif atau
G-Spot wanita ini. Hanya beberapa detik kemudian, Marsa kembali gelisah. Kali
ini aku bangkit, mengangkat kedua pahanya ke atas dan membentangkannya dengan
lebar, lalu menghujamkan batang perkasaku sedalam-dalamnya.
Marsa terpekik dengan mata terbeliak, menyaksikan batang
kejantananku yang mungkin jauh lebih besar dari milik suaminya itu,
berulang-ulang keluar masuk diantara lubang berbulu basah miliknya. Matanya tak
mau lepas dari sana. Kupikir, wanita ini terbiasa untuk berlaku seperti itu,
jika bersetubuh. Wajahnya kemudian menatap wajahku.
“Mas…” bisiknya. Aku mengangguk dengan perasaan lebih
terangsang oleh panggilan itu, kocokanbatang kejantananku kutingkatkan semakin
cepat dan cepat, sehingga tubuh Marsa terguncang-guncang dahsyat.
Pada puncaknya kemudian, wanita ini menjatuhkan tubuhnya di
tilam, lalu menggeliat, meregang sambil meremas sprei. Aku tahu dia akan
kembali memasuki saat orgasme keduanya. Dan itu terjadi saat mulutnya melontarkan
pekikan nyaring, mengatasi suara Krisdayanti yang sedang menyanyi di pesawat
televisi di samping ranjang. Pertarungan seru itu kembali usai.
Aku terengah dengan tubuh bermandi keringat, di atas tubuh
Marsa yang juga basah kuyup. Matanya kuciumi dan hidungnya kukecup dengan
lembut. Detak jantungku terasa memacu demikian kuat. Kurasakan batang
kejantananku berdenyut-denyut semakin kuat. Aku tahu, ini saat yang baik untuk
mempersiapkan orgasmeku sendiri.
Tubuh Marsa kemudian kubalikkan, lalu punggungnya mulai
kujilati. Dia mengeluh. Setelah itu, pantatnya kubuka dan kunaikkan ke atas,
sehingga lubang anusnya ikut terbuka. Jilatan intensifku segera kuarahkan ke
sana, sementara jariku memilin dan mengusap-usap klitorisnya dari belakang.
Marsa berulang kali menyentakkan badannya, menahan rasa ngilu
itu. Namun beberapa menit kemudian, keinginan bersetubuhnya bangkit kembali.
Tubuhnya segera kuangkat dan kuletakkan di depan toilet tepat menghadap cermin
besar yang ada di depannya. Dia kuminta jongkok di sana, dengan membuka kakinya
agak lebar.
Setelah itu dengan agak tidak sabar, batang kejantananku yang
terus membesar keras, kuarahkan ke kelaminnya, lalu kusorong masuk sampai ke
pangkalnya. Marsa kembali terpekik. Dan pekik itu semakin kerap terdengar
ketika batang kejantananku keluar masuk dengan cepat di liang sanggamanya.
Bahkan wanita itu benar-benar menjerit berulangkali dengan mata terbeliak,
sehingga aku khawatir suaranya bisa didengar orang di luar.
Wanita ini kelihatannya sangat terangsang dengan style bersetubuh
seperti itu. Selain batang kejantananku terasa lebih dahsyat menerobos dan
menggesek bagian-bagian sensitifnya, dia juga bisa menyaksikan wajahku yang
tegang dalam memompanya dari belakang. Dan tidak seperti sebelumnya, Marsa kali
ini dengan suara gemetar mengatakan dia akan keluar.
Aku cepat mengangkat tubuhnya kembali ke ranjang.
Menelentangkannya di sana, kemudian menyetubuhinya habis-habisan, karena aku
juga sedang mempersiapkan saat orgasmeku. Aku akan melepas bendungansperma di
kepala kejantananku, pada saat wanita ini memasuki orgasmenya.
Dan itu terjadi, sekitar lima menit kemudian. Marsa meregang
keras dengan tubuh bergetar. Matanya yang cantik terbeliak. Maka orgasmeku
segera kulepas dengan hujaman batang kejantanan yang lebih lambat namun lebih
kuat serta merasuk sedalam-dalamnya ke liang kewanitaan Marsa.
Kedua mata wanita itu kulihat terbalik, Marsa meneriakkan
namaku saat spermaku menyembur berulang kali dalam tenggang waktu sekitar
delapan detik ke dalam liang sanggamanya. Tangannya dengan kuat merangkul
tubuhku dan tangisnya segera muncul. Kenikmatan luar biasa itu telah memaksa
wanita ini menangis.
Aku memejamkan mata sambil memeluknya dengan kuat, merasakan
nikmatnya orgasme yang bergelombang itu. Ini adalah orgasmeku yang pertama dan
penghabisanku dengan wanita ini. Aku segera berpikir untuk berangkat besok ke
Kalimantan, ke tempat pamanku. Mungkin seminggu, sebulan atau lebih menginap di
sana. Aku tidak boleh lagi mengulangi perbuatan ini. Tidak boleh, meski
misalnya Marsa memintanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar